Oleh: Hadhe PK
Kita selalu menemukan tulisan yang bermakna peringatan atau larangan membuang sampah sembarangan di sebuah lahan kosong, parit atau tempat-tempat tertentu. Beragam kalimat ditulis warga untuk mengingatkan si pembuang sampah agar tidak melakukan perbuatan tidak beradab itu.
Mulai dari kalimat standar “Jangan Buang Sampah di Sini!”, kemudian kalimat dengan tekanan “Di sini Bukan Tempat Membuang Sampah!” sampai kalimat dengan nada kesal “Dilarang Membuang Sampah di Sini Kecuali A****g! Bahkan, penulis menemukan kalimat peringatan yang lebih ekstrem “Ya Tuhan, Cabutlah Nyawa Orang yang Membuang Sampah di Lokasi Ini !”
Kalimat terakhir ini ditemukan di sebuah lahan yang ditumbuhi pohon rindang di tepi jalan di daerah Marindal Dalam, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang. Kekesalan si pembuat peringatan dapat kita maklumi. Tidak hanya pemilik lahan yang kesal, siapa pun yang melintas kawasan itu pasti akan kecewa ketika sedang berjalan-jalan menikmati udara segar di bawah deretan pohon yang menghijau, tiba-tiba terganggu pemandangan tumpukan sampah diikuti bau tak sedap menusuk hidung.
Masih ditemukannya perbuatan membuang sampah sembarangan di sekitar kita menjelaskan pengetahuan sebagian masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan masih rendah. Membuang sampah sembarangan, terlebih-lebih di ruang publik atau tempat umum seperti taman, ruang terbuka hijau, pinggir jalan dan parit, merupakan tindakan tidak beretika, bahkan tidak bermoral.
Karena itulah tidak salah juga untuk oknum pembuang sampah sembarangan ini dapat dianggap sebagai penjahat lingkungan. Perbuatannya, tidak sekedar membuat perasaan orang lain tidak senang, tapi dapat menyebarkan penyakit dan bencana dengan yang mengancam kesehatan maupun keselamatan orang lain.
Sebagaimana dimaklumi, sampah yang membusuk menjadi sarang kuman dan sumber berbagai penyakit. Sampah yang menyumpal parit, drainase dan sungai dapat memicu bencana banjir yang mengancam keselamatan warga.
Belum Tegas
Pemerintah telah memiliki instrumen hukum untuk menindak para pembuang sampah sembarangan. Dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, tegas mengatur sanksi administratif dan sanksi pidana kepada pembuang sampah sembarangan. Orang yang memasukkan sampah ke dalam wilayah Indonesia bisa terancam pidana penjara 3-9 tahun dan denda maksimal 3 miliar rupiah. Bahkan jika sampah yang diimpor sangat spesifik terancam hukuman 4-12 tahun dan denda hingga 5 miliar rupiah.
Larangan membuang sampah sembarangan atau tidak pada tempatnya secara tegas diatur pada BAB X, LARANGAN, Pasal 29 ayat (1) huruf e yang berbunyi, Setiap orang dilarang: membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan. Pada ayat (3) lebih dijelaskan lagi bahwa, Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
Sedangkan bunyi di ayat (4) peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g.
Sejumlah kepala daerah mengimplementasikan UU No 18 Tahun 2008 dengan menurunkan peraturan daerah masing-masing. Setiap daerah tentu berbeda aturan dan sanksinya. Pemerintah Kota (Pemko) Medan, misalnya, bersama DPRD Medan sudah membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2015 tentang pengelolaan persampahan. Dalam Perda itu, diatur ketentuan pidana untuk perorangan, kalau buang sampah sembarangan kena denda Rp 10 juta dan kurungan 3 bulan. Sementara untuk badan usaha, didenda Rp 50 juta dan tahanan 6 bulan.
Sayangnya penerapan Perda Sampah belum maksimal dan belum tegas. Belum terdengar ada warga yang terkena sanksi denda atau kurungan karena membuang sampah sembarangan. Padahal bila kita melihat fakta di lapangan, masih banyak perilaku tidak terpuji membuang sampah sembarangan. Misalnya pengemudi atau penumpang mobil.
Karena itulah, pembuang sampah sembarang hendaknya segera ditindak sebagai pembelajaran bagi masyarakat lainnya. Berdasarkan Perda tersebut, warga Medan bisa melaporkan kepada aparat para penjahat lingkungan itu. Pasalnya, selain adanya sanksi, Perda Sampah Kota Medan juga mengatur reward bagi masyarakat yang memberitahukan warga membuang sampah sembarangan.
Selain Kota Medan, belum banyak daerah lainnya memiliki payung hukum atas tindakan terhadap pembuang sampah sembarangan. Akibatnya, bermunculan spanduk peringatan atau keluhan-keluhan bernada protes terhadap para pembuang sampah sembarangan. Sangat disayangkan bila peraturan baru dibuat setelah sampah menggunung dan mengancam keselamatan lingkungan. Padahal sampah bisa jadi sumber penghasilan kalau dikelola dengan baik. Namun, sampah juga bisa menjadi bencana, kalau tidak dikelola dengan baik.
Pendidikan Lingkungan
Masalah sampah terbesar di sebuah lingkungan sebenarnya menyangkut mental masyarakatnya. Karena itulah masih perlu terus menerus dilakukan edukasi kepada masyarakat. Persoalan klasik di negeri ini berkutat di persoalan perilaku, budaya masyarakat yang suka membuang sampah seenaknya, di sungai, jalan atau di mana mereka suka.
Paling parah lagi bila ada warga menganggap sampah dapat digunakan sebagai timbunan tanah yang rendah seperti rawa yang merupakan daerah resapan air. Bila sampah digunakan menimbun lahan kosong yang rendah, kesehatan masyarakat bisa terganggu. Selain aromanya mengganggu, sampah dapat mengancam kesehatan masyarakat dan merusak lingkungan apalagi ada plastik.
Meski pun ada ancaman pidana bagi pembuang sampah sembarangan dan sanksi denda sampai Rp 50 juta atau kurungan selama 3 bulan penjara, namun pembuang sampah sembarangan masih saja melakukan aksinya. Kalau begitu, cara mengubah kebiasaan mereka tak cukup hanya dengan membuat aturan larangan, tapi harus ada sanksi sosial dari masyarakat sekitar.
Sejumlah negara lain di dunia tercatat secara tegas menerapkan aturan hukum tentang sampah. Contohnya Inggris dan Singapura telah menerapkan sanksi keras bagi warganya yang diketahui melanggar peraturan sampah. Mereka akan dikenakan sanksi hingga jutaan rupiah. Karena itulah para pembuang sampah sembarangan menjadi jera.
Di negeri kita, harus diakui sebagian masyarakat masih menganggap enteng sampah dan membuangnya di sembarang tempat. Padahal, seperti disebutkan, sampah tidak bisa dianggap remeh karena dapat menimbulkan masalah ketika pengelolaannya tidak benar.
Seorang pakar lingkungan dalam sebuah kertas kerjanya menulis, membuang sampah sembarangan adalah jenis perilaku anti sosial yang egois, dan merusak lingkungan, serta merugikan semua orang. Kita berharap, ada komitmen negara melawan pembuang sampah sembarangan demi menciptakan kota yang bersih dan hijau bebas penyakit.
(Penulis adalah mahasiswa, peminat masalah sosial dan lingkungan)