Karbon Monoksida, Racun Tanpa Toleransi

Oleh: Reinpal Falefi

KARBON monoksida (CO) atau sering disebut “asap”, bagi ma­sya­rakat se­olah-olah sudah menjadi te­man akrab sehari-hari. Di mana-ma­na dijumpai karbon monoksida, baik di luar mau­pun di dalam rumah. Se­be­nar­nya karbon monoksida bu­kan hanya sekadar “asap” yang dapat ter­lihat dari pem­ba­karan sampah atau asap yang keluar dari emisi gas buang kendaraan bermotor, tetapi pe­ngertian yang lebih relevan tentang karbon mo­noksida adalah gas yang ter­bentuk dari atom karbon dan atom oksigen yang dihasil­kan dari pemba­karan yang ti­dak sempurna.

Gas ini merupakan gas yang be­racun, tidak menim­bulkan bau, tidak memiliki warna dan tidak pula me­nim­bulkan iritasi sehingga dapat di­katakan bekerja dibalik “ba­ya­ngan”. Bagaimana de­ngan asap yang keluar dari pembakaran sampah atau asap yang keluar dari emisi gas buang ken­daraan bermo­tor yang dapat ter­lihat, ber­warna dan berbau? Ya, di da­­lamnya juga terdapat karbon mo­noksida (CO), tetapi gas itu muncul dengan campuran zat lainnya seperti karbon dioksida (CO2), hidro karbon (HC), nitrogen monoksida (NO) dan zat-zat lainnya.

Karbon monoksida meru­pakan zat beracun, tanpa to­leransi dan efek yang ditim­bulkan juga tidak lang­sung spontan dirasakan dengan ti­ba-tiba, tetapi keracunan dari karbon mo­noksida ini ber­langsung secara per­lahan-la­han dan diam-diam di­tam­bah tidak dapat dideteksi oleh pan­­ca indra manusia. Karbon mo­nok­sida akan menumpuk dalam darah dan mengganti­kan oksigen dalam sel dan mengakibatkan keru­sakan jaringan yang cukup serius atau bahkan efek yang pa­ling parah adalah kematian.

Karbon monoksida juga dapat men­ghambat darah mengalirkan ok­sigen ke organ-organ vital dalam tubuh karena hemoglobin (Hb) da­pat mengikat karbon monok­sida jauh le­bih besar dari ok­si­gen dan mem­bentuk kar­boksi hemoglobin (CO­Hb) de­ngan kata lain sedikit kar­bon monoksida cukup untuk menurun­kan pengikatan ok­si­gen dalam darah secara drastis padahal ok­sigen sa­ngat diperlukan untuk meta­­bolisme tubuh dan meng­alir­kan pasokan oksigen ke organ vital.

Otak adalah organ vital yang paling membutuhkan oksigen, jika ber­hentinya otak maka berhenti pula organ tubuh yang lain karena tidak ada atau minimnya ok­sigen yang masuk, inilah yang disebut dengan kera­cun­an karbon monoksida.

Keracunan karbon mo­nok­sida ju­ga dapat meng­gang­gu fungsi saraf dan fungsi jantung. Ketika kadar kar­bon monoksida yang be­rikatan de­ngan hemoglobin dalam darah men­ca­pai 2-5% akan menurunkan fungsi indra tubuh dan fungsi saraf sentral, apa­bila kadar karbon monoksida yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah lebih dari 5% maka akan menurunkan fungsi jan­tung bahkan dapat pula ter­jadi komplikasi berupa gang­guan paru-paru, dalam kate­gori jumlah yang banyak da­pat menga­kibatkan kematian.

Gas berbahaya ini juga mengham­bat oksidasi sitok­ron, menyebabkan pe­nurun­an efektivitas respirasi in­tra­seluler yang akan mengham­bat pem­bentukan energi se­perti tubuh terasa lemas, hal inilah yang sering terjadi ke­tika tubuh seseorang keku­rangan energi. Tidak kalah penting, karbon monoksida ini berikatan dengan sel-sel otot jantung dan sel tulang.

Gejala pada tingkat rendah yang umum terjadi dari ke­racunan karbon monoksida ini adalah badan lemas, pu­sing, mual, muntah, sakit ke­pala, sesak napas dan hipo­tensi. Jika se­makin lama menghirup karbon mo­noksi­da ini tentu semakin buruk efek yang ditimbulkan seper­ti k­ehilangan kesadaran atau pingsan, dapat pula sampai kepada tingkat tinggi kera­cunan karbon monoksida. Dalam jangka panjang pula dapat mengaki­bat­kan sulit berkonsentrasi, bukan karena kekurangan minum air putih saja, tetapi merupakan akibat dari keracunan karbon mo­nok­sida. Ke­racunan gas ini dapat menurunkan konsen­trasi, ketika mengalami pe­nurunan konsentrasi maka akan di­ikuti dengan per­ubah­an emosional se­perti tiba-tiba marah dan se­ba­gai­nya.

Gejala pada tingkat tinggi yang umum terjadi adalah gangguan ke­pri­badian atau disebut dengan intok­sikasi. Ini terjadi karena telah meng­hi­rup karbon monoksida de­ngan ting­kat tinggi yang me­nimbulkan ge­jala yang lebih parah pula. Tidak ha­nya in­toksikasi, gejala lainnya da­pat berupa kejang, vertigo atau pan­dangan dengan pera­saan lingkungan berputar-putar, hilangnya koordinasi fisik, takikardia atau denyut jantung yang lebih dari 100 denyut per menit, dan pada tingkat tinggi ini pula dapat mengakibatkan kematian.

Keracunan karbon mo­nok­sida tentu memiliki kom­plikasi tergan­tung dari ting­katannya baik rendah mau­­pun tinggi serta jangka waktu yang dihirup. Komplikasi dari kera­cu­nan karbon mo­noksida ini yang umum ada­lah kerusakan hati yang mungkin meng­akibatkan komplikasi jantung dan keru­sakan otot secara permanen.

Paparan karbon monok­sida ini me­mungkinkan un­tuk memiliki fak­tor resiko yang sangat berbahaya baik itu bagi janin, anak-anak sampai kep­ada orang tua. Pada janin, sel darahnya jauh lebih mudah mengikat kar­bon monoksida daripada sel darah dewasa sehingga janin pula yang paling rentan mengalami dampak dari kar­bon monoksida, apalagi yang di­da­pat adalah campuran dari zat-zat berbahaya selain kar­bon monoksida, maka akan menambah dampak yang sa­ngat merugikan.

Pada anak-anak, intensitas dan fre­kuensi pernapasannya lebih sering dari pada perna­pasan orang dewasa yang tentunya lebih rentan menda­patkan dampak dari keracun­an ini. Pa­da orang tua pula, kondisi regene­rasi dalam tubuh sudah tidak mak­simal sehingga mendapatkan dam­pak yang lebih serius ter­utama pada kerusakan otak.

Untuk menghilangkan karbon mo­noksida dapat di­katakan cukup mustahil un­tuk dilakukan karena pa­da zaman ini manusia memang ber­hubungan langsung de­ngan kar­bon monoksida, tetapi bukan tidak mung­kin mencegah keracunan dari gas beracun ini. Cara untuk men­cegah ke­racunan karbon mo­noksida ini ada­lah dengan ca­ra mengatur rua­ngan dan pe­meliharaan serta penera­pan kebiasaan yang baik.

Dengan mengatur venti­lasi udara yang benar serta tidak tersumbat da­pat memi­nimalisir karbon monok­sida mengingat banyak peralatan da­pur yang ada di dalam ru­mah, mela­ku­kan pemanasan atau menghidup­kan ken­dara­an di luar rumah atau dengan rua­ngan garasi yang terbuka. Ini di­mak­sudkan agar gas karbon mo­nok­sida ini tidak mengendap di dalam ru­mah. Menjaga pintu antara rumah dan garasi tertutup, menjaga rumah dari asap rokok, dan memilih peralatan dapur yang sesuai dengan standar.

Kebiasaan lain yang men­jauhkan diri dari keracunan karbon monok­sida ini adalah dengan cara sering me­minum air putih guna mengganti dan menyuplai oksigen di dalam tubuh selain dari beberapa manfaat lain­nya, lalu mem­bia­sakan diri meng­gunakan masker saat berada di luar ru­mah terutama ketika saat me­ngendarai sepeda motor, bu­kan hanya menyaring kar­bon monoksida saja, tetapi juga menyaring zat-zat berbahaya lainnya.

Dengan melakukan kebia­saan yang baik serta melaku­kan pencega­han dari kera­cunan karbon monok­sida ten­tu merupakan suatu aset yang sangat penting meng­ingat kesehatan bukan meru­pakan sesuatu yang “dikon­sumsi” tetapi kesehatan meru­pakan suatu “investasi” untuk menja­dikan hidup yang lebih baik.

(Penulis adalah mahasis­wa Universitas Islam Negeri Sumatra Utara, Fakultas Ke­sehatan Masyarakat, Ju­rus­an Ilmu Kesehatan Masya­ra­kat Angkatan 2016)

()

Baca Juga

Rekomendasi