Iseng, Bisnis Helm Jadul Berbuah Manis

BARANG-BARANG vin­ta­­ge atau retro belakangan men­jadi primadona lagi karena diang­gap unik. Begitu juga dengan helm retro atau jadul yang mem­berikan peluang bisnis baru bagi Arik Agung Prasetya Budi untuk berw­irausaha.

Berawal dari keisengan me­ng­unggah koleksi helm retronya di medsos, ternyata ada yang berminat membelinya. Bahkan hal ini tidak terjadi satu-dua kali saja. Akhirnya peluang ini pun digarap serius oleh bapak dua anak asal Kota Blitar ini.

Saat disambangi detikcom di workshop-nya yang sederhana, pria berusia 26 tahun ini masih sibuk memasang foam pada sebuah helm full face atau cakil, pesanan pelanggannya.

"Saya biasanya dapat bahan helm jadul ini hanya cangkangnya saja. Da­lemannya sudah rusak. Un­tuk meng­gantinya, saya bisa kanibal dari spon helm jadul lain. Ukuran tinggal menye­suikan," kisah Arik memulai perbinca­ngan, baru-baru ini.

Tak hanya mengganti foam, Arik kadang harus membersihkan kembali cat helm yang kotor. Namun tidak mengganti warna­nya.

"Pembeli saya malah suka yang catnya orisinil bawaan helmn­ya. Yang motifnya original semakin mahal harganya. Sema­kin asli tanpa modi­fikasi, malah itu yang banyak dicari," ulas lu­lus­an SMKN 1 Blitar ini.

Menurutnya, bisnis barang retro sama dengan bisnis dengan hati karena tergantung taste atau ketertarikan seseorang pada sua­tu barang, bukan melulu pada man­faat atau trennya. Hanya saja, diakuinya, helm lama me­mang rata-rata memiliki kualitas bahan yang lebih kuat dan tahan banting.

"Sama seperti orang nawarin luki­san. Kalau saya suka model­nya, barangnya langka ya saya ta­warin harga tinggi. Alhamdu­lillah ada saja yang beli," ucap­nya dengan tersenyum.

Untuk mendapatkan helm jadul ini, warga Jalan Musi gang 1 nomor 8 Da­wuhan, Kauman Kecamatan Kepan­jenkidul ini rajin menyambangi pasar loak, tukang loak dan penjual barang bekas online. Sebab saat ini, helm produksi 90-an makin jarang ditemui di Blitar.

"Sekarang saya banyak dapat bahan justru dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jombang dan Mo­jo­kerto. Kalau dari tukang loak saya dapat Rp 10 ribu per buah. Kalau dapat bahan kiloan saya beli Rp 6 ribu per kg," tuturnya.

Arik juga merinci helm model half face dibeli dengan harga Rp 10-30 ribu, kemudian oleh Arik dijual kembali seharga Rp 60-100 ribu. Namun untuk model full face atau terkenal dengan istilah helm cakil, Arik harus merogoh kocek lebih dalam untuk belanja bahan.

"Sudah langka. Harganya ba­han­nya bisa sampai Rp 150 ribu. Dari bahan, biasanya saya hanya modifikasi bagian corong ventilasi pernafasan. Ditambahi dengan kawat rajut size paling kecil biar seperti aslinya. Kalau yang model ini paling mahal. Saya bisa jual antara Rp 350 sampai 600 ribu," paparnya.

Tentang peminatnya, Arik meng­ung­kapkan biasanya tak jauh-jauh dari komunitas pecinta helm NOS (new all stok) atau helm stok lama kondisi baru maupun komunitas motor dan para pemilik kafe.

"Iya, selain dipakai biar mbois (keren, red), banyak yang di-display untuk pajangan di kafe. Makanya pembeli helm retro ini kebanyakan dari kota-kota besar seperti Jakarta, Ban­dung, Denpa­sar sampai Kalimantan," tutur­nya.

Arik mengaku baru satu tahun menjalani bisnis baru ini, peng­ha­si­lannya bisa bertambah hing­ga Rp 1 juta per bulan. Bagi Arik yang peker­jaan utamanya seba­gai instalator listrik ini, berjualan helm jadul menjadi keisengan yang berbuah manis. (dtc)

()

Baca Juga

Rekomendasi