Sukarela Menolong Ambulans

Oleh: Adelina Savitri Lubis.

DUKA di titik nadir mempertemu­kan muda-mudi ini pada sebuah ikhtiar berbenang merah ‘kehilangan’. Spon­tan tergerak kala sirine ambulans me­nyiarkan suara-suara yang jika diter­jemahkan adalah sebuah permohonan. Tolong! Tolong! Tolong!

Malam itu, pukul 20.30 WIB, selepas hujan, tiga ambulans melaju cepat memasuki kawasan Sisingamangaraja Medan. Empat pemuda berseragam merah kombinasi hitam bertajuk Indonesia Escorting Ambulance (Biker Kawal Ambulance) pun melesat mem­buru kecepatan ambulans dengan sepeda motornya.

Satu di antaranya mengambil posisi di depan ambulans, dua lainnya mengi­ringi ambulans di bagian kiri-kanan ruas jalan raya. Sedangkan satu kendaraan mengambil posisi tepat di belakang ambulans.

Memasuki Jalan AH Nasution Medan, kelengangan ruas jalan menjadi sempit, karena padatnya aktivitas lalu lintas pada jam itu. Suara sirine ber­campur klakson pecah di jalanan. Sebagian pengendara yang dekat de­ngan laju gerak ambulans pun mahfum, mereka meminggirkan kendaraannya, memberikan ruang bagi ambulans untuk bergerak lapang.

Namun ada juga pengendara yang tak peduli, meskipun suara sirine begitu memekik. Muda-mudi yang mengiringi ambulans tadi pun bertindak. Memberi aba-aba, agar pengendara di jalanan mengerti. Tangan kanan atau kiri mereka rentangkan, sebuah simbol kepada setiap pengendara di jalan agar geraknya melambat, atau menghentikan kendaraannya sejenak di pinggir, hingga ambulans melewatinya.

Ada juga yang bersiaga di simpang-simpang perempatan jalan, membloking jalan hingga ambulans lolos melewati perempatan. Tiga ambulans yang datang dari Tarutung membawa pasien bersta­tuskan level dua. Ini merupakan sebuah label yang menandakan tingkat kega­watan sang pasien.

Dua ambulans menuju RS Bina Kasih, Sunggal, satu lainnya menuju RSUP HAM Medan. Situasi jalanan memang tak bisa diprediksi dan lalu lintas tak bisa menawar hidup dan mati seseorang. Ambulans harus melesat cepat melarikan pasien menuju rumah sakit. Sayangnya para pengendara di jalanan kerap tidak mau mengerti, bahkan ada yang pura-pura tidak tahu.

Jika diamati, dua tahun belakangan gerakan-gerakan spontan pengendara sepeda motor yang mengiringi ambu­lans kerap terlihat di jalanan. Makin ke sini, gerakan ini justru semakin mening­kat. Khusus di Kota Medan saja, seti­daknya ada enam organisasi yang ber­basis mengawal ambulans. Secara serius organisasi ini juga meliputi daerah-daeah di wilayah Sumatera Utara. Bahkan organisasi sosial ini mene­tapkan koordinator-koordinator di setiap daerah. 

“Bukannya apa-apa, ternyata cukup banyak driver ambulance tidak tahu jalan di Kota Medan. Jadi mengiring mereka ke rumah sakit tujuan bagi kami, bisa menyelamatkan satu nyawa,” kata Sekjend Korda Sumut Indonesia Escorting Ambulance, Ridho kepada Analisa, belum lama ini.

Diakuinya, perasaan kehilangan itu sangat menyakitkan, melalui Indonesia Escorting Ambulance mereka berharap jangan sampai hanya gara-gara jalanan tak berpihak, orang-orang sakit yang berada di ambulans tak tertolong. Terpenting mereka melakukannya secara sukarela.

Terbantu

Lelaki berkulit cokelat yang didam­pingi Ketua Korda Kota Medan Dery, Humas Korda Sumut Tomy, dan Rizky yang merupakan divisi kesehatan, bercerita kepada Analisa tentang penga­laman duka kehilangan yang mereka alami. Mulai dari orangtua, adik, kakak, dan anggota keluarga lainnya, menyatu­kan mereka untuk mengawal ambulans.

Menariknya lambat-laun respons masyarakat semakin tinggi. Tanpa memandang jenis kelamin juga status sosialnya, setidaknya diakui Ridho, semakin banyak masyarakat yang ingin terlibat membantu ambulans sampai ke tujuan.

Beberapa sopir ambulans juga me­nga­ku sangat terbantu dengan kehadiran para pengawal ambulans ini. Apalagi lalu lintas di Kota Medan sangat padat di jam-jam tertentu. Selain itu juga sikap tak peduli pengendara terhadap situasi pasien yang sedang dibawa ambulans, menjadi alasan bagi para sopir ambulans sangat membutuhkan gerakan spontan yang dilakukan muda-mudi dalam mengawal ambulans di jalanan.

“Apalagi jika siang hari, situasi jalanan yang lagi sibuk-sibuknya. Sebagian sikap pengendara di jalanan pun kerap tak peduli, padahal suara ambulans sudah memekik hingga ke jantung,” beber Kepala Driver di RSU Vita Insani,  Fandi (44).

Pria ini baru saja mengantarkan pasien yang dirujuk ke RSU Bina Kasih. Tiba pukul 23.00 WIB, ayah empat orang anak ini banyak bercerita tentang Indonesia Escorting Ambulance Sumut.  “Kami tak saling kenal, tapi waktu itu mereka sigap membantu saya mem­bebaskan ruang jalan agar ambulans melaju mulus. Saat itu saya pikir siapa mereka, kok mau membantu.”

Kini, muda-mudi yang tergabung di tim kawal ambulans ini sudah seperti keluarganya. Tak dipungkiri kehadiran mereka mengawal ambuans mengun­dang tanya masyarakat. Namun tanpa menampik kenyataan, kehadiran mere­ka bagi pengguna jalan raya membe­rikan dampak positif. Setidaknya semakin menegaskan dan mengedukasi masyarakat, bahwa ambulans berhak untuk diperbolehkan jalan lebih dahulu.

()

Baca Juga

Rekomendasi