Syukuran 20 Tahun Pengabdian Bhiksu Nyanapada

Medan, (Analisa). Mengawali syukuran 20 tahun masa pengabdian Yang Mulia Biksu Nyana­pada, umat Buddha Sumatera Utara akan menggelar Puja Relik Buddha, yang akan diseleng­garakan Keluarga Buddhayana Indonesia (KBI) Minggu, (23/9) di Selecta Medan.

Kegiatan puja relik diharapkan mem­berikan manfaat bagi seluruh makhluk, karena diyakini energi kesucian yang dipancarkan dari relik dapat memperkuat keyakinan umat Buddha terhadap Dhar­ma, ajaran yang tiada taranya dari Buddha Sakyamuni, sehing­ga membawa keber­kahan berupa kesuk­sesan, kemakmu­ran, kesem­buhan baik penyakit fisik maupun bathin, kese­lamatan, dan kebijaksanaan, yang pada akhirnya bermuara pada kebaha­giaan tanpa batas. Apalagi relik yang nanti akan diletak­kan di altar pemu­jaan adalah berasal dari Relik Buddha Kassapa, Buddha yang hidup sebelum kedatangan Buddha Sakya­muni.

Tradisi Agama Buddha me­mahami relik (saririra Dhatu) sebagai sisa jasmani, baik berupa rambut, kuku, gigi, tulang ataupun abu dari hasil sisa kremasi fisik dari seorang suciwan, yang telah mem­peroleh tingkat kesucian tertentu dalam praktik ajaran Buddha.

“Pelaksanaan acara puja relik ini meru­pakan wujud rasa turut berba­hagia (mudita citta) seluruh umat Buddha atas pencapaian kebiksuan selama 20 tahun oleh Biksu Nya­napada, yang tentunya membutuh­kan proses panjang dengan segala suka dan dukanya”, ujar Ketua Panitia Pelaksana Peringatan 20 Masa Pengabdian Yang Mulia Biksu Nyana­pada, Upasaka Khoswandi Lim, dalam siaran persnya akhir pekan lalu.

Dijelaskan, Biksu Nyanapada dilahir­kan di Bagansiapi-api, 20 Oktober 1970, dengan nama Inyo Kian Chun, dari pasangan Inyo Hock Seng (ayah) dan Lim Gim Be (ibu). Sejak kecil.

Kekuatan bakat ini dapat dira­sakan bila kita berkunjung di wihara di mana beliau berdiam, Mitra Buddhis Center, di Kawasan Sung­gal, yang sangat artistik dengan de­sain yang sangat indah dan anggun.

Beranjak dewasa, Kian Chun yang sempat menekuni profesi sebagai guru, kemudian tertarik mempelajari ajaran Buddha. Hingga akhirnya ia terdorong untuk mema­suki dunia monastik, tepat­nya pada 1997, di mana ia ditahbiskan sebagai anagarika Nyanapada dan menja­laninya selama tiga bulan.

Pada17 Desember 1997, di Wihara Ekayana, Jakarta, sehari setelah Perayaan Amitabha Buddha pada lunar kalender (11 Gwee 18), sang anagarika Nyanapada ditah­biskan sebagai samanera oleh Yang Mulia Biksu Aryamaitri Maha­sthavira.

Setelah sebelas bulan lamanya berlatih sebagai samanera, maka beliau berangkat ke Taiwan untuk menerima penahbisan sebagai biksu. Tepat 6 Januari 1999, bertempat di Wihara Kuang Te, pukul 07.40 waktu setempat, akhirnya beliau res­mi ditahbiskan sebagai biksu, dengan nama Shi Xue Zong.

Pada 17 Januari 1999, Biksu Nya­napada mengikuti Sumpah Bodhi­sattwa Sila di bawah bimbi­ngan para Upadhyaya, yaitu Senior Ven.Ching Hsin (Ordainer Master), Senior Ven.Liao Chun (Teacher of Disci­pline), dan Senior Ven.Kuang Yuan (Preceptor).

Biksu Nyanapada yang dikenal seba­gai sosok yang sangat disiplin dan ber­semangat Bodhicitta, tercatat merupa­kan biksu kedua dari anggota sangha tradisi Mahayana Sangha Agung Indone­sia, yang telah me­nem­puh 20 tahun masa pengabdian sebagai sangha, di Sumatera Utara, sehingga beliau berhak menyan­dang gelar “Mahasthavira”.

Peringatan 20 tahun masa pe­ngab­dian Biksu Nyanapada sarat de­ngan rangkaian momen yang sangat bermakna, yang khu­sus dipersiapkan panitia. Pada hari dan tempat yang sama, meski dengan waktu yang berbeda (jam 14.00 WIB) akan dise­lenggarakan juga Dharmatalk berju­dul “Di Balik Misteri kelahi­ran” di mana Biksu Nyanapada Ma­hastha­vira akan menjadi nara­sumber.

“Pada kesempatan ini, kami mengun­dang seluruh umat Buddha di seluruh daerah Sumatera Utara untuk dapat hadir, menyak­sikan momen bersejarah ini”. imbau Ketua Majelis Buddha­yana Indonesia Upa­saka Pandita Ir.Eddy Sujono,­SE,­MM. (rel/rrs)

()

Baca Juga

Rekomendasi