Berdamai dengan Takdir

Hidup tak selalu mudah. Terkadang kita harus melalui jalan yang berkelok, bahkan terkadang jurang yang mengan­cam. Semua sudah menjadi takdir kita. Apakah kita harus selalu menyerah? Apa­kah takdir tidak dapat diperbaiki? Apakah takdir tidak bisa diluruskan? Deretan kalimat yang tertulis di cover bagian bela­kang buku ini sangat menarik. Mengajak para pembaca untuk merenungi setiap takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Buku ini berusaha mengurai tentang takdir Tuhan yang masih bisa diperbaiki lewat jalan ikhtiar atau usaha yang dilakukan secara terus-menerus hingga pada akhirnya kita berhasil menjadi sosok tangguh, pantang menyerah, dan menjadi pribadi yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takdir bermakna ketetapan atau kemauan Tuhan. Dalam bahasa Indone­sia, takdir memiliki makna yang sama dengan nasib. Pengertian kedua kata ini masih rancu dan belum menjawab dengan sempurna tentang pengertian takdir yang sesungguhnya. Banyak orang berangga­pan, bila sesuatu berkonotasi baik, digunakan kata nasib, misalnya: “Dia bernasib baik, usahanya mendapat untung yang besar.” Sementara kata takdir ka­dang digunakan dengan konotasi negatif, misalnya: “Sudah takdirku tidak diterima di universitas ini” (hal 29).

Berbicara takdir tentu tak lepas dari pembahasan qada (makna bahasa Arab: kehendak Allah) dan qadar (makna bahasa Arab: keputusan) atau takdir Allah. Dalam buku ini, penulis menguraikannya berlan­daskan keterangan Ibnu Hajar Al-Asqa­lani “Mereka (para ulama) mengatakan, qada adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, se­dangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.”

Ada takdir yang tidak bergantung kehendak atau pilihan kita, misalnya lahir di perut siapa, keturunan apa, dan sebagainya. Ada takdir yang masih bisa disesuaikan dengan kehendak atau pilihan kita, misalnya pilihan berbuat baik atau buruk, bila kita berbuat baik maka bala­sannya pahala, bila berbuat buruk akan mendapat dosa. Contoh lain, memilih bekerja atau menganggur, bagi yang bekerja kelak mendapat rezeki, bagi yang malas bekerja maka Tuhan akan menjauh­kan rezekinya. Kesimpulannya, takdir terbagi dua; takdir yang tak bisa diubah, dan takdir yang masih bisa diubah.

Saat kita sedang sakit misalnya, itu memang termasuk takdir Tuhan. Namun takdir yang semacam ini masih bisa kita ubah. Dengan cara berobat ke dokter. Ini adalah contoh sederhana tentang takdir yang bisa diubah. Ketika sakit dan mau berobat ke dokter, insya Allah atas izin-Nya kita akan sembuh. Lain soal bila kita enggan berobat, maka penyakit akan betah bersarang di tubuh kita dan itu artinya ke­sembuhan akan semakin jauh dari harapan.

Dalam buku ini penulis yang berprofesi dokter ahli ginjal menceritakan pengala­man hidupnya yang sarat ujian. Saat kecil, ia divonis mengidap polio. Namun, dalam perjalanan hidupnya, ia tak mau putus asa dan terus memperjuangkan impiannya menjadi seorang dokter. Di tengah keter­batasan fisiknya, ia pun berhasil mewu­judkannya. Saat menjadi dokter, di usia­nya yang kian menua ia kembali diuji oleh Allah. Ia divonis menderita penyakit stroke. Tapi ia bukanlah sosok yang gam­pang menyerah dengan takdirnya.

Perjalanan hidup penulis yang penuh suka-duka membuat ia tumbuh menjadi sosok bijak yang begitu peduli terhadap pasien. Ia berbeda dengan dokter keba­nyakan yang sekadar memerika pasien, memberikan resep obat, menerima uang, lalu selesai. Bukan. Ia sama sekali bukan dokter mata duitan semacam itu. Saat me­nangani pasien, ia berusaha mengajak ngobrol, memberi motivasi, sehingga pasien merasa terhibur dan bersemangat menjalani takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Buku ini layak dijadikan sebagai ba­caan yang memotivasi, terlebih bagi orang-orang yang sedang sakit, agar tabah dalam dan sabar menjalani penyakitnya. Setiap penyakit pasti sudah tersedia obatnya. Buku ini meninggalkan dua hik­mah. Pertama, tentang pentingnya ber­damai dengan takdir Tuhan. Kedua, ten­tang upaya mengubah takdir yang masih diubah.

Peresensi: Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.

()

Baca Juga

Rekomendasi