Oleh: MH Heikal.
Bisakah Anda membayangkan seorang buta dapat melukis? Saya kira cukup sulit untuk membayangkannya. Alangkah mengejutkannya bahwa seorang seperti itu memang ada. Salah satunya, Esref Armagan.
Esref dikenal sebagai pelukis buta, berasal dari Turki. Dia lahir di Istanbul pada tahun 1953. Sejak kecil Esref telah buta dan tentunya sama-sekali tidak dapat mengenali warna. Terlahir dari keluarga yang amat miskin, membuat Esref tak pernah mendapat pendidikan formal.
Meskipun buta, Esref memiliki keinginan yang kuat untuk menemukan dunia di sekitarnya. Atas dasar inilah dia mencoba mengekspresikan dirinya melalui seni.
Dengan menggunakan kardus dan paku, dia pertama-tama menggambar pola di kertas. Berlanjut menggambar menggunakan kertas dan pensil.
Langkah awal memulai lukisannya, Esref mencoba “memasukkan” dirinya ke dalam lukisan. Seolah dia menyatukan diri dengan karya yang bakal dibuatnya. Misalnya, ketika dia ingin melukis tentang laut. Esref akan mengenakan jaket pelampung. Ini akan menciptakan sugesti, demikian menurutnya.
Esref lalu membentuk gambaran total di kepalanya. Lengkap dengan warna yang akan dia gunakan. Dia hanya menggunakan lima warna plus hitam dan putih untuk mewakili gambar yang ada dalam pikirannya
Setelah itu Esref pun mengayunkan kuas. Lewat jari-jarinya itulah Esref menemukan dunianya. Ketika sedang melukis, Esref mengakui dia membutuhkan suasana yang tenang. Terkadang dia melepaskan kuasnya dan menyelupkan jari-jarinya langsung ke dalam cat.
Gambar pertamanya tercipta saat dia berusia 8 tahun. Kala itu yang digambarnya, pola berbentuk kupu-kupu. Pada usia 18 tahun, dia melukis di atas kanvas dengan cat minyak. Saat itu dia menyadari, melukis telah menjadi gairah untuknya.
Selama beberapa dekade, Esref menjadi subjek keingintahuan, kekaguman sekaligus skeptisme di negara asalnya. Seiring waktu, Esref mulai menggunakan perspektif, bayangan, cahaya dan keseimbangan dalam karyanya. Dia semakin menarik perhatian para ilmuwan dan seni internasional.
Di tahun 2004, Universitas Harvard tertarik mengulas lebih dalam tentang Esref Armagan. Mereka mengundangnya untuk melakukan tes pemindaian otak dan mata. Hasil tes mengejutkan para ilmuwan. Otak korteks visual, yang pada dasarnya gelap pada tunanetra, justru menyala ketika Esref mulai menggambar.
Esfef dikenal publik sebagai pelukis yang penuh semangat. Untuk membenarkan anggapan ini, Discovery Channel mengundanganya lewat acara bertajuk “The Real Superhumans”. Dalam acara itu pada tahun 2008, dia ditanya.
“Bagaimana Anda bisa melukis sesuatu yang tidak pernah Anda lihat?”
Esref menjawab, “Saya melihat dengan cara mendengar. Baik itu dari teman-teman saya atau orang yang mau berbagi informasi kepada saya. Saya tidak buta, saya bisa melihat segalan-galanya dengan jari saya.”
Terhitung telah 35 tahun Esref berkarya. Selama itu pula dia benar-benar mencurahkan dirinya kepada lukisan. Tanpa bantuan siapa pun, sekalipun dia telah menikah dan kini memiliki 2 anak.
Dari Esref kita dapat belajar soal keteguhan menghadapi kenyataan. Bukan berarti dengan mundur atau tetap diam. Melainkan dengan melawannya, mencipta karya-karya, menarik orang-orang untuk memetik pelajaran darinya.
Esref telah memiliki lebih dari 20 kali pameran di banyak kota di Turki. Juga di New York, Chicago, Shanghai, Assisi Italia, Republik Ceko, Rotterdam dan Siprus Utara. Bahkan Esref pernah menjadi judul besar sebuah artikel oleh majalah terkenal New Scientist.
Ada beberapa penulis dunia yang menuliskan biografi tentangnya. Teranyar ialah ditulis Rachelle Burk berjudul “Painting in the Dark: Esref Armagan, Blind Artist” (2016). Begitu banyak orang yang terinspirasi setelah membaca buku ini.