
KOTA Yangzhou punya resep nasi goreng terenak se-Tiongkok: butiran nasi berlumur mentega, telur orak-arik, daging asap, kacang polong, dan udang. Begitu nikmat merasakan resep lagendaris itu setelah menjelajahi Yangzhou seharian.
Nasi goreng ala Yangzhou adalah menu standar, tersedia di setiap restoran Tionghoa di seluruh dunia dengan segala variasi namanya. Nasgor Yangzhou terlihat seperti nasgor manapun: butiran-butiran nasi berlumur mentega, telur orak arik, irisan daging asap, kacang polong, dan udang.
Menurut legenda lokal, nasi goreng Yangzhou dulunya menu favorit Kaisar Yang dari Dinasti Sui. Ketika dia mengunjungi Yangzhou, menurut laporan pujangga istana, dialah yang memperkenalkan menu ini ke orang-orang kota itu.
Arsip lain mengklaim bahwa nasi goreng sebenarnya berasal dari wilayah yang penduduknya berbahasa Kanton, Guangzhou, dan muncul di masa Dinasti Qing. Teori yang kedua lebih masuk akal, karena mayoritas restoran Tionghoa di AS berasal dari Kanton. Meski demikian, sejarah menu favorit sejuta umat ini masih belum jelas.
Karena penasaran pada sejarah masakan ini, Clarissa Wei mengunjungi Yangzhou demi menelusuri asal muasal nasi goreng. Yangzhou terletak di wilayah tengah Provinsi Jiangsu. Daerah ini merupakan wilayah sejahtera; sejak dulu menjadi pusat perdagangan garam, beras, dan sutra sampai abad ke-19.
Kini, daerah ini dikenal warga lokal berkat taman-tamannya. Dari sisi kuliner, kota ini pun mendunia berkat resep nasi gorengnya. Semua restoran Tiongkok dengan bangga memampangkan menu nasi goreng ini.
Pada Oktober 2015, pemkot Yangzhou berupaya memecahkan Guinnes World Record atas nasi goreng terbanyak yang pernah dibuat. Mereka memasak 4,6 ton nasi goreng, namun kemudian penghargaan tadi dicabut ketika para juri mengetahui bahwa sebagian besar nasi goreng itu dibuang.
Nasi goreng itu dibiarkan saja berjam-jam di udara terbuka dan dianggap tidak higienis untuk dikonsumsi, akhir yang menyedihkan bagi 300 juru masak lokal terlibat dalam upaya pemecahan rekor itu.
"Nasi goreng ini punya resep terstandarisasi," ujar Mike Huang, juru masak asal Shanghai, yang saya wawancarai beberapa minggu sebelum kunjungan ke Yangzhou. "Di samping telur dan nasi, ada delapan komponen utama."
Bahan
Pada 2002, Asosiasi Restoran Yangzhou merilis rubrik membahas trik memasak nasi goreng agar selalu enak. Bahan wajibnya adalah timun laut, ayam, daging asap, kerang kipas, jamur, rebung, dan kacang polong. "Warna nasi goreng semestinya merah, hijau, kuning, dan putih," ujarnya.
Deretan restoran di Yangzhou menyediakan nasgor.
“Saya mengawali penelusuran ini dengan sebuah restoran bernama Yangzhou Friend Rice. Ini satu-satunya restoran yang bernama seperti itu di kota ini, dan ya menurut logika saya, sepertinya saya mesti memulai dari sana. Saat pesanan saya keluar, di hadapan saya muncul sepiring nasi ditemani kacang, tahu tipis, dan jamur,” ujar Clarissa Wei.
"Lah, kok gini?" kata kawan saya nyeletuk, memandangi tahu di piringnya. Kami memanggil juru masaknya, yang sedari tadi terlihat geli menyaksikan kebingungan kami.
"Maaf Pak, ini telurnya mana ya?" tanya kami. "Iya, sama udang dan daging asapnya mana?"
"Ini restoran vegetarian, Mbak," ujar juru masaknya, cekikikan.
Rupanya memang ada di sekeliling, ada poster-poster veganisme di tembok restoran.
Jalan Dong Quan Men yang legendaris di Yangzhou.
Selanjutnya ditemukan gang bersejarah Don Quan Men Street dan berhenti di depan restoran pertama yang terlihat disitu dan tidak ada tanda-tanda restoran ini restoran vegetarian.
Setelah memesan nasi goreng ada foster tampak kalau restauran itu menyediakan daging dan sebagainya.
"Nasi goreng terstandarisasi enggak seenak itu," ujar Mei Chen, pemilik restoran. "Tapi kami memang menggunakan sebagian besar bahan-bahan standar."
Nasgor di Jalan Dong Quan Men.
Ketika pesanan datang, di piring itu ada jagung kalengan, timun, telur, dan daging asap. Ini mengingatkan pada warung-warung masakan Tiongkok di berbagai negara lainnya.
Saya mencoba beberapa variasi nasi goreng sepanjang hari. Ada beberapa nasi goreng yang mengandung saus manis; nasi goreng lainnya kelihatan seperti diaduk asal-asalan dengan sayuran kaleng.
Lengkap
Saya belum menemukan nasi goreng berbahan lengkap. Yang paling lengkap sejauh ini tersedia di restoran populer bernama Shi Zi Lou. Tak hanya paling lengkap, nasi goreng di sana juga yang paling mahal selama kunjungan saya, hampir 10 USD per piringnya (sekitar Rp140.000).
"Nasi goreng kami terdiri dari delapan komponen, pas," ujar seorang pramusaji. Kami kegirangan. Seharian kami telah berkeliling dan belum menemukan nasi goreng berbahan lengkap. Ketika pesanan kami keluar, di piring ada ikan suir, telur, daun bawang, udang, dan timun laut. Ya, lumayan lah. Hampir. Rasanya memang enak, namun sebagai purist saya kecewa. Masa tidak ada daging asap ataupun rebung?
Nasgor mewah di Restoran Shi Zi Lou.
Kami kehabisan waktu dan saya memanggil taksi untuk mencapai stasiun kereta. Saya merasa kalah. Meski satu kota ini dipenuhi piring-piring nasi goreng Yangzhou, hanya beberapa restoran yang bela-belain masak nasi goreng sesuai dengan rubrik resminya. Nasi goreng Yangzhou di kota Yangzhou adalah citra yang bisa diinterpretasikan secara luas. Intinya memang, tak lebih dari taktik pemasaran saja.
Saya teringat kembali kepada pembicaraan beberapa hari sebelumnya, dalam kereta menuju Yangzhou dari Nanjing. Saya bertemu perempuan bernama Helen Madia adalah mahasiswa lokal yang pulang untuk merayakan Imlek.
"Kami mau ke Yangzhou. Saya dengar kota ini terkenal karena nasi gorengnya," ujar saya kepadanya. "Nasi gorengnya spesial sekali ya?"
Dia tersenyum, lalu nyeletuk. "Sejujurnya, itu cuma nasi goreng telur biasa."
Clarissa Wei berkelana keliling Tiongkok. Dia mencoba semua masakan khas Tiongkok selama perjalanan. (vc/cw/ar)