Tindak Tegas Budaya Pungli !

tindak-tegas-budaya-pungli

Oleh: Lailan A. Pulungan

Indonesia terkenal dengan berbagai bu­da­yanya yang pantas untuk diberi apre­siasi. Budaya yang merupakan cara hidup yang terus berkembang dan dimiliki ber­sama oleh sejumlah orang lalu diwariskan dari ge­nerasi kegenerasi. Bia­sa­nya budaya ter­ben­tuk dari unsur-unsur seperti sistem aga­­ma dan politik, adat istiadat, bahasa, pa­­kaian, bangunan, karya seni, dan lain­nya. Kini, kebiasaan masyarakat menjadi bu­daya Indonesia yang dilakukan terus me­nerus. Namun, pada kenya­taan­nya bu­daya itu sangat tidak pantas untuk diles­tari­­kan­ itu kebiasaan yang bersifat negatif seperti korupsi dan pungli yang sedang marak di negara Indonesia saat ini.

Maraknya kasus korupsi yang menim­pa negara Indonesia sangat mengk­ha­wa­tirkan bagaimana Indonesia ini kede­pan­nya. Korupsi yang sudah merajalela mulai dari orang-orang dengan status terbawah hingga yang berstatus teratas. Ketidak­pua­san dan gaya hidup yang konsumtif me­nyebabkan korupsi ada dimana-dimana. Akhir-akhir ini DPR dan bebe­rapa Ke­men­terian menjadi sorotan atas kasus ko­rupsi. Di­tengah-tengah kasus korupsi ter­sebut, muncul pula kembali kasus pu­ngu­tan liar (pungli) yang sangat disayangkan. Pa­­salnya, pungli ini hidup dan berkem­bang disaat Indonesia lagi terkena benca­na.

Bencana tsunami menerjang sejumlah kawasan di pesisir pantai Banten dan Lampung Selatan pada Sabtu, 22 Desem­ber 2018 malam. Dampak bencana tsuna­mi Selat Sunda melanda beberapa daerah seperti pantai barat Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Se­rang dan di pantai selatan Provinsi Lam­pung meliputi Kabupaten Lampung Se­latan, Tanggamus, dan Pesawaran. BMKG menyebut tsunami ini diduga disebabkan aktivitas erupsi Gunung Anak Kra­katau. Erupsi diperkirakan terjadi pada pukul 21.17 WIB dan mengakibatkan gelom­bang arus pasang naik. Selain erup­si, menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rach­mat Triyono, tsunami Selat Sunda dipicu oleh gelombang pasang karena bulan purnama.

Tsunami di Selat Sunda ini meng­aki­bat­kan ratusan orang meninggal dan ri­buan luka-luka. Sampai berita ini diturun­kan, data dari BNPB mencatat sekitar em­pat ratusan orang mening­gal. Ini menjadi duka menda­lam bagi seluruh rakyat Indonesia. Jenazah korban tsunami tersebut disebar dibeberapa rumah sakit salah satunya Rumah Sakit Umum yang ada di Serang. Muncul kabar bahwa ada pungli je­nazah di rumah sakit ter­sebut. Rakyat yang semulanya sudah sedih kini menjadi sangat hancur. Mengapa masih saja ada orang yang me­man­faatkan keadaan disaat orang lain tertimpa musibah ? Apakah hati nuraninya sudah tertutupi awan gelap tebal ?

Pungutan liar atau pungli adalah pe­nge­naan biaya di tempat yang tidak se­ha­rusnya biaya dikenakan atau dipungut. Pung­li termasuk ilegal dan digolongkan sebagai KKN. Adapun faktor yang menja­di penyebab hadirnya pungli yaitu berasal dari dua aspek diantaranya aspek individu pe­laku dan aspek organisasi. Aspek in­dividu pelaku yang menjadi penyebab mun­culnya pung­li yaitu sifat tamak manu­sia, moral yang kurang kuat, peng­hasilan yang kurang mencukupi, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup yang konsum­tif, malas atau tidak mau kerja, serta bisa jadi ajaran agama yang kurang diterapkan. As­pek organisasinya yaitu kurang adanya sikap keteladanan pimpinan, tidak adanya kul­tur organisasi yang benar, sistem akun­tabilitas yang benar di instansi pe­merintah yang kurang memadai, dan kele­mahan sistem pengendalian manaje­men.

Pungli yang terjadi dalam pengurusan jenazah korban tsunami ini sangat merugi­kan. Beberapa keluarga yang ingin me­ngam­bil jenazah anggota keluarganya harus mengeluarkan uang hingga belasan juta rupiah. Padahal sesuai dengan un­dang-undang yang berlaku, tak ada pu­ngutan apa pun jika terjadi kejadian luar biasa (KLB) seperti bencana tsunami. Kalau bisa dibilang ini sangat tidak etis. Ada kemung­kinan bah­wa tata kelola Sum­ber Daya Manusia di rumah sakit terse­but tidak bagus. Sampai saat ini, praktik pung­li ini menyedot perhatian sejumlah kala­ngan.

Menurut penulis, beberapa oknum yang melakukan pungli dalam pengurusan jenazah ini pasti mungkin pernah berbuat seperti itu juga. Kebiasaan yang berhasil dilakukan, akan membuat seseorang terus mencobanya lagi. Sungguh sangat disa­yang­kan, sebagai seorang manusia yang memiliki hati nurani bisa tega mengambil kesempatan ditengah kesempitan. Kemana lagi rasa saling membantu sesama manu­sia itu ? Apa­kah sebagian rakyat Indonesia kini tidak lagi memiliki rasa tolong me­nolong, dan hanya bisa mementingkan diri sendiri? Budaya seperti ini perlu ditindak tegas serta dipadamkan.

Info yang beredar, setelah berita pungli jenazah ini meluas kini kepolisian pun telah turun tangan mengusutnya. Polisi su­dah memeriksa empat orang, termasuk kepala forensik dan ang­gotanya. Kemu­dian penahanan dilakukan setelah polisi me­meriksa secara intensif dan dinyatakan ada ketiga ter­sangka. Dalam proses pe­nyidikan, polisi menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka yang di dalam­nya ada seorang ASN sebagai pelaku pungli. Dua alat bukti yang ditemukan polisi berupa uang tunai Rp 15 juta dan beberapa kuitansi yang menjadi bukti bahwa ketiga tersangka melakukan pungli.

Uang merupakan salah satu alasan beberapa orang untuk menghalalkan segala cara walaupun itu bersifat tidak manusiawi. Kecerdasan dan ilmu pengeta­huan disalah guna­kan sebagian orang demi men­da­pat­kan uang baik itu halal mau­­­pun haram. Sampai-sampai tidak meng­hiraukan apa dam­pak yang akan terjadi kepada orang lain.Tingginya tingkat pendidikan juga tidak menjamin seseorang bisa terus ber­peri­laku baik. Bisa jadi, Pendidikan yang tinggi disalah­gu­nakan untuk melakukan kebiasaan-ke­biasaan yang buruk seperti budaya pungli ini.

Seharusnya semua manusia di dunia ini sadar, bahwa bencana yang datang adalah sebuah teguran keras bagi semua makhluk di muka bumi ini. Alam sudah mulai bosan melihat tingkah-tingkah manusia yang tidak baik. Perlu mengintro­pek­si diri apa saja yang sudah dilakukan selama ini. Semes­tinya juga, dengan adanya bencana tsunami ini semakin menya­darkan manu­sia untuk meninggalkan segala kebiasaan-kebiasaan buruk seperti halnya kebiasaan pungli. Akan tetapi, begitupun bencana datang manusia tetap saja tidak mengam­bil hikmahnya. Masih saja melakukan kegiatan pungli disaat terjadi bencana,

Penindakan tegas perlu dilakukan pemerintah Indonesia terhadap pungutan liar yang bisa kapan dan dimana saja ter­jadi. Dampaknya yang sangat merugikan bagi siapa saja yang terkena imbasnya. Indonesia yang indah adalah Indonesia yang berkembang dan maju tanpa adanya budaya pungutan liar. Ma­syarakat yang cerdas adalah masyarakat yang mampu meng­­gunakan ilmu pengetahuannya pada tempat yang seha­rus­nya. Budaya pungli harus dibinasakan, dipadamkan, diha­puskan dari negara Indonesia. Memulai dari diri sendiri untuk ber­syu­kur atas apa yang sudah dimiliki, tidak menjadi seorang yang serakah dan tamak, me­ne­rap­kan nilai-nilai agama karena ti­dak ada agama apapun yang mengajarkan peri­laku buruk. Hiduplah sebagaimana hidup se­mestinya, hidup dengan usaha sendiri di jalan yang benar tanpa merugikan orang banyak.

***

Penulis, Mahasiswi UMSU dan Anggota FOKUS UMSU.

()

Baca Juga

Rekomendasi