
Oleh: Sarifuddin Siregar.
PETANG itu, Minggu (13/1), pintu utama kediaman keluarga Lamsar Sinaga tertutup. Suasana relatif sepi. Bangunan tersebut tampak sederhana. Berupa semi permanen, dinding terdiri dari potongan sempengan, atau kayu alpik istilah di kampung dan lantai mulai pecah.
Dari dekat pintu, terdengar suara tangisan, mirip balita (bayi lima tahun). Hunian itu berada di Jalan Lae Sirambon Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi, sekitar 300 meter dari lintasan Sidikalang-Medan. Boleh jadi, kidung pujian dilantunkan di gereja di sebelah kediaman, menambah kekokohan iman mereka agar tabah menghadapi cobaan.
“Tok..tok..tok” begitu suara ketukan agar penulis bisa masuk ke rumah.
Beberapa menit kemudian, seorang ‘Kartini’, mengaku bernama Sofia Kudadiri menjawab, sebentar, ya??? Dengan penuh keramahan, dia mempersilahkan masuk.
Ibu rumah tangga (IRT) ini segera mengambil selembar tikar plastik buat tempat duduk. Sambil membersihkan seorang perempuan yang hanya bisa berbaring dan terlentang di kasur di ruang tamu, Sofia berterima kasih atas kunjungan.
Penulis melihat, hampir tak ada barang mewah di rumah itu. Ruang tamu tanpa kursi dan hampir plong. Di sana digantung pakaian basahan dan di sudut didirikan sorong (beko). Penerangan listrik juga seadanya.
Kabar diperoleh wartawan, sesungguhnya usia perempuan itu sudah setingkat siswa SMP. Namun secara fisik, sungguh memprihatinkan. Kurus kering dan pucat. Tak sepatah katapun terdengar bisa terucap. Perempuan itu hanya mengedipkan mata tanpa jelas arah pandangan. Sementara kedua jari tangannya seakan kaku dan membentuk huruf U. Serba dalam ketidakberdayaan.
Dilapis Sarung
Tubuhnya dibalut selimut sementara bagian pinggang dilapis kain sarung pengganti pembalut. Artinya, buang air besar dan kecil hanya di tempat tersebut.
Terenyuh, itu kata yang dialamatkan kepada Sofia kala menengok kesetiaan merawat si buah hati yang kondisi tertinggal secara fisik dan mental. Sesendok demi sesendok, air minum dimasukkan ke mulut perempuan ini. Selanjutnya, roti dilunakkan mirip bubur lalu disuguhkan. Suapan makanan dilakukan penuh cinta kasih.
Sofia kemudian memperkenalkan perempuan yang dirawatnya. Namanya Angelina Christina Sinaga (12). Menurutnya, proses kelahiran normal. Hingga usia 4 bulan, pertumbuhan dirasa biasa. Kalau menangis, tak beda dengan bayi sebaya.
Keganjilan mulai dirasakan kala beranjak bulan ke 5. Putri bungsu dari 4 bersaudara itu tak mengalami pertambahan, baik dari ukuran badan maupun pergerakan. Biasanya, tingkat umur sedemikian sudah mulai membalikkan tubuh. Ini, selalu terlentang.
Dan, seiring perjalanan waktu, keluargapun menyadari dan menerima realitas, bahwa Christine mengalami kelainan. Lantaran kesulitan ekonomi, pengobatan secara medis dilakukan pada usia 7 bulan. Sofia dan suami, Lamsar berangkat ke RSU Sidikalang. Mereka memperoleh penjelasan, Christine menderita gizi buruk. Sofia juga mendengar pembicaraan medis mirip Bahasa Latin tetapi tak diterangkan dokter lebih jauh. Barang kali, bukan sekadar gizi buruk.
Sofia menyebut, beberapa kali membawa putrinya berobat. Tetapi, tak ada pengaruh nyata. Hari demi hari waktunya lebih banyak tersita mengurus Christine. Kehidupan keluarga ini berada ada level miskin. Mereka mengandalkan hasil panen kopi sebanyak 400 batang status sewa. Begitu juga tempat tinggal, masih kontrak. Sang suami, harus peras keringat buat mendapatkan rupiah.
Diterangkan, sebenarnya, pemerintah telah membantu. Itu ditandai kepemilikan kartu Jamkesmas. Beberapa waktu lalu, anaknya mendapat kursi roda dari dinas sosial, walau sesungguhnya tak bermanfaat.
Butuh uluran
Sofia menyebut, sangat bertanya-tanya, penyakit apa sesungguhnya diderita putrinya. Sebab, selalu demam ketika pergantian cuaca. Bila musim hujan beralih ke kemarau, badan langsung menggigil, begitu sebaliknya. Dan di kala petir menderu, putrinya sering kejang selama 5 menit. Saat ini, kedua paha juga membengkak. Informasi lain menyebut, mengidap gangguan otak lantaran air ketuban sempat terhirup saat persalinan.
“Andai rintihan ini didengar Presiden Joko Widodo, mohonlah dibantu. Kami tidak punya uang, Pak Jokowi. Tolonglah biar anak ini bisa sembuh dan normal” pinta Sofia.
Dikatakan, keluarga juga berharap uluran tangan pemerintah daerah, lembaga sosial maupun perorangan demi kesembuhan Christine. Direncanakan, dalam waktu dekat, pengobatan lanjut ke Medan.
Pun dalam tekanan berat, Sofia masih tetap berucap syukur. Sebab, 3 kakak Christine dipandang santun dan punya komitmen kuat mencari ilmu.
Linda Yosephine Sinaga (20) menyebut, keluarga tetap cinta pada adiknya. Orang tua dan kakak berusaha membahagiakan, membuatnya tersenyum. “Kami sayang Christine. Kami komit mau membawanya berobat,” kata Linda mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Unimed.
Dibenarkan, dirinya mengecap pendidikan lewat jalur bidik misi yang biaya kuliah dan kebutuhan lainnya ditanggung pemerintah.
Anak sulung, Lady Theresia Sinaga kuliah di perguruan tinggi swasta di Jakarta. Kakaknya lebih mandiri dimana biaya hidup dan kuliah ditanggung sendiri dengan cara kerja di perusahaan. Sedang adiknya, Deva Daniel Parulian Sinaga masih di jenjang SMKN 1 Sidikalang.
Sofia mengetuk hati kita.