
Banda Aceh, (Analisa). Peubeudoh Sejarah Adat Budaya Aceh (Peusaba) menolak keras rencana pembangunan hotel di lokasi eks Geunta Plaza, depan Masjid Raya Baiturrahman (MRB) Banda Aceh.
“Tidak ada sisi positif pembangunan hotel di depan Masjid Raya Baiturrahman. Jika wacana tetap dilanjutkan, maka tentu tindakan itu akan memicu kemarahan ulama dan masyarakat Aceh. Orang Aceh tidak sudi kesakralan Masjid Raya Baiturrahman dirusak. Sangat tidak layak mendirikan bangunan hotel di dekat Masjid Raya yang penuh sejarah itu,” ujar Ketua Peusaba Aceh, Mawardi Usman kepada wartawan, Selasa (15/1).
Menurutnya, pemimpin Aceh harus menolak pembangunan hotel di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Jika ada yang mengatakan “bukankah di Masjidil Haram hotel berdiri dekat masjid”, maka itu logika tidak nyambung dan tak tahu sejarah.
“Dahulu ketika Belanda menyerang Aceh tahun 1873 dan menghancurkan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, menimbulkan kemarahan para ulama Aceh. Dilanjutkan agresi kedua tahun 1874, istana jatuh ke Belanda. Di samping Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh Belanda mendirikan bangunan sebagai pelecehan kepada pejuang Aceh, akibatnya para ulama mengutuk Belanda habis-habisan,” katanya.
Mawardi mengatakan, bila dibandingkan dengan mengapa di dekat Masjidil Haram ada hotel, itu adalah karena kawasan Masjidil Haram sejak masa lalu hingga kini terus diperluas. Karenanya ada beberapa hotel yang dulu jauh dari Masjidil Haram, saat ini sudah sangat dekat.
“Karena itu, kami meminta semua pihak berpikir jernih dan menjaga kesakralan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh,” harap Mawardi.
Ditambahkan, Masjid Raya Baiturrahman bukan saja milik warga Banda Aceh, namun milik masyarakat Aceh. Jika dipaksakan pembangunan hotel di depan Masjid Raya Baiturrahman, maka ulama dan segenap masyarakat Aceh akan melawan.
Direktur PT Jakarta Intiland pada 18 September 2018 mengajukan surat kepada Walikota Banda Aceh untuk permohonan izin prinsip mendirikan bangunan hotel di lokasi eks Geunta Plaza, depan Masjid Raya Baiturrahman.
Kemudian, Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman pada 10 Desember 2018 dalam suratnya kepada pengurus Masjid Raya Baiturrahman menyatakan, lokasi permohonan pembangunan tidak bertentangan dengan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh.
Menurut Walikota, lokasi tersebut merupakan wilayah perdagangan dan jasa, sehingga diperbolehkan untuk dibangun sebuah hotel, dengan catatan desain bangunan disesuaikan dengan penataan kawasan Masjid Raya Baiturrahman dan berkonsep hotel yang Islami.
Belum ada izin
Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh menegaskan, sejauh ini belum mengeluarkan izin bagi pembangunan hotel di kawasan Masjid Raya Baiturahman Banda Aceh walaupun sudah ada permohonan diajukan investor.
Disebutkan, salah satu perusahaan properti asal ibukota, PT Jakarta Intiland sudah menyampaikan permohonan investasi kepada Pemko Banda Aceh. Perusahaan tersebut memohon izin prinsip mendirikan bangunan hotel bintang empat di eks Geunta Plaza.
“Pemko Banda Aceh dalam hal ini menegaskan belum mengeluarkan izin untuk mendirikan bangunan di eks bangunan Geunta Plaza tersebut,” tegas Walikota Aminullah Usman, Selasa (15/1).
Berdasarkan permohonan yang diajukan akhir tahun 2018 lalu oleh PT Jakarta Intiland, walikota meminta Asisten II Keistimewaan, Perekonomian dan Pembangunan Setdakota Iskandar menghadiri rapat dengan pihak Perkim Provinsi Aceh dan instansi terkait membahas master plan pengembangan MRB, Jumat (11/1) lalu.
Pada pertemuan itu, Pemko membawa permohonan dari PT Jakarta Intiland untuk dibahas bersama. Pihak Pemprov Aceh menjelaskan tentang kelanjutan master plan MRB dan akan dibahas lebih lanjut dengan Plt Gubernur Aceh.
Iskandar membenarkan masuknya permohonan dari PT Jakarta Intiland kepada Pemko Banda Aceh untuk mendirikan hotel bintang empat di lokasi eks Geunta Plaza. Pemko kemudian menyurati Pemprov Aceh dan pengurus Masjid Raya Baiturrahman untuk meminta pendapat.
Diakui, kawasan itu masuk dalam master plan pengembangan MRB sejak tahun 2015, namun belum di-Pergub-kan. Master plan itu, juga diakomodir dalam RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029, yang direvisi tahun 2017 melalui Qanun Nomor 2 Tahun 2018.
Senin (14/1), Pemko kembali dipanggil untuk membahas master plan MRB di Biro Keistimewaan Kantor Gubernur. Rapat koordinasi yang dipimpin Asisten I Bidang Pemerintahan Setdaprov, M.Ja’far SH, M.Hum itu, dihadiri Sekretaris MPU Aceh, Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Prof Azman Ismail dan kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) terkait.
“Setelah dengar pendapat dari Pemko, Pemprov dan pengurus MRB, diambil kesimpulan bahwa semua setuju dengan kelanjutan master plan Masjid Raya Baiturrahman. Dalam waktu dekat akan segera dijawab surat walikota itu agar Pemko segera bisa memberi jawaban kepada investor,” jelas Iskandar. (mhd/irn)