Membangun Pondasi yang Kokoh

membangun-pondasi-yang-kokoh

Oleh: Dr. Dhiauddin Tanjung, SHI. MA.

Pondasi yang rapuh tidak akan per­nah terbangun diatasnya bangunan yang kuat dan kokoh. Oleh karena itu, hadirnya Islam sebagai agama memiliki pondasi yang kuat serta kokoh, jika dilandasi dengan 2 kalimat syahadat sebagi pondasi tauhid. Iman itu ada­lah pondasinya sementara amal ada­lah bangunannya. Sumber hakiki iman itu yakni 2 kalimat syahadat dan amal yang didasari iman atau syahadat, itulah bangunan yang dibangun di atas pon­dasi yang kokoh. “al-imanu asasun wal a’malu bunyanuhu“, iman itu pondasi­nya sedangkan amal itu ada­lah bangunannya.

Demikian juga dengan Negara, Ne­gara tidak akan kuat bertahan jika pon­dasinya tidak kuat, Muslim tidak akan kuat bertahan di negeri yang tercinta ini jika pondasinya tidak kuat. Perkuatlah pondasi Muslim di negeri kita ini selain syahadat (iman) dan amal, dengan beberapa cara :

Ukhuwah Islamiah

Dasar kekuatan yang utama dalam Islam adalah persaudaraan yang dilandaskan keimanan (keagamaan), ukhu­wah Islamiah atau ukhuwah Dini­yah. Karena itu pahamilah secara baik makna dari arti persaudaraan.

Memahami persaudaraan, dapat dilihat di antaranya dengan ashal kata tersebut, ashal kata persaudaraan ada­lah ukhuwah, berasal dari kata akhun arti­nya saudara, berserikat de­ngan yang lain, atau ada hubungan de­ngan yang lain (baik karena kelahiran/nasabiah atau sepersusuan). Kata ukhuwah bila mema­kai tasydid; ukhuwwah, awalnya diterje­mahkan memperhatikan, dengan demi­kian kesannya persaudaraan itu me­mang harus ada perhatian. Sudah­kah kita mem­beri perhatian pada sau­dara kita?

Lalu kemudian, Kata ukhuwah, digu­nakan untuk arti ; perserikatan, persau­daraan, kabilah, agama, hubu­ngan an­tar manusia, kasih sayang dan hal lain­nya, semua itu tentunya harus ada ben­tuk perhatian. Namun ada yang meng­konotasikannya dengan persau­daraan Islam. (Ukhwatul Islamiyah; persauda­raan bersifat Islami, walaupun bukan dengan orang Islam).

Sedangkan kata akhun, memiliki 2 jamak taksir; ikhwah dan ikhwan, kata ikhwah; sedarah, hal ini menyebabkan lahirnya perhatian itu karena ada hubu­ngan sedarah, kata ikhwan; persauda­raan umum. Biasa di sebut ikhwanul mus­limin, padahal seharus­nyan menu­rut kaidah bahasa Arab ikhwanul musli­mun. Hal inilah yang membentuk perha­tian itu karena ada sedarah dan hubungan seagama.

Baik dan buruknya sebuah perhatian terhadap hubungan persaudaraan, bisa ditentukan oleh jenis hubungan terse­but. Semakin dekat jenis hubu­ngannya maka semakin memungkinkan terjalin erat hubungan perhatiannya, tetapi perlu diingat, perhatian itulah yang lebih utama untuk mempererat jenis hubu­ngan, sekalipun tidak ada hubungan sedarah atau lainnya, jika terus menerus diberi perhatian yang baik dan maksimal maka pasti akan menghasilkan hubu­ngan yang baik, erat dan istimewa. Ka­re­na itu perhatian bagian hal yang sangat penting dalam memupuk lahir­nya persaudaraan.

Jadi kata ukhuwah, bila memakai tasydid ; ukhuwwah ,satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dan memiliki isya­rat makna yang amat istimewa. ukhu­wah; persaudaraan, tanpa ukhuw­wah; perhatian, tidak akan terjalin hubungan sosial yang berarti, karena tidak ada per­hatian (kepedulian) yang terwujud, sedangkan ukhuwwah; perhatian, bila tidak ada hubungan tertentu atau ukhu­wah; persaudaraan, maka unsur kepen­tingan apa yang mengikat atau mendo­rong untuk memberikan bentuk perha­tian (kepeduliaan) antara sesama kita, sekalipun itu mungkin bisa saja terjadi.

Oleh karenanya, kedua hal tersebut harus dibangun secara baik, ukhuwah, persaudaraan dan ukhuwwah perha­tian. Kendatipun tidak ada hubungan spe­sial, bila terus dan terus memberi perhatian hal itu juga bisa melahirkan persaudaran yang kuat. Jadi kedua hal tersebut meru­pakan satu kesatuan yang tidak bisa dipi­sahkan, saling terkait dan saling ber­kait, salih butuh dan saling membutuhkan.

Jika sekte dan golongan Muslim terpisah-pisah oleh organisasi atau partai, maka kita harus tetap memba­ngun persaudaraan, kita harus tetap memberi perhatian kepada sesama muslim, karena pondasi kaum Muslimin adalah 2 kalimat syahadat, jika kita sama sama diikat oleh pondasi tauhid yang kuat maka jangan pernah kita berpisah untuk selamanya. Kita tetap bersaudara, tetap harus saling mem­per­hatikan, tetap harus memberi kepe­dulian. Inilah makna kalimat innamal mukminuna ikhwatun, sesungguhnya orang mukmin itu adalah bersaudara.

Bermusyawarahlah

Hubungan persaudaraan harus senantiasa dijaga, dipelihara agar tidak rusak dan binasa. Persaudaraan, berarti memiliki arti bersaudara lebih dari satu orang dalam artian banyak. Karena jum­lahnya banyak maka kebutuhan, ke­pen­tingan dan hal lainnya berarti tidak­lah sedikit, maka akan sangat mungkin terjadi benturan, oleh karena itu hubu­ngan persaudaraan antara satu dengan yang lain haruslah senantiasa bermu­sya­warah untuk memutuskan persoalan yang sama-sama sedang dihadapi, menghasilkan keputusan yang dise­pakati secara baik, karena kalau tidak, inilah yang akan memicu dan membuat perselisihan, perteng­karan hingga pada akhirnya rusaklah persaudaraan. Mu­syawarah itu harus dipahami sebagai fundamen asasi yang mampu melahir­kan pondasi bangunan yang kokoh, kuat.

Allah Swt berfirman QS Ali Imran ayat 159 : Artinya : Maka disebabkan rah­­mat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seki­ranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan­lah mereka, mohonkanlah ampun bagi me­reka, dan bermusyawarahlah de­ngan mereka dalam urusan itu. Ke­mu­dian apabila kamu telah membu­lat­kan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Musyawarah adalah pokok utama da­lam menyelenggarakan urusan-urusan kemasyarakatan, persaudaraan. Dalam kerumunan yang banyak tidak mungkin tidak ada masalah, pasti ada, selesaikanlah masalah tersebut secara bersama-sama (jika menyangkut kepentingan bersama) maka selesai­kanlah dengan bermusyawarah.

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Saw. Menetapkan keputusan dengan tiga cara, yaitu suara bulat (akla­masi), suara terbanyak (ma­yoritas) dan pen­dapat yang kuat dalil-dalilnya dan nyata kebenarannya, seka­lipun ha­nya pendapat satu atau dua orang (mino­ritas). Alquran dan Hadis sendiri tidak mene­tapkan secara terinci sistem khusus bagaimana seha­rusnya musya­warah dilakukan. Hikmah­nya di antaranya ada­lah supaya musya­warah tetap tumbuh dan berkem­bang sesuai dengan peru­bahan zaman, ge­nerasi serta kemajuan manusia dalam kecer­dasan berpikir.

Tegakkan Keadilan (al-‘adalah)

Yang pertama kali ditetapkan Islam untuk memelihara umat dan masya­rakat, termasuk hubungan persauda­raan adalah keadilan. Tegakkanlah ke­adilan, keadilan penting dilaksana­kan. Alquran sangat memperhatikan keadilan.

Allah Swt Berfirman QS. Al-Maidah/5 ayat 8 : Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebe­naran) karena Allah, menjadi saksi de­ngan adil. Dan janganlah sekali-kali ke­ben­cianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertak­walah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Keadilan merupakan tiang penyang­ga daya suatu negara. Bila keadilan suatu bangsa tegak, maka bangsa akan mak­mur, tapi andai keadilan suatu bangsa mulai luntur, konstitusi simpang siur, hu­kum tercam­pur urusan dapur, semen­tara pemimpin asik tidur, niscaya bangsa akan hancur. Seorang pemim­pin yang tidak adil bisa menyebabkan jutaan manusia mende­rita, tenggelam dalam derai air mata untuk selama-lamanya.

Kata adil di dalam Alquran ditemukan dalam beberapa bentuk kalimat, yaitu, ‚al-’adl, al-qisth, al-wasth. Memiliki arti dan maksud yang berbeda. al-’adl, me­nempatkan sesuatu pada tempat­nya, al-qisth, membagi sama rata, al-wasth, berada pada posisi tengah-tengah.

Dengan demikian, orang yang hen­dak berkeinginan melakukan perilaku adil, maka dia bisa berlaku sesuai de­ngan kon­teksnya yaitu dengan cara menem­pat­kan sesuatu pada tem­patnya, atau mem­bagi sama rata, atau berada pada posisi tengah-tengah. Ada­pun kebalikan dari adil adalah zalim, orang yang tidak berlaku adil maka disebut orang yang zalim.

Tiga pilar ini perlu untuk diperhatikan untuk membangun sebuah pondasi bangunan yang kokoh dalam kehidu­pan, masyarakat, terlebih lebih untuk bangsa dan negara.

Penulis adalah Dosen Fak. Syari’ah dan Hukum UIN-SU.

()

Baca Juga

Rekomendasi