Prostitusi Mengancam Negeri

prostitusi-mengancam-negeri

Oleh: Jufri Naldo.

Salah satu ekses masalah yang paling menonjol di perkotaan adalah maraknya aktivitas prostitusi di kalangan ma­syarakat urban kota. Eskalasi bisnis prostitusi menunjukkan bah­wa bisnis ini memang menjanjikan keuntungan yang cukup besar bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Bahkan, ada kecenderungan untuk melegalkan bisnis ini sebagai komoditi yang utama.

Berbagai bentuk aktivitas yang bertajuk prostitusitersebut semakin menjamur dilingkungan perkotaan dengan berbagai ma­cam warnatapi dengan esensi yang sama, yaitu menjual jasa seksual yang ditukar dengan berbagai insentif, misalnya uang, perlindungan, makanan dan sebagai­nya. Dalam prakteknya, aktivitas ini bisa berlangsung secara terang-terangan atau sem­bunyi-sembunyi, terorganisasi atau individual.

Kenapa semua itu bisa terjadi? Apa faktor-faktor yang pa­ling mendasar sehingga menyebabkan seseorang mela­ku­kan hal semacam itu? Apakah kota de­ngan segala kompleksitasnya lantas me­lahirkan perbuatan-perbuatan amoral itu? Perta­nyaan-pertanyaan seperti ini harus di­sikapi dan dipahami secara serius oleh sia­papun tanpa terkecuali, mengingat praktek prostitusi dan asusila bukan saja musuh agama, tetapi juga musuh umat manusia.

Bentuk Prostitusi di Perkotaan

Aneka praktek prostitusi diperkotaan memiliki ragam. Pertama adalah prostitusi yang diakukan secara terang-terang­­an dan terorganisir, atau dengan kata lain loka­li­sasi. Proyek lokalisasi ini semula mulai di­le­galkan sejak tahun 1970-an dengan ala­san untuk menerapkan disiplin dan kon­trol terhadap aktivitas prostitusi. Se­lain itu, dengan adanya lokalisasi diha­rap­kan para Pekerja Seks Komersial (PSK) tidak beroperasi secara liar di berbagai tempat.

Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, keberadaan lokalisasi yang sudah terbentuk itu banyak mendapat perla­wanan dan pertentangan dari masya­ra­kat karena teridentifikasi me­resehkan dan juga termasuk ke dalam kategori PEKAT (penyakit masyarakat), sehingga sejak kuranglebih dua dekade belakangan bisnis lokalisasi ini dibumihanguskan. Puncaknya terlihat pada penggusuran lokalisasi di Jalan Dolly Surabaya dan lokalisasi Hotel Alexis Jakarta. Melalui penolakan ber­bagai elemen masyarakat, Tri Risma Maharani dan Anies Bas­wedan, sebagai kepala daerah, menjadi ujung tombak peng­hapusan tempat "indehoi" itu.

Aneka bentuk praktek prostitusi lain­nya adalah dilakukan secara sembunyi-sem­bunyi, baik individual maupun ter­or­ganisir. PSK yang beroperasi dengan cara ini biasanya meng­gunakan tempat-tempat hiburan malam untuk bertemu dengan konsumen. Sebagian dari PSK ini bekerja sendiri dan sebagian besar lainnya bekerja di bawah asuhan seorang mucikari. Ter­kuaknya kasus-kasus pelajuran artis ibukota sejak beberapa tahun belakangan, ditambah pula dengan tertangkapnya artis "cantik" beberapa hari yang lalu di Surabaya, yang viral dan menghebohkan Tanah Air, membuktikan bahwa praktek pros­titusi secara sembunyi-sembunyi dan terorganisir itu masih ada dan dijalani oleh sebagian PSK yang hidup di sekitar kita.

Faktor Seseorang Menjadi PSK

Ada sebuah pertanyaan, apakah PSK itu identik dengan pe­rempuan? Tidak. Ka­rena dalam kenyataannya kaum laki-laki juga ada yang menjalani profesi itu. Hanya saja, karena per­sentase perempuan lebih mendominasi maka profesi PSK se­lalu dialamatkan kepada perempuan. Apa yang menyebabkan mereka menjadi PSK? Bila dilihat lebih jauh maka akan dite­mukan faktor-fatktor serius kenapa mereka berani untuk 'men­jual diri', diantaranya adalah; pertama, faktor ekonomi. Faktor ekonomi adalah unsur yang paling mengemuka ketika dikait­kan dengan praktek prostitusi. Yang pada gilirannya seseorang terpaksa menerjuni dunia prostitusi agar bisa memenuhi ke­butuhan pribadi dan keluar­ga­nya. PSK semacam ini biasanya me­nga­ku tidak tahu cara lain untuk bisa mem­per­tahankan hidup. Derita PSK yang di­run­dung faktor ekonomi ini tertulis dalam syair tembang yang dipopulerkan oleh grub band Paterpan "...Ini hidup wanita si kupu-kupu malam... Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga... Bibir senyum kata halus merayu memanja... Kepada setiap mereka yang datang'.

Kedua, Ancaman dari pihak lain. An­ca­man juga dapat membuat seseorang terlibat dalam dunia prostitusi. Meskipun terkesan klasik, tapi kenyataan memang ada mafia-mafia prostitusi yang mencari PSK dari berbagai daerah dengan iming-iming dicarikan pekerjaan bagus dan men­janjikan di kota. Dalam situasi ini, PSK ini terpaksa terjun ke dunia prostitusi karena ketidakberdayaan dalam mengha­dapi tekanan dari para mafia tersebut.

Ketiga, sikap konsumerisme. Asumsi bahwa faktor ekonomi dan ancaman yang mulanyaadalah faktor pendorong sese­orang terjun ke dalam dunia prostitusi mu­lai mengalami pergeseran. Pergeseran ini terlihat dengan fenomena maraknya para artis dan remaja berusia muda (ABG) yang mulai berprofesi sebagai PSK. Motif yang me­nyebabkan para artis dan ABG tersebut me­­nerjuni profesi ini adalah dikarenakan oleh sikap kon­sumerisme. Keinginan un­tuk menikmati hidup mewah tanpa harus be­kerja dengan susah payah. Giuran se­macam ini me­nyebabkan mereka para artis mau­pun ABG, sering memu­tuskan untuk menjadi PSK. Apalagi dapat tawaran super besar puluhan juta dari konsumen hidung belang untuk sekali 'ehemm', merupakan sesuatu yang amat glamor. Dalam situasi seperti ini, timbul pertanyaan apakah an­tara hati (iman) dan otak para aktor mau­pun pelaku ini tidak lagi sinkron? Dalam pen­dekatan teori agama tentu tidak. Ka­rena perilaku semacam ini sangat berten­ta­ngan dengan ajaran agama, terutama ajaran Islam. Tapi bila dipakai pendekatan teori sosial, maka ber­temulah apa yang di­katakan oleh George Orwell, dalam teori doublethink-nya,dikatakan bahwa, dua pilihan harus diterima meskipun dalam ke­adaan sama-sama kuatdan bertentangan, sekalipun dalam keadaan tidak nyaman. Dengan kata lain antara rasionalitas akal dan emosionalitas keimanan tidak lagi mempengaruhi aktor karena kalah dengan sikap konsumer­isme.

Obat Penawar

Di satu sisi, salah satu cara yang dapat dilakukan ialah de­ngan usaha serius pihak pemerintah dan swasta untuk meng­hapus kemiskinan agar seseorang tidak lagi berprofesi sebagai PSK karena desakan ekonomi. Namun, bila hanya dengan cara menghapus kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan,maka sangat jelas PSK-PSK dengan motif konsumerisme tetap ber­kem­bang-biak.Karena para PSK dengan mo­tif yang terakhir ini tidak di desak oleh keterbatasan ekonomi. Oleh karena itu, selain penumpasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan, pendidiakan moral terhadap masyarakat adalah jurus yang paling utama, agar keseimbangan kehidupan masyarakat bisa terjaga.

Usaha untuk mengembalikan nilai moral dalam masyarakat dapat dilakukan melalui institusi pendidikan, keluarga, dan ling­kungan mayarakat itu sendiri. Institusi pen­didikan meme­gang peranan yang sa­ngat penting karena merupakan agent of change yang secara langsung ikut mem­ben­tuk kepribadian melalui nilai-nilai moral. Sementara keluarga adalah pondasi awal pembentuk karakter penghuninya, dan lingkungan ma­syarakat adalah penja­ga pe­lestarian. Institusi lingkungan ma­sya­rakat di sini bisa diartikan sebagai lem­baga-lem­baga sosial semisal rumah iba­dah, lem­baga-lembaga swadaya, dan lain sebagai­nya. Oleh karenanya, jika ketiga ins­titusi ini saling mengisi dan memainkan peran­nya secara jujur dan terbuka, ditam­bah dengan dukungan dari lembaga pe­merin­tah, maka kita memiliki keyakinan bah­wa generasi yang akan datang akan se­lamat dari berbagai ancaman perbuatan amo­ral.

Semoga kasus-kasus prostitusi yang su­dah terjadi dalam masyarakat kita se­lama ini tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Semoga berman­faat.***

*Penulis Adalah Dosen Filsafat UIN SU.

()

Baca Juga

Rekomendasi