
"Sebelumnya, pada 18 September 2018, kemudian surat 13 November 2018 Formas juga telah mengirim surat menanyakan tindak lanjut janji KSP di mana dua rapat sebelumnya di DPD RI di Jakarta dinyatakan progres penyelesaian pada akhir Agustus 2018. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut penyelesaian" tegas Pakpahan kepada wartawan di Medan, Sabtu (19/1).
Pihaknya kembali mengingatkan KSP, di Kelurahan Sarirejo kini ada lebih kurang 5.500 KK dan lebih kurang 35.000 jiwa. Di atas tanah tersebut telah berdiri rumah warga yang padat serta fasilitas umum seperti Kantor Kelurahan Sarirejo, sembilan masjid, dua musala, tiga gereja, satu kuil Sikh, empat kuil Tamil, 10 sekolah, lima rumah sakit dan klinik, dua lokasi pekuburan muslim, dua pasar tradisional, jalan umum. Fasilitas lainnya listrik PLN, PDAM, telepon, sudah menjadi kawasan hunian yang mandiri lengkap dalam wilayah administrasi Kelurahan Sarirejo Kecamatan Medan Polonia.
Pakpahan mengingatkan pemerintah, bahwa masyarakat Sarirejo adalah rakyat Indonesia yang seharusnya hak mereka memiliki sertifikat diberikan BPN. Masyarakat sudah bermukim puluhan tahun sejak 1948.
"Masyarakat memiliki surat tanah dan sudah ada putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap memenangkan masyarakat, yaitu Putusan Mahkamah Agung RI No229 K/Pdt/1991 tanggal 18 Mei 1995. Putusan ini sudah final berkekuatan hukum tetap di mana dalam putusannya disebutkan 'Tanah-tanah sengketa adalah tanah garapan penggugat'.
Jadi kenapa di negara ini hukum tidak dipatuhi, kalau putusan MA diabaikan, apa kita perlu minta perlindungan hukum ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, bahwa hak-hak masyarakat diabaikan," sebut Pakpahan.
Dia menjelaskan, selama ini TNI AU mengklaim tanah masyarakat Sarirejo sehingga BPN menyatakan tidak bisa menggeluarkan sertifikat masyarakat. Mereka sama sekali tidak mempertimbangkan putusan hukum Mahkamah Agung RI. Begitu juga perjuangan masyarakat sudah ada dukungan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Lebih lanjut Pakpahan menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 24 Ayat (1) menyebutkan penguasaan secara fisik atas bidang tanah selama 20 tahun atau lebih secara berturut-rurut oleh warga masyarakat dapat didaftarkan hak atas tanahnya.
Selama ini, jelas Pakpahan, sebagai bukti tanah milik masyarakat dapat di lihat dari transaksi jual beli tanah (pemindahan hak milik) yang diketahui lurah dan camat sebagai intansi pemerintah dan juga dakukan oleh pejabat akta Notaris (PPAT).
"Ada pernyataan BPN Kota Medan pada 7 Januari 2008 yang disetujui Kepala Kanwil BPN Provinsi Sumatera Utara pada poin 2 menyatakan ‘Kepala Kantor BPN Medan tidak akan menerbitkan sertifikat kepada pihak lain kecuali kepada masyarakat Sarirejo’", ujarnya.
Pakpahan mengingatkan, ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dikhawatirkan akan membuat masyarakat hilang kesabaran dan bisa berpotensi mengganggu kestabilan di Kota Medan. (msm)