
PENYAKIT yang disebarkan oleh gigitan melalui nyamuk bukan hal baru. Namun yang satu ini dapat menyebabkan kerusakan otak.Virus ini dinamakan Japanese encephalitis (JE) adalah infeksi otak yang disebabkan oleh virus Japanese encephalitis virus (JEV).
Walau sebagian besar infeksi menghasilkan gejala yang sedikit atau malah tidak ada, namun sesekali terjadi peradangan otak.
Japanese encephalitis virus (JEV). Dalam kasus ini, gejala mungkin termasuk sakit kepala, muntah, demam, kebingungan, dan kejang-kejang. Hal ini terjadi sekitar 5 hingga 15 hari setelah infeksi.
Penyakit ini sebagian besar terjadi di luar perkotaan. Japanese encephalitis virus (JEV). Umumnya disebarkan oleh nyamuk genus Culex yaitu Culex tritaeniorhynchus.
Babi dan burung liar juga berfungsi sebagai reservoir untuk virus. Diagnosis didasarkan pada tes cairan darah atau serebrospinal (cerebrospinal fluid testing).
Pencegahan umumnya dengan vaksin encephalitis Jepang (Japanese encephalitis vaccine), yang aman dan efektif. Langkah-langkah lain termasuk menghindari gigitan nyamuk.
Setelah terinfeksi tidak ada perawatan khusus, jadi hanya perawatan yang mendukung saja dan hal ini umumnya dilakukan di rumah sakit. Masalah permanen terjadi hingga setengah dari orang yang sembuh dari JE.
Penyakit ini terjadi di Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Pasifik Barat. Di zona itu ada sekitar 3 miliar orang tinggal di daerah di mana penyakit itu sangat mungkin terjadi.
Dari sekitar 68.000 kasus bergejala penyakit ini yang terjadi salam setahun, sekitar 17.000 mengalami kematian. Seringkali kasus terjadi saat terjadi wabah. Penyakit ini pertama kali dike-tahui pada 1871.
The Japanese encephalitis virus (JEV) memiliki masa inkubasi 2 hingga 26 hari. Sebagian besar infeksi tidak bergejala: hanya 1 dari 250 infeksi yang berkembang menjadi encephalitis.
Penderitaan karenanya dapat menandai timbulnya penyakit ini pada manusia, yaitu demam, sakit kepala dan malaise adalah gejala non spesifik lainnya dari pe-nyakit ini yang dapat berlangsung selama periode antara 1 dan 6 hari.
Malaise adalah perasaan ketidaknyamanan umum, kegelisahan atau rasa sakit, sering kali merupakan indikasi pertama infeksi atau penyakit lainnya.
Tanda
Tanda-tanda yang berkem-bang selama tahap encephalitic akut termasuk kekakuan leher, cachexia, hemiparesis, kejang dan suhu tubuh yang meningkat an-tara 38 - 41 drajat C (100,4 - 105,8° F).
Maka retardasi mental atau keterbelakangan mental biasanya mulai akan terjadi. Mortalitas penyakit ini bervariasi, tetapi umumnya lebih tinggi pada anak-anak. Penyebaran transplasental telah dicatat.
Efek neurologis seumur hidup seperti ketulian, labilitas emosional dan hemiparesis dapat terjadi pada mereka yang memili-ki keterlibatan sistem saraf pusat.
Peningkatan aktivasi mikroglial setelah infeksi Japanese Encephalitis telah ditemukan mempengaruhi hasil patogenesis virus. Mikroglia adalah sel imun residen dari sistem saraf pusat atau central nervous system (CNS) dan memiliki peran pen-ting dalam pertahanan penderita terhadap serangan mikroorganisme.
Mikroglia aktif mensekresikan sitokin, seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-a), yang dapat menyebabkan efek toksik di otak. Selain itu, faktor larut lainnya se-perti neurotoksin, neurotransmitter eksitasi, prostaglandin, oksigen reaktif, dan spesies nitrogen disekresikan oleh mikroglia aktif.
Dalam model murine dari JE, ditemukan bahwa di hippocampus dan striatum, jumlah mikroglia yang diaktifkan lebih dari tempat lain di otak, diikuti oleh yang di thalamus. Di korteks, jumlah mikroglia yang diaktifkan secara signifikan lebih sedikit bila dibandingkan dengan daerah lain dari otak tikus.
Induksi keseluruhan ekspresi diferensial dari sitokin pro-inflamasi dan chemokin dari daerah otak yang berbeda selama infeksi Japanese Encephalitis progresif juga diamati.
Meskipun efek bersih dari mediator proinflamasi adalah untuk membunuh organisme infeksi dan sel yang terinfeksi serta untuk merangsang produksi molekul yang memperkuat respon pemasangan terhadap kerusakan, juga jelas bahwa dalam organ yang tidak menghasilkan kembali seperti otak, yang tidak teregulasi respons imun akan rusak.
Dalam JE regulasi ketat aktivasi mikroglial tampaknya terganggu, menghasilkan loop autotoxic dari aktivasi mikroglial yang mungkin menyebabkan kerusakan neuronal di otak. Pada hewan, tanda-tanda kunci termasuk infertilitas dan aborsi pada babi, penyakit saraf pada kuda dan tanda-tanda sistemik termasuk demam, lesu dan anoreksia. (jnnp/iccwc/ar)