Cerita dari Museum Basuki Abdullah

cerita-dari-museum-basuki-abdullah

Oleh: Jonson J Pasaribu. Sebagai perupa sudah men­jadi kewajiban untuk bisa me­luangkan waktu demi me­nambah pe­ngetahuan seniru­pa. Menghadiri se­minar atau dis­kusi, mengunjungi mu­seum dan pameran seni rupa.  Mengunjungi berbagai museum seni­rupa di ibukota men­jadi lang­kah wajib pertama ke­tika menje­jak­kan kaki.

Rezeki tak kemana kata orang. Be­gitulah yang kami ra­sakan, ka­rena kami langsung mendapat un­da­ngan lewat sms untuk mengha­diri seminar.

Tepat jam sepuluh pagi ka­mi tiba di sebuah museum di daerah Ja­karta Selatan. Muse­um Basuki Abdullah. Kedata­ngan kami, ka­rena ajakan se­orang kawan lama me­lalui short message service (SMS) tadi. Untuk menghadiri se­minar: “Pengaruh lukisan Basuki Ab­dullah terhadap pelukis jalan­an.”

Dengan menggunakan jasa grab­car tanpa banyak kesulitan kami menemukan tempat yang kami cari. Tempat seperti se­buah rumah tinggal pribadi. Pem­be­da­nya, tepat di depan ru­mah tersebut terpajang se­buah patung seorang pelukis Indonesia yang terkenal, Ba­suki Abdullah.

Memasuki areal museum, tepat­nya di sebelah kiri kedia­man, terda­pat gedung tiga lan­tai dengan hala­man cukup luas. Kami memasuki ge­dung yang sedang dalam proses re­novasi. Ketika kami tiba seminar sudah dimulai. Kami mulai men­daf­tarkan diri sebagai pe­serta seminar dengan bantuan seorang security yang menun­jukkan tempat seminar diada­kan.

Dalam ruangan tidak terlalu be­sar, suara dari seminar jelas ter­de­ngar dengan beberapa orang nara sum­ber duduk di depan. Selama se­minar ber­lang­sung seorang pelukis me­­lakukan demo melukis potret disaat salah satu nara sumber se­dang berbicara. Peserta se­minar me­menuhi seluruh rua­ngan, hingga ada yang duduk di luar ruangan bahkan berdiri seperti kami.

Sangat disayangkan, tema dan se­minar tersebut seperti tidak me­miliki keutuhan ma­teri yang se­pa­dan. Kekece­waan peserta yang ha­dir dapat terlihat dengan berku­rang­nya peserta. Satu persatu pergi me­­ninggalkan ruangan. Mereka ber­jalan keluar sambil saling ber­cerita atau menyibukkan di­ri de­ngan alat komunikasi/handphone masing-masing.

Ada yang turun ke bawah museum untuk melihat-lihat karya lu­kisan di beberapa ru­ang pamer. Akhirnya kami pun ikut juga me­ninggalkan tempat diskusi di te­ngah suasana perut lapar karena buru-buru dan be­lum makan pagi. Apa­lagi kami tidak mendapatkan snack pada seminar itu. Juga ka­rena kami sudah berjanji untuk ber­temu  teman yang lain di Galeri Na­sio­nal melihat pameran tung­gal Tisna Sanjaya.

Kebosanan muncul dari su­a­sana se­minar yang terkesan kaku. Mem­buat kami beranjak meninggalkan ruang diskusi. Kami mulai menyu­suri ge­dung untuk mulai melihat ru­ang demi ruang di museum. Satu persatu ruangan mulai kami ma­suki. Dari ruang ko­leksi per­pus­takaan, koleksi ben­da pribadi, ka­mar tidur dan ruang pameran. Se­sungguh­nya kesederhanaan ter­pan­car dari ruangan tempat tinggal pribadi Basuki Abdullah ini.

Di dalam kamar tidurnya, terli­hat tempat tidur beralas­kan kasur se­derhana dan tem­pat tidur yang juga biasa-biasa saja. Beberapa buku dan Al­kitab terletak di sisi kiri ba­gian sebelah kaki tempat tidur­nya. Dua buah poster terbingkai ter­­gantung di bagian dinding se­be­lah kepala tempat tidurnya. Poster berisi lukisan kekriste­nan dengan thema penyaliban.

Keberadaan poster ini cu­kup mengherankan buat saya karena ini ada­lah kamar tidur seorang maestro pelukis natu­ralis Indonesia. Ke­napa mesti poster? Apakah Ba­suki Abdul­lah tidak pernah se­ka­li­pun melukis tema tentang religius atau spiritual kekristenan yang dia imani? Ini menjadi perta­nyaan tak terjawab bagi saya, ketika ka­mi pulang dari museum, hingga saat saya menu­liskan ini.

Memasuki ruang koleksi ben­da pribadi, dijumpai bebe­rapa koleksi benda-benda pri­badi milik Basuki. Beberapa benda tersebut adalah sen­jata, jam tangan, pakaian-pa­kai­an kebe­saran berbagai tradisi, mau­pun pribadi dan beberapa topi.

Ruang tamu dari rumah ting­gal Basuki tidak terlalu luas. Terkesan hangat bagi pa­ra tamu yang datang ketika mencoba untuk duduk di kursi yang berada di ruangan terse­but.

Selain kursi yang berada di da­lam ruang tamu, juga ter­pajang se­buah easel besar. Ka­tanya selalu di­gunakan secara khusus untuk me­lu­kis ratu Belanda jika datang ke Indonesia. Lantai di bawah easel ter­sebut terlihat masih melekat sisa be­kas cat minyak yang di­biarkan. Ini membuat peng­unjung yang se­ring mengunju­ngi atau mengerti kon­disi studio lukis perupa akan lang­sung merasakan atmosfer krea­tifi­tas di sana.

Perpustakaan berisi begitu ba­nyak buku membuat peng­un­jung yang punya minat mem­baca akan betah untuk ber­lama-lama dalam per­pusta­ka­an. Tidak semua buku bisa dibuka untuk dibaca. Mungkin meng­ingat kondisi buku yang su­dah terlalu tua dan sulit untuk me­ra­wat atau memper­baiki jika rusak.

Ruang pameran koleksi lukisan di­tata dengan baik. Beberapa lu­ki­san karya kolek­si Basuki Ab­dullah terpajang apik di dalam rua­ngan. Bera­gam lukisan, mulai dari bunga pemandangan alam, hingga lukisan figur manusia. Figur atau tokoh merupakan jenis lukisan yang membuat Basuki Abdullah men­­jadi maestro dan dikenal se­bagai pelu­kis kepala negara di Asia.

Sebuah lukisan berjudul absolut mistery, menarik buat saya. Dalam lukisan, sebuah mobil berjalan ke arah penon­ton dalam suasana ja­lanan yang sepi. Pada ujung jalan di kejauhan dengan jarak yang juga cu­kup jauh terdapat se­buah mobil. Jalan ini berada pada landscape alam yang lu­as.

Rerumputan dan pepohon­an, berada di samping kanan dan kiri. Awan cerah berada di atas. Sua­sana lukisan cerah seperti ini, dalam sunyi benar-benar me­nampilkan sebuah misteri. Nilai dari sebuah mis­teri, cerah tak selamanya ramai.

Sebelum kematiannya Ba­suki Abdullah sudah membuat sebuah wasiat berupa surat. Segala pening­ga­lannya akan dihibahkan kepada pe­merintah untuk menjaganya. Mu­seum yang ditinggalkan Basuki Ab­dullah sebuah hadiah besar dari se­orang seniman yang di­tinggalkan un­tuk orang ba­nyak.

Sebagai tempat untuk bela­jar. Se­bagai tempat untuk me­lihat ke­pi­ngan sejarah. Teru­tama sejarah se­ni­rupa yang ada di negeri tercinta In­donesia Raya ini. Basuki Ab­dullah su­dah memberi dan me­ning­gal­kan keabadian melalui karya-karyanya dan akan menjadi bagian da­lam sejarah yang tidak akan dilupakan.

()

Baca Juga

Rekomendasi