
Penyakit ini banyak berjangkit di negara yang belum dan sedang berkembang. Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2013, terdapat 9 juta kasus TB baru dan 1,5 juta penduduk dunia meninggal akibat infeksi kuman tuberkulosa. Indonesia menempati peringkat kelima sebagai negara yang memiliki jumlah penderita TB terbanyak, yaitu 410.000-520.000 kasus TB.
Tuberkulosa tulang dan sendi merupakan 35% dari seluruh kasus tuberkulosa ekstrapulmonal (TB di luar paru) dan paling sering melibatkan tulang belakang, yaitu sekitar 50% dari seluruh kasus tuberkulosa tulang.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab Pott’s Disease, dan merupakan anggota ordo Actinomicetales dan famili Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif lemah yaitu sulit untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk dihapus walaupun dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang tahan asam. Selain itu bersifat pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 µm.
Perjalanan Pott’s Disease
Penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri menahan cernaan enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi immunitas seluler. Jika bakteri tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu.
Reaksi tubuh manusia setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi 5 stadium, yaitu:
1. Stadium I (Implantasi) Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal soliter atau beberapa level.
2. Stadium II (Destruksi awal) terjadi 3-6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus intervertebralis.
3. Stadium III (Destruksi lanjut dan kolaps) terjadi 8 - 12 minggu setelah stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka akan terjadi destruksi hebat dan kolaps dengan pembentukan bahan pengejuan dan pus (cold abscess).
4. Stadium IV (Gangguan Neurologis) terdapat komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris dan otonom.
5. Stadium V (Deformitas dan Akibat) biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kifosis atau gibus tetap ada, bahkan setelah terapi.
Pertanda Terjadinya Pott’s Disease:
- Riwayat batuk > 3 minggu, berdahak atau berdarah disertai nyeri dada.
- Adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri.
Karakteristik nyeri: terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku.
- Kifosis oleh timbulnya gibbus yaitu punggung yang membungkuk.
- Paraplegia (Pott’s paraplegi) atau penurunan fungsi motorik dan sensorik
- Pada beberapa kasus terjadi pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.
Manajemen Terapi Pott’s Disease
Penanganan yang dilakukan berupa terapi dasar tuberkulosis dengan obat anti tuberkulosis (OAT), penggunaan obat ortosis serta operatif dengan tindakan debridemen, evakuasi pus, dan stabilisasi segmen tulang belakang pada spondilitis tuberkulosis:
a. Pemberian nutrisi yang bergizi
b. Pemberian Obat Anti Tuberkulosa ( OAT )
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
• Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
• Diberikan dalam dosis yang tepat
• Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan
• Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
c. Tirah Baring
Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada turning frame/plaster bed atau continous bed rest. Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.
Pemasangan gips bergantung pada level lesi. Pada daerah servikal dapat diimobilisasi dengan jaket Minerva, pada daerah vertebra torakal, torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi dengan body cast jacket, sedangkan pada daerah lumbal bawah, lumbosakral dan sakral dilakukan immobilisasi dengan body jacket atau korset dari gips yang disertai dengan fiksasi salah satu sisi panggul. Lama immobilisasi berlangsung kurang lebih 6 bulan, dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan.
d. Tindakan Operatif
Terapi konservatif memberikan hasil yang baik, namun pada kasus tertentu diperlukan tindakan operatif. Tujuan terapi operatif adalah menghilangkan sumber infeksi, mengkoreksi deformitas, menghilangkan komplikasi neurologik dan kerusakan lebih lanjut.
Keunggulan tersebut antara lain kejadian kifosis lebih sedikit, pembebasan jaringan saraf yang terkompresi dengan cepat, nyeri lebih cepat berkurang, tingginya persentasi dari fusi tulang, fusi tulang yang lebih cepat, tingkat relaps yang lebih rendah, dapat kembali beraktivitas lebih cepat dan lebih sedikit kehilangan jaringan tulang.
Prognosis Pott’s Disease bervariasi tergantung dari manifestasi klinik yang terjadi. Kepatuhan terapi dan resistensi obat juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kesembuhan.