
Tuli akibat bising menyebabkan tuli sensorineural/ tuli saraf dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Gangguan pendengaran akibat bising sering dijumpai pada pekerja industri di negara maju maupun berkembang.
Indonesia dapat disebut sebagai negara industri yang sedang berkembang, sehingga dalam upaya peningkatan pembangunan banyak menggunakan peralatan industri yang dapat menimbulkan kebisingan di lingkungan kerja.
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran corti di telinga dalam. Paling sering mengalami kerusakan adalah alat corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 – 6000 Hertz (Hz). Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik).
Gejala utama tuli akibat bising yaitu pendengaran berkurang dapat disertai tinitus (telinga berdenging). Tinitus akan menjadi lebih keras sensasinya bila terpapar bising dengan intensitas yang lebih besar. Hilangnya pendengaran sementara akibat pajanan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam (1-2 jam).
Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama (10-15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ corti sampai terjadi kerusakan total organ corti.
Proses ini belum jelas terjadinya. Mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler. Dengan demikian terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ corti. Akibatnya terjadi kehilangan pendengaran yang permanen.
Diagnosis tuli akibat bising ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih. Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan otoskop tidak ditemukan kelainan.
Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketulisannya tuli sensorineural.
Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000 – 6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.
Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu oleh bising latar belakang (background noise). Akibatnya bila orang tersebut berkomunikasi di tempat ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut sebagai cocktail party deafness.
Penatalaksanaan tuli akibat bising sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet).
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar/ ADB (hearing aid).
Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat dan perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya.
Perlu latihan pula pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendegaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi.
Di samping itu, karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli total pada kedua telinga dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant).
Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapat mengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising lingkungan kerja harus diusahakan lebih rendah dari 85 dB. Hal ini dapat diusahakan dengan cara melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai penutup telinga (ear muff) dapat menurunkan kebisingan antara 25-40 dB atau penggunaan sumbat telinga (ear plugs) dapat menurunkan kebisingan 18-25 dB bila bahannya terbuat dari karet.
Selain penutup dan penyumbat telinga, dapat digunakan penutup kepala. Mengendalikan suara bising dari sumbernya dapat dilakukan dengan memasang peredam suara dan menempatkan suara bising (mesin) dalam ruangan yang terpisah dari pekerja.
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.