
Medan, (Analisa). Stasiun Klimatologi Deliserdang menyebutkan, sebagian besar wilayah Sumatera Utara memasuki periode musim kemarau pertama pada Januari. Awal musim kemarau ditandai dengan jumlah curah hujan selama satu dasarian kurang dari 50 mm dan diikuti minimal dua dasarian berikutnya berturut-turut.
“Normalnya pada Januari ini sebagian Sumatera Utara masuk musim kemarau,” kata Kepala Stasiun Klimatologi Deliserdang, Klaus Johanes Apoh Damanik, Minggu (6/1).
Klaus didampingi Kepala Seksi Data dan Informasi Charles Alexander Tari menjelaskan, berdasarkan analisis curah hujan pada Desember 2018, terdapat beberapa wilayah yang diindikasikan sudah memasuki musim kemarau, yaitu sebagian wilayah pada Zona Musim 6 dan Zona Musim 7 seperti sebagian wilayah Kabupaten Batubara, Langkat, Serdang Bedagai, Simalungun, dan Kota Tebingtinggi.
Diungkapkan Klaus Damanik, sifat cuaca yang dinamis memungkinkan adanya potensi terjadinya gangguan-gangguan cuaca yang berdampak di wilayah Sumatera Utara dan dapat menyebabkan kondisi cuaca cukup labil yang dapat berubah sewaktu-waktu.
“Untuk itu, Stasiun Klimatologi Deliserdang selaku UPT BMKG mengimbau bagi masyarakat untuk terus mengupdate info cuaca melalui sosial media seperti, facebook, twitter, dan Instagram pada akun @infoBMKG dan @staklimdsd ataupun website www.bmkg.go.id dan www.bmkgsampali.net, serta channel youtube Stasiun Klimatologi Deliserdang.
Kemudian, jelas Alexander Tari berdasarkan hasil analisis curah hujan terkini pada dasarian III Desember 2018 menunjukkan secara umum curah hujan wilayah Sumatera Utara berada pada kategori rendah hingga menengah (0-150 mm). Hari tanpa hujan di Sumatera Utara umumnya memiliki kriteria masih ada hujan hingga sangat pendek (1-5 hari tanpa hujan). “Bahkan terdapat beberapa wilayah dengan Hari tanpa hujan kategori menengah (11-20 hari tanpa hujan) seperti di Kabupaten Serdang Bedagai,” sebutnya.
Pada Dasarian I Januari 2019, jelas Alexander diprakirakan umumnya curah hujan Sumatera Utara berada dalam kategori Menengah (51-150 mm). Adapun wilayah yang diprakirakan memiliki curah hujan kategori rendah (0-50 mm) meliputi sebagian Kabupaten Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Badai pabuk
Ditanya tentang adanya badai tropis pabuk pada awal Januari kemarin, Klaus Johnes Apoh Damanik mengungkapkan, badai tropis ini muncul di Laut China Selatan pada 1 Januari 2019 dan sejak 4 Januari kemarin intensitasnya meningkat menjadi siklon tropis pabuk.
Saat ini siklon tropis pabuk berada di sekitar Laut Andaman dan diprakirakan mengarah ke barat laut menjauhi wilayah Indonesia.
Dijelaskan Damanik, siklon tropis pabuk ini menarik massa udara di Sumatera Utara, sehingga mengurangi potensi terbentuknya awan konvektif penyebab hujan di wilayah Sumatera Utara. Akibatnya, curah hujan di wilayah Sumatera Utara secara umum menjadi berkurang.
Begitu juga dengan cuaca di wilayah Sumatera Utara, khususnya pantai timur termasuk Kota Medan, umumnya cerah berawan hingga berawan pada pagi hingga siang hari, berpeluang hujan lokal pada sore hingga malam hari. Kondisi ini diprakirakan akan bertahan hingga dua hari ke depan.
Damanik menjelaskan adanya siklon tropis secara umum mengubah pola cuaca pada wilayah di sekitarnya. Secara geografis, Indonesia bukanlah merupakan negara yang dilintasi badai tropis ataupun siklon tropis, namun apabila terdapat badai di sekitar wilayah Indonesia, maka Indonesia juga terkena dampak tidak langsung.
Dampak yang ditimbulkan dapat berupa hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi pada beberapa wilayah yang dekat dengan lokasi badai.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa tidak selamanya badai membentuk cuaca buruk di Indonesia.
Dalam beberapa kasus, adanya badai tropis atau siklon tropis justru menyebabkan berkurangnya potensi hujan. Hal inilah yang saat ini dialami oleh wilayah Sumatera Utara.
“Diharapkan kepada masyarakat untuk tetap tenang dan segera menghubungi Stasiun Klimatologi Deliserdang guna mendapatkan informasi terkini tentang perubahan cuaca,” ungkap Damanik. (rmd)