Nairobi, (Analisa). Hadiah Nobel Perdamaian 2019 diberikan kepada Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed atas keberhasilannya mengakhiri 20 tahun permusuhan dengan negara tetangga Eritrea. Tahun lalu, sang perdana menteri membawa negaranya berdamai dengan musuh lamanya itu.
Selama pertemuan di kementerian luar Ethiopia pada Juli, para pejabat terkejut dengan laporan media sosial bahwa perdana menteri mereka mengunjungi Eritrea.
Setelah menjadi perdana menteri pada April 2018, Abiy menerapkan reformasi liberalisasi, mengubah negara yang sebelumnya dijalankan dengan pengawasan ketat.
Dia membebaskan ribuan aktivis oposisi dari penjara dan mengizinkan para pembangkang pulang. Tetapi yang paling utama adalah kesepakatan damai dengan Eritrea.
"Komite Nobel Norwegia telah memutuskan untuk memberikan penghargaan Hadiah Nobel Perdamaian 2019 kepada Perdana Menteri Ethiopia.
Dia mencapai perdamaian dan kerja sama internasional, dan khususnya atas inisiatif yang menentukan untuk menyelesaikan konflik perbatasan dengan Eritrea", kata Komite Nobel dalam sambutan penghormatannya.
Ethiopia dan Eritrea terlibat perang perbatasan dari 1998 sampai 2000. Hubungan diplomasi kedua negara baru pulih lagi pada 2018.
Komite Nobel Norwegia berharap, perjanjian perdamaian yang sekarang disepakati kedua negara akan membantu membawa perubahan positif untuk seluruh warga Ethiopia dan Eritrea.
Abiy Ahmed Ali, 43 tahun adalah kepala pemerintahan termuda di Afrika saat ini.
Kemenangan dan pengakuan ini adalah kemenangan kolektif untuk seluruh Ethiopia, dan seruan untuk memperkuat tekad kami dalam menciptakan cakrawala harapan baru Ethiopia menuju negara yang makmur bagi semua," kata kantor Perdana Menteri menyambut penghargaan Nobel Perdamaian 2019.
Pernyataan itu juga memuat reaksi PM Abiy Ahmed Ali, yang mengatakan: "Kami bangga sebagai sebuah bangsa."
Sesuai tradisinya, Hadiah Nobel Perdamaian akan diserahkan di Oslo pada 10 Desember mendatang, hari peringatan kematian industrialis Swedia Alfred Nobel. (Rtr/es)