Melawan Pelaku Kejahatan Karhutla

melawan-pelaku-kejahatan-karhutla

Oleh : Ade Sundari.

Ternyata tahun 2015 bukan­lah kabut asap terakhir yang melanda ne­geri ini. Ibu pertiwi telah kembali di­rundung duka karena paru-paru ne­geri ini tercemari asap berbahaya yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada September lalu. Ka­but asap adalah masalah fenomenal Indonesia yang tidak bisa dianggap “en­teng”. Pasalnya Asap yang meru­pa­kan penyakit tahunan ini telah ba­nyak melumpuhkan berbagai sektor ak­tivitas masyarakat. Sebut saja da­rurat kesehatan yang diderita oleh ka­langan anak anak dan remaja.

Sungguh sangat disayangkan tidak se­dikit anak anak menderita ISPA (Inf­eksi Saluran Pernapasan Akut) karena tidak mendapatkan asupan udara yang sehat dan bersih. Lebih mem­bahayakan lagi hal ini juga ber­dampak pada ibu yang mengandung. Bagai­mana tidak? janin akan menjadi sangat rentan apabila seorang wanita hamil terpapar dan terhirup asap dalam kurun waktu yang lama. Tercatat dari Badan Nasional Penanggulangan Ben­cana (BNPB) dan Kementrian Ke­se­hatan per 16 September 2019 pukul 16.00 terdata setidaknya 144.219 ribu warga di Sumatera dan Kalimantan yang terkena ISPA.

KBM Tidak Sempurna

Kita telah saksikan bersama kasus karhutla ini cukup memakan waktu yang lama. Sebagai putra daerah Riau, penulis sering mendapatkan liburan tambahan di luar libur nasional yang di­te­tap­kan oleh pemerintah daerah ka­rena untuk melindungi para siswa agar tidak terjangkit penyakit ISPA. Ini adalah efek utama yang paling fatal dari asap karhutla, tanpa disadari Ke­gia­tan Belajar Mengajar (KBM) seko­lah yang ada di wilayah terkena asap ini menjadi tidak optimal, tentu saja hal ini akan berdampak pula pada tidak sempurnanya proses penyam­pa­­ian dan pemahaman materi dari guru ke siswa. Padahal kita tahu bahwa Pen­­didikan adalah kunci masa depan bangsa, lantas dengan arogannya pre­da­tor hutan telah merenggut hak-hak ge­nerasi muda untuk bersekolah dengan leluasa.

Pada tanggal 9 September 2019, Dinas Pendidikan atas dasar instruksi dari Gubernur Riau untuk meliburkan siswa sebagai bentuk tindak pengama­nan dampak asap karena level Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) te­lah mencapai level sangat tidak sehat alias berbahaya. Terakhir tanggal 13 Sep­tember 2019 kepala Disdik Riau ba­pak Rudyanto mengatakan bahwa se­t­iap sekolah dapat mengambil ke­bija­kan sendiri dan jika udara mem­baik akan kembali normal aktivitas sekolah. Sekali lagi asap adalah salah satu bentuk kejahatan pemicu sakitnya sistem dan proses pendidikan yang berlangsung di negeri kita.

Hal lain juga mengganggu kehidu­pan margasatwa serta flora dan fauna yang ada di wilayah terjadinya keba­ka­ran hutan. Tentunya ini akan sangat menggangu habitat mereka. Dampak yang akan kita rasakan yaitu rusaknya ekosistem yang ada di hutan tersebut, sehingga hutan yang berperan sebagai paru paru dunia tidak akan berfungsi dengan maksimal. Spesis langka dan hewan serta tumbuhan di hutan akan mengalami kemerosotan, dan tidak sedikit diantara mereka harus memilih mendatangi pemukiman warga atau mati di lalap si jago merah. Padahal hutan adalah titipan Tuhan untuk kita jaga kelestariannya, dan kita semua akan dimintai pertanggungjawaban untuk itu semua. Ganasnya kejahatan yang dilakukan oleh oknum yang tak ber­tanggungjawab dalam hal ini tidak hanya merugikan manusia saja, tetapi juga merusak alam, udara, dan juga membunuh kehidupan hewan di­dalam­nya secara paksa.

Terakhir, kabut asap karhutla juga menjadi penjagal yang menohok pada roda perekonomian daerah, tepatnya di industri penerbangan. Banyak pesawat yang delay dan kesulitan take off karena jarak pandang di udara sangat terbatas. Bandara udara yang merupakan simpul perekonomian daerah sangat dibutuhkan untuk beroperasi secara maksimal. Tambah lagi, kabut asap yang mengudara ke negara tetangga sebut saja Malaysia, Singapura dan Thailand juga menga­lami dampak yang serupa. Tidak bisa di­pungkiri hal ini tentu juga ber­dam­pak negativ pada keberlang­su­ngan aktivitas di negara-negara tetangga.

Penulis yang pernah mengalami si­tua­si ini secara langsung, mengajak un­tuk menyadari betapa krusialnya pe­ran hutan untuk kehidupan kita se­mua, maka dari itu sama-sama kita melawan kejahatan karhutla ini, pejabat pemerintahan hingga meluas ke masyarakat umum hendaknya saling bersinergi agar kejadian yang sama tidak kembali terulang di tahun yang akan datang. Indonesia lebih baik menjadi primitif dari pada harus modern, jika masih banyak yang mengira hutan tidak lagi berharga. Ke­bakaran yang disengaja maupun tidak disengaja, baik dalam skala besar maupun kecil, tetap tidak bisa di-elakkan semua akan terkena dam­pak­nya yang meliputi kerugian material atau pun non material, fisik dan juga psikis. ***

Penulis adalah alumni Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi