
MENURUT kalangan ilmuwan, serangga bisa menjadi sumber pangan penting untuk masa depan. Tak hanya lezat, peneliti Belanda Arnold van Huis juga mengatakan serangga, juga lebih ramah lingkungan.
Van Huis sendiri mengaku sebagai pemakan serangga juga.
Arnold van Huis menuturkan; “ Ya, sekitar sekali seminggu. Ada sejumlah toko di Belanda, tempat membeli serangga. Atau bisa juga pesan di internet.”
Menurutnya serangga yang paling lezat adalah belalang dan juga jangkrik, tapi mereka belum tersedia untuk pasar Belanda.
Rasanya seperti ayam atau daging sapi saja, harus dimasak dengan baik dan diracik sedemikian rupa. Dan juga tergantung jenis serangganya. Jangkrik terasa enak kalau hanya digongseng sedikit. Begitu juga dengan belalang.
Menurutnya cara terbaik menambahkan rasa pada serangga adalah dengan membubuhi sedikit garam, tomat dan bawang. Terkadang juga dibuat pucat atau dimasak. Bisa juga dihaluskan dan diubah menjadi berbagai macam produk.
Menurutnya, serangga adalah sumber pangan penting untuk masa depan. Karena lebih dari 70 persen lahan pertanian di seluruh dunia digunakan untuk hewan ternak. Ketika permintaan atas daging meningkat, oang perlu sumber protein baru. Dan serangga adalah, dari segi diet, cukup serupa. Mereka bahkan lebih baik dan lebih sehat dikonsumsi.
Serangga rasanya bisa lezat. Tetapi apa sebabnya orang tidak lebih sering menyantapnya, padalah serangga mudah diternak, pakannya jauh lebih sedikit dari sapi, kambing atau babi, tidak butuh lahan luas mengbang biakkannya, dan bisa berkembang biak secara cepat dan hampir tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Yang namanya pengembang biakan tentu perlu juga dilihat dari sisi lingkungan apakah, serangga itu merusak lingkungan a tau bagaimana?
Serangga memproduksi lebih sedikit gas rumah kaca dan amonia. Mereka sangat efisien dalam mengubah apa yang mereka makan menjadi bobot tubuh. Mungkin karena serangga berdarah dingin. Mereka tidak perlu makanan ekstra untuk menjaga suhu tubuh yang hangat.
Pakan
Untuk memproduksi satu kilogram daging sapi diperlukan 25 kilogram pakan ternak. Untuk satu kilogram serangga, pangan yang dibutuhkan hanya dua kilogram.
Namun kebanyakan warga Eropa saat ini tidak dapat membayangkan makan serangga. Benar, tapi ini berhubungan dengan persepsi dan perasaan orang. Ini sebuah fenomena psikologis. Masalahnya bukan pada rasa serangga, orang bisa membuatnya menjadi santapan yang lezat.
Untuk meyakinkan orang atau masyarakat hingga mau makan serangga, pertama-tama harus menyediakan cukup informasi mengenai serangga, termasuk keterangan bahwa menyantap serangga tidak berbahaya. Banyak orang yang mengaitkan serangga dengan hal-hal yang kotor. Juga para penggelut gastronomi harus mencari cara untuk menciptakan hidangan serangga yang nikmat.
Sekarang pun sudah ada restoran yang menawarkan serangga dalam menu. Contohnya restoran Noma di Kopenhagen, yang sekali lagi diakui sebagai restoran terbaik di dunia. Mereka punya serangga dalam menu.
Seringkali para koki menyontek resep koki-koki terkenal. Itulah sebabnya ilmuwan berharap bakal ada juga acara televisi yang mempraktekkan masak dengan bahan serangga. Kalau sudah mencapai titik ini, mentalitas dan persepsi orang dapat berubah dengan cepat.
Arnold van Huis adalah seorang periset serangga di Universitas Wageningen, Belanda, dan salah satu penyelenggara konferensi 'Insects to feed the world.' Ia juga telah menerbitkan sebuah buku resep untuk serangga. (dwc/dpa/ar)