
SPESIES ular jenis baru, Atractaspis branchi, atau ular Stiletto Branch, ditemukan hidup di Liberia barat laut dan Guinea Tenggara.
Ular berbisa kerap digambarkan menyerang lawannya dengan menggigit atau setidaknya membuka mulut untuk menyemburkan bisa. Tetapi ada satu spesies ular yang tak perlu menganga untuk menyalurkan bisa ke tubuh lawan. Ia menyerang menggunakan bagian samping kepalanya.
Spesies baru tersebut ditemukan tim riset internasional hidup di daerah Liberia bagian barat dan bagian tenggara Guinea. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Zoosystematics and Evolution tersebut menyimpulkan bahwa ular itu termasuk keluarga stiletto (Atractaspidinae).
Para ahli reptil (herpetolog) itu, dilansir UPI News (11/3/2019), meneliti tiga spesimen yang mereka temukan. Dari hasil pantauan, ular itu memiliki bentuk tengkorak dan sistem pengiriman racun yang tidak biasa. Sistem itu memungkinkan mereka menyerang dan menusuk dengan taring yang menjulur keluar dari sudut samping mulut mereka.
Setelah penelitian lebih lanjut, para ilmuwan mengonfirmasi bahwa ketiga spesimen itu tidak terkait dengan semua spesies ular stiletto yang dikenal. Mereka kemudian memberinya nama Atractaspis branchi, atau ular stiletto Branch untuk menghormati herpetolog Afrika Selatan yang meninggal dunia pada Oktober 2018, Prof. William Roy (Bill) Branch.
Tim peneliti, yang dipimpin oleh Dr. Mark-Oliver Roedel dari Natural History Museum Berlin, Jerman, mengumpulkan spesimen pertama dari spesies baru dari tebing curam dari sungai kecil berbatu di hutan hujan cemara dataran rendah di Liberia.
Setelah mengambilnya, ular itu mencoba menyembunyikan kepalanya di bawah lilitan tubuh, menekuknya di sudut yang hampir benar, sehingga taringnya sebagian terlihat di samping. Kemudian, ular itu berulang kali menyerang.
Menurut peneliti pada Geek (11/3), ular itu juga mampu melompati jarak hampir sepanjang tubuhnya. Dua spesimen lain yang digunakan untuk deskripsi spesies ditemukan di perkebunan pisang, singkong, dan kopi di Guinea.
Berpotensi
Menurut African Snakebite Institute dinukil Newsweek (12/3), dalam sebagian besar kasus, racun ular stiletto tidak cukup kuat untuk membunuh manusia. Namun, racun itu berpotensi menimbulkan kerusakan serius dan rasa sakit yang luar biasa, pembengkakan bagian tubuh, lepuh, dan kerusakan jaringan yang dapat menyebabkan korban kehilangan nyawa.
Sebaliknya, bagi hewan seperti katak, hewan pengerat atau hewan kecil lainnya, racun ular stiletto adalah akhir dari kehidupan mereka.
Hewan berbisa ini dapat menyerang dan menyuntikkan mangsanya dengan racun dari samping. Pada kasus yang tidak biasa, mereka bahkan dapat melakukan serangan ke samping dengan mulut tertutup.
Itu membuat mangsanya bahkan tidak mengira mereka telah tergigit. Ular tipe ini sering mengeluarkan serangan tiba-tiba, tidak seperti ular lainnya yang biasanya mengancam mangsanya dengan gertakan khusus.
Karena sistem pengiriman racun yang unik, A. branchi hampir tidak mungkin dipegang dengan aman dengan cara biasa (dengan jari di belakang kepala) tanpa digigit. Mereka bahkan mampu menusuk dengan taring yang menonjol secara independen sementara mulut mereka tertutup.
Saat ini diperkirakan ada lebih dari 20 spesies ular stiletto, yang sebagian besar ditemukan di Afrika sub-Sahara--meskipun dua dari mereka asli dari Timur Tengah. Binatang melata ini hidup di berbagai habitat, mulai dari semi-gurun pasir hingga hutan hujan.
Spesies baru ini diperkirakan hidup di hutan hujan atau tepi hutan hujan, dan endemik di kawasan hutan Guinea, sebuah kawasan dengan keanekaragaman hayati yang kaya, meskipun memiliki banyak ancaman buatan manusia.
"Penemuan spesies ular endemik baru dari hutan-hutan Guinea Barat bagian barat tidak terlalu mengejutkan," kata para peneliti dikutip Science Daily.
"Namun, survei lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui jangkauan spesies-spesies baru ular, dan untuk mengumpulkan informasi mengenai kebutuhan ekologis serta bagian-bagian biologisnya." (upi/ba/mor/ar)