Tren Coworking Space Diminati Pebisnis Milenial

tren-coworking-space-diminati-pebisnis-milenial

TREN kerja di coworking space (ruang bersama) jadi pilihan mile­nial. Beragam faktor menjadi alasannya. Mulai dari faktor efisien, fleksibel, hingga prestise, dan terpenting ekonomis. Benarkah?

Coworking space adalah sebuah tempat di mana para individu-individu yang memiliki latar bela­kang pekerjaan pun bisnis, bekerja dalam sebuah tempat. Asal dari definisi coworking space itu sendiri adalah berasal dari kata coworking, yang bisa diartikan kerja sama atau berkolaborasi.

Tren ini muncul seiring berkembangnya tekno­lo­gi digital. Bersamaan itu profesi-profesi baru di era digitalisasi bermunculan, bahkan kini telah menjamur. Pengalaman Hendri saja contohnya. Sebagai salah satu tenant di Cradle Coworking Space yang Analisa temui di Cambridge Medan, Senin (30/9) lalu, mengaku bekerja menggunakan coworking space sangat efisien. Dia pun telah membuktikan dengan pengalamannya sendiri.

“Sebelum menggunakan coworking space, kantor pusat telah menyewakan sebuah rukan (ruko kantor). Namun sebagai pekerja lapangan, kantor kerap ditinggal. Dengan begitu, kantor pun sering tutup. Masalah timbul ketika klien datang ke kantor dan mendapati kantor tutup. Sementara semua hal termasuk komunikasi terhubung dengan pusat (Jakarta), sehingga menyewa rukan saat itu sangat merugikan,” kata pria yang berprofesi sebagai area sales manager di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang aplikasi ini.

Kini sejak memutuskan bekerja menggunakan coworking space, Hendri tidak perlu khawatir selama menjalankan tugasnya di lapangan. Soal komunikasi antara pusat dan klien, coworking space telah menyediakan jasa admin dan customer service. Dengan begitu tak ada pesan klien yang terabaikan.

“Bagi saya, ruang bersama ini sangat efisien. Saya juga tidak memikirkan tentang biaya listrik, air, jasa kebersihan, juga kebutuhan dapur seperti kopi, teh dan lainnya. Semuanya sudah ditang­gulangi oleh coworking space,” ujarnya.

Terkait itu, pengamat coworking space, Steven mengaminkan pendapat Hendri. Menurutnya tren orang-orang bekerja di coworking space kian pesat dalam kurun beberapa tahun belakangan. Keba­nyakan adalah para milenial yang dikenal sebagai generasi digitalisasi. Mencakup juga para freelan­ce, pun perusahaan-perusahaan luar kota yang ingin mengembangkan bisnisnya di Kota Medan.

Logikanya sederhana saja sebenarnya. Menurut­nya per 10 tahun yang akan datang, harga tanah tak akan menurun, tapi akan terus meningkat. Semen­tara kesempatan para fresh graduate jumlahnya bisa mencapai ribuan.

Adapun lowongan pekerjaan, perbandingannya 1:100. Dari 100 pelamar hanya satu saja yang diterima. Pertanyaannya, kemana ditampung 99 pelamar lainnya? Tentu dengan terbukanya profesi digitalisasi ini anak-anak muda bisa membuka bisnisnya sendiri.

Begitupun, sebagai pemula, membangun bisnis baru bukanlah hal yang mudah dan memetik hasilnya juga tak cepat. Itu sebab coworking space men­jadi pilihan anak muda yang ingin membangun bisnisnya sendiri tanpa perlu repot-repot memikir­kan hal-hal sederhana yang wajib.

“Contohnya menyewa sebuah tempat yang dijadikan sebagai kantor. Sudah tentu juga harus memikirkan lain-lainnya, seperti SDM admin, customer service, belum lagi soal furnitur kantor, termasuk pekerja yang membersihkan kantor, pekerja logistik yang menyediakan makan dan minum sehari-hari, juga untuk tamu (klien) yang datang. Jangan lupakan juga soal biaya listrik, air, dan lain sebagainya. Sementara itu cerita keuntu­ngan bisnis masih membutuhkan waktu yang panjang,” bebernya.

Ekonomis

Karena tak mau repot, maka coworking space adalah pilihan yang ekonomis. Bagaimana kalau usa­ha bisnis tidak berjalan mulus? Maka jadinya merugi dua kali. Secara bisnis rugi, secara modal usaha juga rugi. Seperti properti kantor yang jika dijual sekalipun harganya tak bisa mengembalikan harga pertama ketika membeli properti itu. Tetap saja rugi.

Setidaknya ada dua tipe coworking space di Indonesia sampai saat ini. Pertama tipe coworking space yang bersifat bisnis. Umumnya berlokasi di pu­sat kota. Kedua, tipe coworking space yang bersifat life style. Biasanya berlokasi di pinggirang kota.

“Coworking Space yang bersifat life style banyak diminati para mahasiswa, juga komunitas, dan organisasi. Itu pun kebanyakan mereka memilih dengan sistem daily coworking space. Jumlahnya juga beragam. Biasanya mereka membahas tugas kuliah, atau sekadar diskusi tentang suatu hal,” ungkap Steven.

Menariknya, disahuti Hendri, coworking space juga memberikan peluang kolaborasi antara sesama pengguna. Seperti perusahaan start up yang berkolaborasi dengan perusahaan fotografi, juga sebaliknya.

Dengan kata lain, ada banyak peluang yang bisa ditemui saat bekerja bersama menggunakan ruang bersama. Richardson Chanlie yang berprofesi sebagai architect consultant ini, mengaku mengg­unakan dua ruang sekaligus untuk bidang peker­jaan yang berbeda. Pertama untuk perusahaan yang bergerak di bidang media kuliner. Kedua untuk bidang arsitek.

“Lokasi coworking space ini sangat strategis karena berada di inti kota. Hal ini memudahkan para klien untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan kami,” katanya kepada Analisa.

Di luar dari itu, pria yang dikenal dengan nama Koko Merah ini menyebutkan, tren coworking space memang sedang diminati perusahaan-perusahaan yang mengembangkan usahanya di kota lain.

Begitupun hal itu tidak membuat properti menjadi turun. Karena menurutnya, bagaimanapun properti tetap berkembang, selain menjadi kantor bisa juga sebagai hunian. Namun pasar anak-anak muda yang memiliki usaha, jika dulunya harus menyewa kantor kini bisa menggunakan cowor­king space, karena lebih praktis. Boleh dicoba.

()

Baca Juga

Rekomendasi