
PEMISAHAN India dan Pakistan terjadi pada 1947 dengan cara yang bisa dibilang cukup tergesa-gesa. Pada saat itu, hanya beberapa orang yang mengerti apa penyebab dan akibat dari pemisahan itu, dan migrasi skala besar yang terjadi setelahnya mengejutkan semua orang di zaman itu.
Kedua negara kemudian menghadapi masalah besar dalam mengakomodasi dan merehabilitasi para pengungsi pascapemisahan, yang jumlahnya membengkak ketika kedua negara berperang atas wilayah yang disengketakan, Jammu dan Kashmir pada 1947-8.
Kemudian timbul ketegangan komunal yang memicu gerakan lebih lanjut, dengan sedikit orang masih bermigrasi hingga 1960-an.
Kini akibat kecamuk pertikaian antara India dan Pakistan, dikhawatirkan pada 2025 mendatang, gerilyawan menyerang parlemen India, menewaskan sebagian besar pemimpin negara itu. India membalas dengan mengirimkan tank ke wilayah Kashmir yang dikendalikan Pakistan.
Jika hal itu benar terjadi, Pakistan menyerang pasukan musuh dengan senjata nuklirnya. Perang itu memicu konflik paling mematikan dalam sejarah dan menyebabkan jutaan ton asap hitam tebal ke atmosfer.
Skenario ini digambarkan para peneliti dalam sebuah makalah baru yang diterbitkan pada Rabu (2/10). Skenario memperkirakan lebih 100 juta orang tewas, disusul kelaparan massal berskala global.
Perang juga diperkirakan akan memicu planet Bumi memasuki periode baru pendinginan, di mana suhu akan sama seperti ketika Zaman Es terakhir. Skenario itu muncul di tengah ketegangan terbaru antara dua negara saingan Asia Selatan itu, yang sudah pernah berperang beberapa kali di wilayah Kashmir berpenduduk mayoritas Muslim. Keduanya sama-sama mengembangkan persenjataan nuklir.
Perang nuklir
India dan Pakistan saat ini masing-masing memiliki sekitar 150 hulu ledak nuklir, dengan jumlah yang diperkirakan akan meningkat menjadi lebih 200 pada 2025.
"Sayangnya ini tepat waktu karena India dan Pakistan masih dalam konflik terkait Kashmir, dan setiap bulan atau lebih Anda dapat membaca tentang orang yang sekarat di sepanjang perbatasan," ujar Alan Robock, seorang profesor ilmu lingkungan di Rutgers University yang menulis makalah di Science Advances, kepada AFP, Kamis (3/10).
Perdana Menteri India Narendra Modi menghapus status otonomi Kashmir yang dikendalikan India pada Agustus. Merespons hal itu, Predana Menteri Pakistan Imran Khan memperingatkan pekan lalu bahwa perselisihan itu dapat meningkat menjadi perang nuklir.
Terakhir kali kedua negara terlibat konflik di perbatasan pada Februari. Berdasarkan populasi mereka saat ini dan pusat-pusat kota yang kemungkinan akan menjadi sasaran, para peneliti memperkirakan hingga 125 juta dapat tewas jika 100 kiloton senjata digunakan; yang enam kali lebih kuat dari bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Sebagai referensi, sekitar 75-80 juta orang tewas dalam Perang Dunia II.
Tapi itu hanya awalya saja. Penelitian itu juga menemukan bahwa badai api massal yang dipicu ledakan senjata nuklir dapat melepaskan 16 hingga 36 juta ton karbon hitam ke atmosfer, hingga menyebar ke seluruh dunia dalam beberapa pekan. (afp/es)