
New York, (Analisa). Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) PBB, Antonio Guterres, Selasa (8/10), membenarkan penyataannya yang tersebar luas bahwa PBB bisa kehabisan uang pada akhir Oktober ini karena mengalami defisit sebesar US$ 230 juta (Rp 3,2 triliun).
Dalam surat yang ditujukan kepada 37 ribu pegawai Sekretariat PBB, Guterres sebelumnya menegaskan menyatakan langkah-langkah khusus tambahan akan diambil untuk memastikan gaji dan hak bisa dibayarkan.
"Negara-negara anggota (PBB) hanya membayar 70 persen dari jumlah total yang dibutuhkan untuk anggaran operasional rutin kita di tahun 2019. Ini memicu kekurangan uang tunai sebesar US$ 230 juta pada akhir September. Kita berisiko menguras cadangan likuiditas kita pada akhir bulan," sebut Guterres.
Untuk menghemat pengeluaran, Guterres menyebutkan langkah seperti menunda konferensi-konferensi dan rapat-rapat dan mengurangi layanan, sambil membatasi kunjungan resmi ke aktivitas-aktivitas penting saja dan mengambil langkah untuk menghemat energi.
Seorang pejabat PBB yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa awal tahun ini, Guterres telah meminta negara-negara anggota PBB untuk meningkatkan kontribusi untuk menghindari masalah finansial, namun negara-negara itu menolak.
"Tanggung jawab utama bagi kesehatan finansial kita ada pada negara-negara Anggota," tegas Guterres.
Diketahui bahwa tanpa menyertakan operasi menjaga perdamaian, anggaran operasional PBB untuk tahun 2018-2019 mencapai angka US$ 5,4 miliar, dengan Amerika Serikat (AS) memberikan kontribusi paling besar yakni 22 persen.
Sejumlah negara, terutama negara-negara besar, dan dipelopori AS, menunda sumbangan untuk PBB dengan berbagai alasan.
Tanpa dana yang cukup, program-program PBB, termasuk gaji pegawai, terancam dihentikan. Sejumlah negara telah mengeluarkan pernyataan kekhawatiran akan hal ini. Kevakuman aktivitas PBB bisa menyerempet ke persoalan-persolaan lain di dunia. (Ant/AFP)