Masjid Biru Sankt Peterburg

masjid-biru-sankt-peterburg

MASJID Biru mulai diba­ngun pada 1910 ketika umat Islam di Ru­sia saat itu hanya berjumlah se­­kitar delapan ribu orang. Me­ngun­jungi masjid tersebut cukup me­narik dan memang berada di salah satu kota terindah di Rusia, Sankt Peterburg. Selama berwisata di kota yang indah tersebut, sangat disarankan untuktidak menyia-nyia­kan kesempatan mengunjungi Masjid Biru yang terkenal ini.

Masjid indah yang berdiri ko­koh di pusat kota ini ternyata me­mi­liki kenangan manis apabi­me­nyempat­kan diri mampir ke kota Le­ningrad (dulu bernama kota Sankt Peter­burg). Kota ini sangat can­tik, me­miliki arsitektur yang mem­pesona, dan terletak di delta Su­ngai Neva. Tak heran, kota ini per­nah menjadi rebutan banyak negara.

Di kota ini pula berdiri istana-is­tana terkenal, seperti Istana Mu­sim Panas Petergof, Istana Mu­sim Dingin Hermitage, serta Benteng Petropavlovskaya. Saat melintasi jembatan Troitskiy yang berdiri di atas Sungai Neva, pandangan Soe­kar­no saat itu tertuju pada bangu­nan berbentuk masjid yang berada di kejauhan.

Bangunan itu memiliki kubah biru dengan gaya arsitektur Asia Tengah. Dua menara kembarnya yang menjulang tinggi berhadapan de­ngan beberapa gereja di seki­tar­nya. Sekitar tahun 1950-an masjid itu dulu tidak difungsikan. Seka­rang mampu me­nampung lebih dari tiga ribu jemaah muslim untuk beribadah, demikian cerita Mufti Besar Sankt Peterburg Zhafar Ponchaev.

Di kawasan itu dulupun sebe­nar­nya banyak bangunan secara fisik adalah sebuah masjid, tapi te­lah beralih fungsi menjadi se­buah gudang. Dulu di bawah peme­rin­tahan komunis Uni Soviet, se­luruh masjid dan gereja di seluruh negara itu beralih fungsi menjadi gu­dang dan beragam kegunaan lain. Mas­jid Biru, salah satunya, dija­dikan gudang sejak Perang Dunia II.

Masjid Biru mulai dibangun pada 1910 ketika umat Islam di Ru­sia saat itu hanya berjumlah se­kitar delapan ribu orang. Se­bagian besar para pekerja yang mem­bangun masjid ini adalah me­reka yang tengah membangun ka­pal di galangan Sungai Neva. Para pekerja muslim ini berasal da­ri kawasan selatan Soviet se­perti Dagestan, Kazakhstan, Tajikistan, dan Turkmenistan.

Izin pembangunan masjid ini diberikan langsung oleh Tsar Ni­kolay II pada 3 Juli 1907 di Pe­tergof.

Ornamen

Sang arsitek masjid, Nikolay Vasilyev, memadukan ornamen ke­timuran dan mosaik biru toska pada kubah, gerbang masjid, me­nara, serta mihrab imam. Tak heran, masjid ini pun lebih dikenal dengan nama Masjid Biru.

Pembangunan masjid dilaku­kan setelah dibentuk komite khu­sus pada 1906 yang diketuai Ahun Ataulla Bayazitov. Emir Bukhara Said Abdoul Ahad ter­catat sebagai penyumbang terbesar pemb­a­ngu­nan masjid ini.

Said Abdul Ahad membiayai se­mua biaya pembangunan masjid. Saat resmi dibuka pada 1913, Masjid Biru adalah masjid terbesar di Eropa. Masjid ini memiliki ku­bah biru setinggi 39 meter dan me­nara kembar setinggi 49 meter.

Setelah ditutup dan dijadikan gudang pasca-Perang Dunia II (1942 – 1956), masjid ini dipugar secara besar-besaran pada 1980. Sang penjaga masjid, Alimzhan mengatakan, Masjid Biru selalu menjadi objek kunjungan pemim­pin-pemimpin negara Islam bila datang ke Sankt Peterburg.

“Saya sendiri bertemu Gamal Ab­dul Nasser dari Mesir ketika be­liau berkunjung ke sini,” ka­tanya.

Kini, Masjid Biru masih berdiri tegak di Sankt Peterburg. Ling­ku­ngannya tak berubah, masih tepat di jantung kota, berseberangan de­ngan benteng Petropavlovs­ka­ya. Di depannya, terben­tang Ta­man Gorkorvskaya yang luas dan di­penuhi pe­pohonan tua.

Di dalam masjid ter­ham­par kar­pet biru, din­ding-dindingnya dihias dengan ornamen-orna­men khas Rusia dan tak lupa hiasan ka­ligrafi di setiap su­dutnya. Saat berkunjung ke masjid bersejarah ini,selalu ditemui orang-orang mus­lim dari berbagai ne­gara teru­tama sebelum atau sete­lah mela­kukan ibadah salat seperti, India, Tajikistan dan sebagainya yang sedang beribadah.

Seusai salat,tentu ada kesem­patan berbincang-bincang dan atau bisa juga menyempatkan diri untuk mem­baca Alquran bersama me­re­ka. Me­nurut Alimzhan, se­tiap ha­ri Jumat mas­jid ini penuh oleh umat Islam yang menunaikan ibadah salat Jumat.

Masjid Biru telah menjadi saksi ma­nisnya hubungan Uni Soviet de­ngan sejumlah negara Islam ter­masuk Indonesia di era '50-an. Rasa saling per­caya membuat negara itu dapat mem­bina hubungan yang di­da­sarkan pada ketulusan dan ke­jujuran. Itu mem­buktikan bahwa perbe­daan ideologi tak menjadi peng­halang untuk men­jaga hubungan antar ne­gara, sambil terus saling menghor­mati satu sama lain. (rgazeta/rbthc/fa/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi