
Oleh: Hj.Tjek Tanti, Lc,MA. Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, bahkan Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia. Sebagai muslim ada satu kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu ibadah haji. Haji bukan hanya kewajiban bagi umat Islam tetapi juga menjadi impian dan harapan yang didambakan. Walaupun ibadah haji ini hanya diwajibkan bagi yang mampu secara fisik, mental dan finansial, namun orang yang tidak mampu pun begitu antusias untuk bisa melaksanakannya. Sayangnya orang yang sudah benar-benar mampu pun tidak mudah melaksanakannya, karena saat ini bagi muslim di Indonesia ibadah haji menjadi terlalu sulit untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan adanya daftar tunggu yang cukup lama sehingga seseorang yang sudah mendaftar harus menunggu hingga belasan tahun untuk mendapatkan giliran berangkat haji.
Bagi mereka yang memiliki dana berlebih, hal ini tidaklah mencemaskan, karena saat ini sudah banyak biro perjalanan yang menyiapkan haji non kuota atau dewasa ini lebih dikenal dengan haji furoda yang menelan biaya sampai lebih 200 juta rupiah. Biro perjalanan yang dipercaya dapat mengurus visa furoda ini langsung ke otoritas kerajaan Arab Saudi dan calon jama’ah haji yang berminat dapat langsung berangkat. Sistem ini tidak berhubungan secara resmi dengan pemerintah Indonesia dan jamaah yang diberangkatkan ke tanah suci juga tidak mengambil jatah kuota yang diberikan untuk Indonesia.
Karena lamanya antrian haji regular dan mahalnya biaya haji furoda, banyak calon haji yang tidak sabar dan beralih ke ibadah umroh. Sebagian besar ummat Islam tidak lagi berfikir untuk berhaji dengan alasan usia yang sudah tua, harus menunggu waktu yang lama juga karena alasan kondisi kesehatan mereka. Mereka tidak sadar bahwa dengan umroh saja tidaklah bisa melepaskan kewajiban berhaji.
Mungkin ada baiknya jika pendaftaran haji di stop dahulu. Toh mendaftar sekarang harus menunggu 15 tahun bahkan lebih lama. Setelah semua calon jamaah haji yang waiting list berangkat baru kemudian pendaftaran haji dibuka kembali. Begitu mendaftar tahun itu juga berangkat. Jadi hanya mereka yang sudah mampu melunasi seluruh biaya haji saja yang diterima, sementara yang belum bisa menabung lebih dahulu. Bukankah melaksanakan haji ke Baitullah sejatinya hanya dibebankan untuk umat Islam yang mampu secara financial, sehat jasmani dan rohani serta aman dalam perjalanan? Artinya kewajiban haji tidak ditujukan bagi yang tidak atau belum mampu. Seperti inilah kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia sampai sekitar tahun 2007.
Animo umat Islam yang begitu tinggi untuk berangkat ke tanah suci dan terhalangnya mereka untuk segera berhaji dikarenakan antrian panjang, membuat sebagian besar umat Islam memilih umroh saja dahulu dari pada berhaji. Atau karena kurangnya ilmu para calon jamaah haji ini mereka memutuskan untuk umroh saja dan tidak mendaftar haji. Hal ini telah membuka peluang yang cukup besar bagi biro perjalanan tour dan travel untuk memfasilitasi perjalanan umroh sekaligus wisata religi. Dalam waktu yang singkat muncul biro perjalanan umroh bak cendawan di musim hujan.
Namun semakin menjamurnya biro perjalanan umroh ini, persaingan pun semakin ketat. Berbagai jurus promosi digencarkan. Bagi mereka yang memiliki keterbatasan dana diperbolehkan untuk menabung terlebih dahulu pada bank-bank yang ditunjuk oleh travel dengan berbagai iming-iming, hingga akhirnya saat ini lahir satu produk yaitu talangan umroh, di mana calon jamaah umroh yang tidak mempunyai dana yang cukup bisa mendaftarkan diri dan berangkat umroh terlebih dahulu dengan ditalangi oleh bank dan kemudian melunasinya sekembali dari melaksanakan umroh.
Sepertinya kehadiran layanan dana talangan umroh ini merupakan suatu upaya penyelenggaraan umroh untuk meyakinkan masyarakat yang sempat runtuh menyusul maraknya penipuan travel umroh belakangan ini. Praktik dana talangan ini juga merupakan modifikasi dari sistem cicilan atau tabungan sebelum umroh. Bedanya dalam sistem tabungan, jamaah menabung dahulu baru kemudian berangkat. Sementara dana talangan umroh, jamaah bisa berangkat umroh terlebih dahulu dan setelah kembali berumroh baru dibayar sesuai kesepakatan awal. Namun karena travel umroh bukanlah perusahaan jasa keuangan, maka travel tidak berwenang untuk mengelola dana masyarakat, masyarakat diarahkan ke bank-bank yang berwenang untuk hal itu.
Pemberian dana talangan umroh ini dapat menimbulkan permasalahan baru karena dana talangan ini haruslah bebas dari yang namanya riba. Berangkat haji maupun umroh tentu harus dengan harta yang bersih sehingga diharapkan haji atau umroh berjalan baik dan menjadi ibadah yang diterima Allah swt. Persoalannya adalah apakah orang yang umroh dengan dana talangan ini termasuk orang yang berhutang? Talangan disini tentunya mendahulukan uang untuk membayar sesuatu atau menghutangi. Dalam hutang piutang akadnya adalah tabarru’ atau murni tolong menolong. Pihak yang memberikan hutang tidak dibenarkan mengambil keuntungan. Nah, apakah dalam hal ini bank atau pemilik dana mau memberikan hutang tanpa mendapatkan keuntungan? Bukankah bank menyiapkan produk talangan umroh untuk mencari keuntungan? Apakah pelayanan ini tidak bertentangan dengan apa yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw bahwa menghutangi orang dengan mengambil keuntungan termasuk riba. Sementara kita ketahui riba termasuk dosa besar yang membinasakan dan harus dijauhi, bahkan pelakunya yang tidak segera berhenti ditantang perang oleh Allah swt dan RasulNya sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 278-279. Mengapa orang yang belum mampu, malah didorong untuk berhutang demi melaksanakan umroh yang hukumnya tidak wajib. Niat yang suci ingin beribadah malah terjerumus ke dalam dosa.
Beribadah dengan cara berhutang tidaklah dianjurkan, namun jika akhirnya harus berhutang jangan sampai dengan cara-cara yang salah dan mendatangkan dosa. Sebenarnya ada cara yang bisa ditempuh oleh para pelaku dalam hal ini yaitu dengan cara jual beli murabahah. Bank dapat bekerja sama dengan travel umroh yang menyediakan berbagai paket umroh. Misalnya, bank membeli satu paket umroh 10 hari dengan harga 20 juta, lalu kemudian menjualnya kepada jamaah umroh dengan harga 23 juta yang dibayar setelah kembali berumroh secara cicilan atau sesuai kesepakatan yang dibuat sebelum berangkat. Dengan begitu bank mendapat keuntungan sebesar 3 juta dari akad jual beli. Yang dilakukan bank dengan nasabah calon jamaah umroh dengan cara ini bukanlah akad hutang piutang atau talangan. Sekilas apa yang dilakukan oleh bank tidak ada bedanya antara jual beli dan hutang piutang, sama-sama untung 3 juta. Orang-orang kafir di zaman Rasulullah Saw dahulu pernah berkata bahwa jual beli sama saja dengan riba, lalu Allah swt menurunkan ayat yang menyatakan bahwa Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Wallahu a’lam...