Bahasa Indonesia Berbeda dengan Bahasa Melayu

bahasa-indonesia-berbeda-dengan-bahasa-melayu

Medan, (Analisa). Meski fakta sejarah menyebutkan bahasa Melayu merupakan akar dari bahasa Indo­nesia, namun bahasa Indonesia dan bahasa Melayu merupakan dua entitas yang ber­beda. Bahasa Indonesia harus terus diper­kuat sebagai identitas bangsa.

Hal itu menjadi salah satu poin dalam Diskusi Guru Besar Sumut sinkronisasi kebi­jakan kebahasaan dengan tema "Per­kuat Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia bagi Generasi Muda Kekinian" yang digelar Balai Bahasa Sumut, di Me­dan, Jumat (1/11). Guru Besar Univer­sitas Mataram, Prof Dr Mahsun MSi menga­takan, Indonesia dibangun di atas fondasi bahasa. Hal itu terjamin dalam Sumpah Pemuda. Karena itu pula, menurutnya, saat ini Indonesia tengah digempur dari sisi bahasa.

"Di Indonesia bagian timur ada konsep Melanesia yang dijadikan identitas keber­samaan untuk membedakan diri dengan sebagian besar Indonesia.

Di Indonesia bagi­an barat ada gerakan yang dimotori Malaysia untuk mengin­ternasionalkan bahasa Mela­yu, yang dipandang sama dengan bahasa Indonesia," katanya.

Ia mengatakan, Malaysia menganggap bahasa Indonesia merupakan nama lain dari bahasa Melayu. Padahal ketika In­donesia merdeka, bahasa selain bahasa Indonesia disebut bahasa daerah, termasuk bahasa Melayu.

Ia tidak mengingkari bahasa Indo­nesia berakar dari bahasa Melayu, namun, menurutnya ketika sebuah bahasa melahir­kan bahasa baru, maka bahasa baru tersebut bukanlah bahasa yang sama, melainkan entitas yang berbeda.

"Analoginya, ketika ibu melahirkan anak, ibu dan anak itu bukan satu individu melainkan dua individu yang berbeda. Itu bisa dibuktikan, bahasa Indonesia telah berkembang pesat, sampai sekarang ada 110 ribu lema dalam KBBI, sementara bahasa Melayu hanya 18 ribu," katanya.

Selain itu, lanjut Mahsun, bahasa Melayu yang dikenal di Indonesia berbeda dengan bahasa Melayu yang menjadi bahasa nasional Malaysia. Dijelaskan, jika dilihat dari sistem bunyi (fonologi), ada 5 dialeg dalam bahasa Melayu, yakni, a-a, a-o, a-e, o-o, e-e. Dari lima variasi dialeg ini, maka disebutkan, bahasa Melayu yang menjadi akar bahasa Indonesia berasal dari dialeg  sedangkan bahasa Melayu Malaysia menggunakan dialeg a-e. "Karena berbeda variasi, maka harus kita katakan keduanya berbeda meskipun sama-sama dari bahasa Melayu," katanya.

Dalam diskusi itu, ia juga menyebutkan, saat ini isu Melayu sedang didengungkan Malaysia dengan konsep Melayu Maha­wangsa atau Melayu Raya di antaranya Indo­nesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Fili­pina dan lainnya. Menurutnya, konsep ini merupakan strategi Malaysia untuk me­ngangkat bahasa Melayu yang kehilangan peran di Malaysia sendiri. Untuk misi itu, satu cara yang digunakan yaitu mendorong bahasa Melayu menjadi bahasa interna­sional.

Untuk memperkuat kedudukan bahasa Indonesia, ia mengatakan, negara-negara ASEAN harus mengikuti Uni Eropa yang dengan 27 negara, masing-masing men­dorong penggunaan bahasa nasionalnya se­bagai bahasa pengantar.

Hal yang sama juga harus dilakukan negara-negara ASEAN dalam MEA (Masya­rakat Eko­nomi ASE­AN). Semua bahasa nasional harus didorong sebagai bahasa pengantar.

"Semua bahasa nantinya akan bertarung di tingkat internasional. Mudah-mudahan dengan diterbitkannya Perpes Nomor 63 Tahun 2019 tentang Kewajiban Peng­gunaan Bahasa Indonesia mampu membuat Indone­sia mandiri dan bahasa Indonesia berdaulat," katanya.

Kepala Balai Bahasa Sumut, Dr Mar­yanto mengatakan, bahasa Indonesia adalah identitas bangsa yang sudah difinalisasi ketika kita peristiwa Sumpah Pemuda. Dalam mendorong bahasa Indonesia seba­gai bahasa persatuan, peran tokoh pemuda Sumut, Sanusi Pane, sangat penting, hingga tercetuslah bahasa Indo­nesia sebagai ba­hasa persatuan.

"Ketika kita ingin membentuk bangsa pemersatunya apa? Indonesia terdiri dari beragam ras, ada Jawa, Batak, dan lainnya, maka apa pemersatu bangsa Indonesia? Identitas manusia yang berbeda-beda ditarik menjadi satu kesatuan identitas, itulah bahasa Indonesia," katanya.

Diskusi ini, lanjutnya, digelar untuk mengembangkan konsep bahasa sebagai jati diri, sebagai sarana komunikasi untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Karenanya bahasa Indonesia sebagai jati diri harus diperkuat. (amal)

()

Baca Juga

Rekomendasi