
SEKITAR 90 persen remaja Indonesia menderita akne vulgaris atau jerawat, lebih banyak pada laki-laki dan mayoritas ditemukan pada usia 17 tahun.
Demikian dikatakan Prof Dr dr Nelva K Jusuf SpKK (K) FINSDV FAA DV dalam pidato pengukuhan yang berjudul "Peluang dan Tantangan Dermatologi Kosmetik Indonesia di Era Globalisasi" di Gelanggang Mahasiswa USU Medan, Selasa (19/11). Berbagai faktor berperan terjadinya akne vulgaris termasuk faktor genetik hormonal stres psikologis peningkatan jumlah dan aktivitas bakteri p acnes dan diet.
Walaupun pengobatan akne mengalami perkembangan pesat namun hingga masih menjadi masalah karena banyak faktor yang berperan tersebut. Berdasarkan rekomendasi Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia (KSDKI) perawatan kulit dengan kosmetik merupakan salah satu kunci penting dalam pengobatan akne dengan target efek anti bakterial, anti inflamasi, menurunkan produksi sebum, mengurangi risiko kulit kering, iritasi dan sensitivitas cahaya.
Namun perlu ditunjang dengan bukti-bukti ilmiah melalui penelitian yang mendukung efektivitas dan keamanan bahan-bahan tersebut.
Salah satu bahan herbal yang memiliki potensi efektivitas dalam pengobatan akne yakni krim ekstrak biji markisa ungu karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri P Acnes.
Masalah penuaan kulit seperti keriput/kerutan juga menjadi hal penting ekstra bunga brokoli melalui uji in vitro penelitian pada hewan coba dan uji klinis pada manusia yang menunjukkan anti penuaan kulit yang efektif dan aman.
Pada era globalisasi sekarang ini, diharapkan Indonesia dapat mengisi peluang dan menjawab tantangan di bidang dermatologi kosmetik. Di mana bidang ini semakin mampu berperan dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi menuju masyarakat global yang sehat dan maju.
Kabar gembira
Sebelumnya, Rektor USU Prof Runtung Sitepu, SH, MHum mengatakan, guru besar yang dikukuhkan hari ini merupakan kabar gembira bagi USU di tahun ini di antara banyak pencapaian lain yang telah diraih. Sebelumnya, pada September 2019 kita juga baru mengukuhkan tiga guru besar yakni Prof Dr Arlina Nurbaity Lubis, SE MBA, Prof Dr Eng Himsar Ambarita, ST MT dan Prof Dr Ir Noverita Sprinse Vinolina, MP.
Kemudian Oktober lalu, USU juga mengukuhkan dua guru besar yakni Prof Dr Kerista Sebayang MS (Dekan FMIPA) dan Prof Dr dr Ridha Dharmajaya SpBS (K). Dengan demikian maka sepanjang tahun 2019 ini khususnya hingga November, USU telah menambah enam guru besar. "Dengan pengukuhan hari ini maka jumlah guru besar USU berjumlah 183 orang dengan perincian 140 guru besar berstatus PNS, sementara guru besar tidak tetap atau non PNS berjumlah 43 orang," paparnya.
Di awal kepemimpinannya, tahun 2016 jumlah Guru Besar USU hanya 141 orang saja, jumlah tersebut meningkat pada 2017 dengan penambahan sebanyak 39 guru besar. Dengan demikian jumlah keseluruhan guru besar yang dimiliki USU 2017 sebanyak 180 orang.
Meski demikian, jumlah tersebut menurun di tahun 2018 menjadi 171 orang akibat wafat dan pensiunnya beberapa orang guru besar.
Dalam pengukuhan itu juga hadir Ketua Bidang Organisasi Pimpinan Pusat (PP) Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) dr Fajar Waskito, SpKK (K) MKes, Kepala BPPT RI Dr Hamam Riza Yusuf, MSc, Kadis Kesehatan Sumut Dr Alwi Mujahid Hasibuan, MKes, Kepala Rumkit Putri Hijau Letkol CKM dr M Irsan B Sp KK, mantan Rektor USU 1986-1994 Prof dr TM Yusuf Hanafiah, SpOG yang juga orangtua Prof Dr dr Nelva K Jusuf SpKK (K) FINSDV FAA DV. (amru lubis)