Ancaman Pencemaran Air Raksa

ancaman-pencemaran-air-raksa

Oleh: Hasan Sitorus.

Limbah yang mengandung logam berat Air Raksa (Merkuri) termasuk golongan limbah B-3 yakni Bahan Berbahaya dan Beracun, dengan toksisitas yang tinggi (highly toxicity) terhadap organisme dan bersifat bioakumulatif dalam tubuh makhluk hidup.

Baru-baru ini diberitakan Sungai Hutabargot di Kabupaten Mandailing Natal mengalami pencemaran logam berat Air Raksa (Merkuri) yang bersumber dari kegiatan penambangan emas tradisional di daerah itu. Pencemaran ini dikhawatirkan banyak pihak karena logam berat Air Raksa (Merkuri) dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan biota perairan terutama dalam jangka panjang dengan gejala dan manifestasi penyakit yang mencemaskan.

Tragedi Minamata di Jepang sekitar tahun 1950-an yang membawa banyak korban akibat keracunan logam berat Air Raksa melalui rantai pangan, merupakan bukti nyata bahwa limbah logam berat Air Raksa yang dibuang atau memasuki perairan dapat menimbulkan dampak negatif yang mengerikan. Korban penyakit Minamata (Minamata Disease) memperlihatkan manifestasi penyakit lumpuh, gangguan syaraf, kerusakan ginjal, hati, tulang dan cacat lahir.

Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan limbah logam berat menjadi golongan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dengan perlakuan khusus sebelum dibuang ke lingkungan. Batas kadar logam berat air raksa yang diperbolehkan dalam limbah sebelum dibuang ke lingkungan adalah 0,025 mg/l, dan batas dalam air hanya 0,001 mg/l.

"Karakteristik Air Raksa (Merkuri)

Air Raksa yang juga disebut Air Perak, Merkuri atau Hydrargyrum termasuk unsur logam berat (Heavy Metal) dalam daftar unsur berkala karena memiliki berat jenis lebih dari 5. Logam berat Air Raksa dengan simbol unsur Hg (Hydrargyrum) termasuk logam non esensial bagi makhluk hidup, sehingga bersifat racun dengan dampak akut dan kronis.

Logam berat Air Raksa dapat mengalami metilasi dalam lingkungan secara mikrobial membentuk metil raksa (metil merkuri) dan terikat dalam jaringan organisme. Logam berat tersebut juga mudah berikatan dengan unsur Sulfur (S) dari protein sehingga dapat membuat enzim tidak aktif, dan mengganggu metabolisme tubuh. Asam mino dari protein yang mengandung sulfur seperti asam amino sistin dan sistein yang dikandung enzim akan mudah dirusak logam berat Air Raksa, karena logam berat mudah berikatan dengan sulfur sehingga enzim menjadi tidak aktif.

Air Raksa selalu ada dalam lingkungan yang bersumber dari batuan, erupsi vulkanik, aktivitas industri dan pertambangan emas. Peningkatan pengguaan Air Raksa dalam dunia industri seperti pabrik plastik atau PVC, baterai, amalgam dan penggunaannya dalam pemurnian emas telah menyebabkan meningkatnya kadar Air Raksa dalam lingkungan.

Kemampuan logam berat Air Raksa untuk mengikat material lain menyebabkan logam berat itu banyak digunakan dalam penambangan emas secara tradisional. Senyawa Air Raksa relatif mahal, sehingga biasanya digunakan secara berulang, tetapi akhirnya dibuang ke lingkungan setelah logam berat tersebut sudah bercampur dengan material lain dan menggunakan cairan Air Raksa yang baru. Dalam jangka lama, kegiatan penambangan emas tradisional yang menggunakan Air Raksa menjadi sumber pencemaran potensial logam berat Air Raksa, dan memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah dan masyarakat.

Bioakumulasi Air Raksa

Logam berat Air Raksa bila memasuki jaringan tubuh organisme akan diakumulasi secara biologis (bioakumulatif), dan lama kelamaan kadarnya akan semakin meningkat dalam tubuh (biomanifikasi) selama asupan logam itu berlangsung terus terutama melalui rantai makanan. Bila tubuh tidak lagi mampu mentoleransi kadar logam berat sampai batas tertentu, maka akan muncul gelaja keracunan logam berat dengan berbagai manifestasi gangguan kesehatan.

Sifat bioakumulatif logam berat Air Raksa tidak terlepas dari sifat unsur logam berat itu yang mudah berikatan dengan komponen protein dan lemak jaringan tubuh. Oleh sebab itu, bila logam berat masuk dalam tubuh melalui makanan dan minuman, maka senyawa logam berat tidak bisa lagi keluar dari tubuh, tetapi akan diamulasi dalam jaringan tubuh.

Oleh sebab itu, bisa terjadi kadar logam berat air raksa relatif rendah dalam air, tetapi dalam tubuh biota air seperti ikan telah meningkat berlipat ganda. Ikan-ikan yang terkontaminasi logam berat Air Raksa bila sering dikonsumsi manusia, maka kadar logam berat tersebut dalam tubuhnya akan meningkat berlipat ganda (bioamplifikasi) dan menjadi racun yang membahayakan. Contoh nyata adalah kejadian tragedi Minamata di Jepang, dimana kadar logam berat Air Raksa dalam perairan Teluk Minamata hanya sekitar 14 - 20 ppm, tetapi dalam tubuh ikan sudah mencapai 80 - 120 ppm, dan dalam tubuh penduduk lokal sudah mencapai 400 - 500 ppm. Dengan mengetahui sifat bioakumulatif logam berat itu, maka diperlukan kewaspadaan setiap anggota masyarakat terhadap bahaya pencemaran logam berat Air Raksa.

Pengendalian Pencemaran Air Raksa

Berdasarkan fakta ilmiah bahwa logam berat Air Raksa merupakan logam berat non esensial bagi manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga bersifat racun dengan dampak akut dan kronis. Daya racun yang tinggi (highly toxixity) dari logam berat Air Raksa menyebabkan logam berat itu digolongkan sebagai bahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3).

Penggunaan Air Raksa yang meningkat dewasa ini untuk berbagai kebutuhan industri dan pertambangan, mengharuskan pihak yang berwenang harus mengimplemen-tasikan peraturan baku mutu limbah B-3 secara tegas dan ketat, sebelum terjadi dampak berbahaya di kemudian hari. Adalah tidak rasional alasan penggunaan Air Raksa (Merkuri) diperbolehkan secara bebas kepada masyarakat untuk kegiatan penambangan tradisional demi mencari nafkah, pada hal limbahnya tidak dapat dikendalikan dengan baik. Bagaimanapun, bila limbah B-3 tidak dikelola dengan baik, pasti masyarakat lokal atau masyarakat sekitarnya akan merasakan dampaknya di kemudian hari.

Bila masyarakat melakukan penambangan emas secara tradisional baik yang diberi izin atau penambang ilegal dengan alasan sebagai sumber pendapatan bagi keluarga, maka pihak instansi terkait harus memberikan edukasi atau penyuluhan kepada masyarakat tentang cara pengelolaan limbah penambangan emas sebelum dibuang ke lingkungan atau sungai dan perairan umum lainnya.

Pemerintah daerah harus turun tangan dengan melibatkan para pakar lingkungan untuk membuat langkah konkrit pengendalian limbah yang mengandung logam berat Air Raksa. Menurut peraturan PP No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, bahwa setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun wajib diolah secara khusus sebelum dibuang ke lingkungan atau dimanfaakan kembali.

Pengolahan limbah logam berat dapat dilakukan secara sederhana seperti pengikatan logam berat dengan belerang untuk diendapkan dalam kolam (Settling Pond) hingga penggunaan teknologi modern seperti pertukaran ion (ion exchanger). Tentu pilihan teknologi pengolahan yang akan digunakan didasarkan pada karakteristik limbah logam berat yakni volume limbah, kadar logam berat dalam limbah, dan efisiensi pengolahan (biaya dan waktu), sehingga peranan instansi terkait sangat penting untuk mengendalikan pencemaran limbah logam berat Air Raksa untuk mencegah dampak buruk di kemudian hari.

(Penulis Dosen Tetap di Universitas HKBP Nommensen dan Pemerhati Masalah Lingkungan).

()

Baca Juga

Rekomendasi