
IBS-D merupakan suatu kondisi gangguan pada saluran pencernaan yang paling sering ditemui, menempati urutan kedua yang menjadi penyebab karyawan atau pelajar tidak masuk kerja atau sekolah. Kira-kira 10–20 persen orang dari populasi umum mengalami hal ini. IBS-D lebih sering terjadi pada wanita usia muda dibandingkan pada pria dan usia lanjut. Sebesar 50 persen penderita IBS-D gejalanya dimulai pada usia kurang dari 35 tahun dan 40 persen dimulai pada usia 35-50 tahun. Gejalanya dapat berupa nyeri perut, kembung, dan disertai dengan peningkatan frekuensi buang air besar, maupun perubahan bentuk feses. Deskripsi nyeri perut yang paling sering dialami pasien adalah nyeri perut yang hilang timbul, namun membaik setelah buang air besar.
Faktor penyebab
Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya IBS-D, namun hal itu masih diperdebatkan oleh para ahli. Munculnya gejala diare yang berlebihan disebabkan oleh gerakan usus atau motilitas yang terganggu. Pada orang normal, usus akan senantiasa bergerak dengan ritme tertentu sehingga makanan akan diserap dan sisanya akan dibuang. Tapi pada penderita IBS-D, faktor psikologis/stress membuat gerakan usus tidak teratur. Gerakan usus yang terlalu cepat inilah yang kemudian menimbulkan diare. Kontraksi yang berlebihan dari usus dapat menyebabkan nyeri perut dan peningkatan frekuensi buang air besar. Hal itu menyebabkan penyerapan air diusus berkurang yang berujung pada perubahan bentuk seperti diare lembek atau cair.
Tidak menutup kemungkinan IBS-D terjadi setelah periode infeksi saluran pencernaan sebelumnya. Apabila ini terjadi, disebut dengan IBS-D pasca-infeksi. Hal itu dapat berlangsung dalam beberapa minggu, bulan, bahkan tahun setelah infeksi terjadi.
Faktor lain yang bisa menyebabkan IBS-D adalah alergi dan sensitivitas terhadap makanan tertentu. Makanan yang sering menyebabkan gejala ini adalah laktosa. Pada kasus ini, mengurangi atau menghindari makanan tersebut dapat memperbaiki kondisi.
Beberapa studi terbaru membuktikan stres dan kecemasan bukan menjadi penyebab IBS-D, namun dapat memperburuk gejala.
Bisakah disembuhkan?
Sindrom ini bukanlah suatu kondisi yang mengancam nyawa, namun dapat menurunkan kualitas hidup. Terapi yang dianjurkan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mengurangi gejala seminimal mungkin. Beberapa terapi bertujuan mengurangi gejala nyeri perut atau kembung. Sedangkan terapi lain bertujuan memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Beberapa makanan seperti laktosa merupakan makanan yang sering bermasalah dengan pasien penderita IBS-D. Tentu saja dengan menghindari makanan pemicu dapat menjadi alternatif utama. Contoh makanan yang dapat menyebabkan peningkatan produksi gas lambung seperti bawang bombai, wortel, kacang-kacangan, plum, gandum, dan alkohol. Menghindari makanan tersebut mampu memperbaiki kondisi.
Pada pasien dengan diare, tujuan terapi obat-obatan adalah untuk memperbaiki fungsi pencernaan. Penggunaan suplemen serat sangat dianjurkan. Serat dapat membantu membentuk feses.
Obat anti diare seperti loperamide akan memperlambat kontraksi usus, memberi waktu pada usus untuk menyerap air dari makanan yang dicerna. Pemberian probiotik juga masih menjadi salah satu pilihan.
Terakhir adalah stres dan kecemasan berperan besar pada banyak kasus IBS-D. Apabila stres dan kecemasan menjadi pemicu, sebaiknya ini dibicarakan dengan tenaga kesehatan untuk mencari cara mengurangi stres dan kecemasan. Dokter dapat saja menyarankan penggunaan obat anti depresan untuk mengurangi gejala.