Tantangan Ketum PSSI

tantangan-ketum-pssi

MOCHAMAD IRIAWAN terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2019-2023. Mochamad Iriawan yang sering disapa Iwan Bule atau Ibul dalam Kongres Luar Biasa (KLB) Pemilihan Ketua Umum (Ke­tum) PSSI di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (2/11) me­nang mutlak atas dua calon ketua umum (caketum) lainnya Rahim Soekasah, dan Arif Putra Wicaksono. Ia mengantongi 82 suara. Tiga suara lain dinyatakan ti­dak sah, sedangkan satu voter tak memberikan suara.

Meski terbilang ‘mulus’, terpilihnya Iwan Bule sebagai Ketum PSSI juga diwarnai ‘riak-riak’ seperti kongres-kongres PSSI sebelumnya. Sebelum KLB, salah seorang caketum, Nyalla M. Mattalitti memutus­kan menarik diri. Sementara caketum lainnya, Bernhard Limbong mundur tepat sebelum acara dimulai. Sedangkan enam caketum lainnya, Fary Djemy Francis, Vijaya Fitriyasa, Yesayas Octavianus, Aven Hinelo, Benny Erwin, dan Sarman El Hakim meninggalkan ruangan setelah ‘diusir’ ke luar ruangan oleh Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria.

Iwan Bule, jenderal polisi berbintang tiga yang se­belumnya pernah menjabat Kapolda Nusa Te­nggara Barat (2012), Kapolda Jawa Barat (2013), Kapolda Metro Jaya (2016) dan kini masih menjabat Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), dianggap tidak memenuhi syarat se­bagai caketum PSSI karena tidak memiliki ‘jam ter­bang’ yang cukup di persepakbolaan Tanah Air. Se­perti diketahui syarat untuk menjadi Ketum PSSI harus terlibat paling sedikit lima tahun di sepak bola nasional dalam koridor PSSI. Ternyata banyak yang tidak tahu bahwa sejak 2009, ia sudah terlibat dalam persepakbolaan nasional, tepatnya pernah menjadi salah satu Dewan Penasihat Persib Bandung pada 2009.

Dalam KLB itu sendiri, sempat terdengar adanya pe­ngaturan untuk memenangkan salah satu ca­ketum. Pengaturan itu dibarengi dengan adanya isu ‘politik uang’. Tapi terlepas dari isu yang tidak je­las keberaannya itu, yang pasti Iwan Bule sudah ter­­pilih sebagai Ketum PSSI hingga 2023. Per­ta­nyaan­nya, mampukah ia memenuhi ekspektasi atau harapan rakyat Indonesia yang notabene bisa dikatakan hampir seluruhnya gemar dengan olah raga si kulit bundar ini?

Memimpin organisasi sepak bola di republik ini tidak semudah yang dilihat dan dibayangkan. Mungkin lebih mudah memimpin organisasi sepak bola Inggris (FA) atau Brazil (CBF) ketimbang memimpin PSSI. Dari sisi organisasi, FA pasti sudah dikelola secara profesional sehingga siapapun pemimpinnya tinggal meneruskan saja. Sementara dari sisi prestasi, siapa tak kenal Brazil? Peraih Piala Dunia terbanyak di jagad ini. Sehingga pimpinan CBF cukup mencari pelatih yang mumpuni agar prestasi Negeri Samba itu tetap terjaga.

Bagaimana dengan persepakbolaan Indonesia? Dari sisi organisasi tidak ada yang bisa dibanggakan. Mengatur jadwal kompetisi saja, tidak becus! Belum lagi hal-hal lainnya. Apalagi kalau kita bicara soal prestasi. Jangan bicara muluk-muluk ikut Piala Dunia, untuk tingkat Asia Tenggara saja kita masih jadi ‘bulan-bulanan’ para negara tetangga. Seumur-sumur Indonesia baru sekali menjadi juara SEA Games, Itupun 30 tahun yang lalu.

Jadi tantangan yang dihadapi Iwan Bule sangat ‘maha berat’. Modal ‘mau’ saja tidak cukup! Hal pertama yang harus dilakukan adalah menjalankan organisasi secara profesional termasuk memutar kompetisi. Tanpa kompetisi yang teratur prestasi tidak akan datang. Untuk kelompok umur (KU) di bawah senior (junior), sebenarnya prestasi kita cukup baik. Tapi ketika menapak ke tingkat senior, prestasi tersebut, ‘menguap’ semua.

Di samping tidak profesionalnya kompetisi dikelola, faktor ‘mafia’, juga bermain dalam kompetisi kita. Kemarin, mafia ini sudah dibongkar namun be­lum maksimal. Pelakunya hanya dihukum ringan dan akar dari semua itu tidak diungkap. Apabila Iwan Bule tetap ‘takut’ membongkar mafia ini, maka prestasi kita pasti akan tetap ‘jalan di tempat’. Tantangan cu­kup berat jenderal!

()

Baca Juga

Rekomendasi