Menjaga Keseimbangan Alam Dalam Islam

menjaga-keseimbangan-alam-dalam-islam

Oleh: Al-Mahfud. Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu telah mengakibatkan penderitaan dan kerugian yang begitu besar. Kabut asap membuat kualitas udara memburuk dan mengancam kesehatan. Dikabarkan, hampir satu juta orang menderita penyakit karena asap. Lebih tepatnya, menurut data BNPB, hingga September, tercatat ada 919.516 orang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat terpapar kabut asap (Kompas.com, 23/9/2019)

Karhutla juga telah mengganggu aktivitas masyarakat. Perekonomian masyarakat terganggu karena aktivitas perdagangan, perhubungan, hingga pariwisata tak bisa bergerak normal. Banyak sekolah mesti diliburkan agar anak tak terpapar asap. Belum lagi, kerugian lingkungan seperti rusaknya hutan, lahan, serta kerusakan ekosistem flora dan fauna yang ada di dalamnya. 

Meskipun sejak 1 Oktober 2019 status darurat pencemaran udara sudah dicabut dan titik api sudah nihil di berbagai daerah yang terdampak Karhutla, sudah semestinya kita menjadikan karhutla yang baru saja terjadi sebagai bahan refleksi. Dampak dan kerugian besar yang kita dapatkan karena karhutla mestinya membuat kita tersadar untuk semakin aktif menjaga alam dan lingkungan. 

Kebakaran hutan dan lahan tak lain adalah karena ulah tangan manusia sendiri. Ketika kerusakan tersebut mengakibatkan bencana dan kerugian yang besar, kita baru sadar betapa pentingnya merawat dan menjaga alam. Padahal, Allah Swt sudah memberi peringatan dalam QS ar-Ruum [30]: 41): “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” 

Bumi dan seluruh isinya merupakan ciptaan Allah Swt yang mesti dirawat dan dijaga oleh manusia. Manusia mendapatkan amanah dan tugas mengelola dan memanfaatkan apa saja yang tersedia di dalamnya sesuai petunjuk-Nya. Namun, manusia sering terjerumus dalam laku serakah dan berlebihan dalam memanfaatkan alam. Akibatnya, seperti kita lihat sekarang, alam rusak dan mengakibatkan munculnya berbagai bencana.      Prinsip keseimbangan

Di dalam Islam, kita sebenarnya memiliki panduan memanfaatkan alam agar tetap terjaga kelestariannya. Mengutip keterangan Ali Yafi (2006) dalam Syamsul Habi Thubany (2016), dalam studi fikih lingkungan (fiqh al-bi’ah) yang dipelajari di pesantren, dikenal dua konsep utama terkait pelestarian dan pemanfaatan alam. Yakni ihya’ al-mawat (menghidupkan tanah yang mati) dan hadd al-kifayah (standar kebutuhan yang layak). 

Konsep pertama (ihya’ al-mawat) artinya jangan sampai ada sejengkal tanah yang dibiarkan tak bermanfaat, atau tidak ditanami tumbuhan yang bisa memberikan manfaat. Tanah mesti diberdayakan agar produktif. Sebab, tanah yang dibiarkan gersang tanpa tanaman akan berisiko tinggi terkena banjir atau longsor. 

Sedangkan konsep kedua (hadd al-kifayah), adalah terkait pengaturan pola konsumsi manusia atas sumber daya alam berdasarkan standar kebutuhan yang layak. Dalam konteks ini, diperlukan peran pemerintah untuk menciptakan keadilan distributif terhadap akses pemanfaatan sumber daya alam. Sehingga, pemanfaatan terhadap alam bisa tetap terkendali dan tidak terjadi monopoli.

Berdasarkan prinsip tersebut, kita tahu bahwa manusia memang berhak memanfaatkan alam, namun tetap harus berpegang teguh pada prinsip pelestarian dan keadilan. Hal inilah yang kerap diterabas sebagian manusia, baik perorangan maupun korporasi atau perusahaan dengan mengeruk alam secara besar-besaran, dengan cara-cara melanggar hukum, sehingga alam rusak dan berujung pada terjadinya bencana.  

Karena alam merupakan amanat dari Allah untuk dikelola dan dijaga, maka upaya menjaga alam bisa kita maknai sebagai bagian dari bentuk ibadah kepada Allah Swt. Menjaga alam menjadi ibadah karena di dalamnya terkandung kesadaran bahwa kita sebagai manusia yang dikaruniai akal pikiran, memikul tanggung jawab menjaga “titipan” dari Allah Swt. tersebut. Alam yang lestari dan membawa manfaat baik bagi kehidupan tentu akan menunjang terciptanya kehidupan yang sesuai petunjuk-Nya.

Ibadah menjaga alam bisa dilakukan lewat berbagai cara. Dari hal-hal kecil di sekitar kita. Misalnya, menggunakan air secukupnya. Dalam Islam, kita dianjurkan menghemat air bahkan saat bersuci dari hadas, baik kecil maupun besar. Muhammad Iqbal Al-Sinjawy dalam Sunnah Nabi 24 Jam (2010) menyuguhkan sebuah hadis yang diriwayatkan Annas RA. bahwa jika Rasulullah Saw mandi menggunakan air sebanyak 1 sha’. Dan bila berwudhu, beliau menggunakan air 1 mud (Dishahihkan oleh al-Albani). 

Salah satu bentuk menjaga alam lainnya adalah menanam pohon. Keberadaan pohon begitu penting bagi kelestarian alam. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw memberi pengandaian tentang betapa pentingnya menanam pohon atau tanaman. “Seandainya kelak datang hari kiamat, sedang di tangan kalian terdapat bijih kurma, sekiranya memungkinkan menanamnya sebelum kiamat itu benar-benear terjadi, maka lakukanlah” (HR. Abu Dawud). 

Pohon bisa dikatakan merupakan makhluk paling berjasa dalam menjaga alam. Kemampuannya menyediakan berbagai kebutuhan manusia dan hewan lewat kayu, daun, hingga buah, akarnya yang menguatkan tanah, hingga daunnya yang menyaring karbon dioksida menjadi oksigen sehingga menyegarkan udara yang kita hirup, adalah contoh jasa pohon bagi kehidupan. Tak ayal, menanam dan merawat pohon bisa menjadi sumber amal yang terus mengalir. Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang menanam pohon atau bercocok tanam, lalu dari yang ia tanam itu, dimakan oleh seekor burung, manusia atau hewan, kecuali dari tiap yang dimakan itu menjadi sedekah baginya” (HR. Bukhari Muslim).      

Di samping menjaga air dan menanam pohon, masih banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga alam dan lingkungan. Seperti membiasakan membuang sampah pada tempatnya. Mengurangi polusi udara dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Meminimalisir penggunaan bahan yang sulit diurai dan menggantinya dengan bahan ramah lingkungan. Menjaga tanah dengan mengurangi pestisida dalam bertani dan masih banyak lagi. Itu semua merupakan contoh langkah-langkah sederhana yang bisa berdampak luar biasa jika kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari. 

Apa yang kita terima dari alam merupakan cerminan dari apa yang sudah kita lakukan terhadapnya. Jika kita merawat dan melestarikan alam, maka alam pun akan ramah kepada kita dengan menyediakan berbagai kebutuhan manusia. Sebaliknya, jika kita terus mengeksploitasi alam tanpa peduli pada pelestariannya, maka jangan salahkan jika ia datang membawa bencana. Wallahu a’lam..   

Penulis, lulusan Pendidikan Islam STAIN Kudus

()

Baca Juga

Rekomendasi