Menyoal Pembentukan Badan Tunggal Regulasi

menyoal-pembentukan-badan-tunggal-regulasi
Oleh: Eka NAM Sihombing. Pada saat Debat Capres dan Cawapres Jilid I, permasalahan pembangunan hukum menjadi salah satu pertanyaan yang diajukan oleh moderator debat. Dalam perdebatan tersebut muncul persoalan bagaimana menata regulasi yang telah mengalami obesitas dan cenderung tumpang tindih. Salah satu pasangan Capres dan Cawapres mengemukakan wacana pembentukan badan tunggal regulasi pemerintah atau lembaga khusus yang menangani peraturan perundang-undangan, badan ini disinyalir sebagai solusi konkrit penyelesaian permasalahan obesitas peraturan perundang-undangan di Indonesia. Lembaga atau badan ini nantinya akan mengurusi perumusan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan yang dikoordinasikan secara terpusat kemudian dikonsultasikan dengan lembaga legislatif. Namun, rencana pembentukan lembaga atau badan tersebut di Indonesia mengundang pertanyaan, apakah benar pembentukan badan yang mengurusi peraturan perundang-undangan tersebut merupakan solusi dalam penyelesaian permasalahan obesitas peraturan perundang-undangan?

Problem Obesitas Peraturan Perundang-Undangan dan Badan Regulasi Tunggal 

Obesitas Peraturan Perundang-undangan mengandung makna terjadinya suatu kondisi banyaknya peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam negara yang berpotensi tumpang tindih dan bahkan saling tumpang tindih yang berimplikasi pada tidak tercapainya tujuan bernegara. Pernyataan Indonesia mengalami obesitas peraturan perundang-undangan sebenarnya masih dapat diperdebatkan, hal ini dikarenakan sampai detik ini tidak ada satupun lembaga yang benar-benar memiliki akurasi database peraturan perundang-undangan, sehingga kita kesulitan untuk menghitung secara nyata dan mencari akar permasalahan pada tingkatan dan sektor mana sesungguhnya yang mengalami obesitas peraturan perundang-undangan. 

Meskipun lembaga atau badan yang mengurusi peraturan perundang-undangan ini telah diterapkan dibeberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris Jepang dan Korea Selatan (cnnindonesia.com). Namun, bukan berarti dengan kehadiran badan regulasi tunggal nantinya dapat menyelesaikan persoalan obesitas regulasi, justru pembentukan badan tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan baru. Hal ini dikarenakan, luasnya ruang lingkup tugas lembaga atau badan tersebut yaitu melaksanakan sejumlah kegiatan seperti perencanaan, perumusan, harmonisasi, sosialisasi dan reformasi peraturan perundang-undangan (berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UUP3) didefinisikan peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan) yang apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 7 dan 8 UUP3 termasuk juga peraturan perundang-undangan daerah bahkan sampai dengan peraturan perundang-undangan tingkatan desa.

Saat ini pemerintah sebenarnya telah memiliki beberapa perangkat yang menangani regulasi mulai dari peraturan perundang-undangan tingkat pusat sampai peraturan perundang-undangan tingkat daerah. Untuk tingkat pusat paling tidak ada 2 (dua) lembaga yang menangani peraturan perundang-undangan yaitu Badan Pembinaan Hukum Nasional yang fungsinya antara lain melaksanakan analisis dan evaluasi hukum, perencanaan hukum, serta dokumentasi dan jaringan informasi hukum. Adapun Direktorat Jenderal Peraturan perundang-undangan berfungsi antara lain melaksanakan kebijakan di bidang perancangan, harmonisasi, pengundangan dan publikasi, litigasi peraturan perundang-undangan, fasilitasi perancangan peraturan perundang-undangan di daerah sesuai permintaan daerah, dan pembinaan perancang peraturan perundang-undangan. Kedua lembaga tersebut berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Hukum dan HAM RI. Sedangkan untuk peraturan perundang-undangan daerah yang menangani perencanaan adalah bagian hukum atau biro hukum masing-masing, untuk pengharmonisasiannya dapat dilakukan melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dan pengawasannya dilakukan oleh pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi melalui kegiatan evaluasi terhadap rancangan perda tertentu sebelum diundangkan (misal ranperda kabupaten/kota dilakukan evaluasi oleh Gubernur, dan seterusnya). Berdasarkan pernyataan Sekretaris Kabinet (indopos.co.id) Jika kelak badan regulasi tunggal ini terbentuk, maka lembaga perumus aturan di lembaga-lembaga negara akan dihapus. Sehingga segala peraturan perundang-undangan akan dibuat melalui satu pintu. Dengan demikian, apabila badan regulasi tunggal ini benar-benar terbentuk, maka baik Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan maupun Badan Pembinaan Hukum Nasional berpotensi untuk dihapus.

Audit Kelembagaan Regulasi

Sebenarnya permasalahan obesitas regulasi tidak mutlak terletak pada kelembagaan regulasi yang ada saat ini, penyebab utama obesitas regulasi lebih kepada lemahnya manajemen internal pemerintah dalam membangun sinergisitas pembentukan peraturan perundang-undangan, secara rinci dapat digambarkan bahwa sampai dengan saat ini tidak ada penegasan kewenangan pengharmonisasian peraturan perundang-undangan baik pada tingkatan pusat melalui kementerian Hukum dan HAM. Begitu pula di daerah, dalam UUP3 pengharmonisasian terhadap peraturan daerah Kanwil Kementerian Hukum dan HAM seolah hanya menjadi pelengkap penderita, karena dapat diikutsertakan atau tidak oleh daerah yang bersangkutan. Selain itu, bilapun pengharmonisasian dilakukan oleh Kanwil Kementerian Hukum dan HAM, tidak ada jaminan rancangan perda tersebut dapat mulus melenggang dalam proses evaluasi baik di Gubernur maupun Menteri Dalam Negeri.

Dengan demikian pembentukan Badan Regulasi Tunggal seharusnya tidak perlu dilakukan, karena pada prinsipnya fungsi penataan regulasi tersebut sudah dimiliki oleh lembaga atau badan regulasi yang ada saat ini. Selama ini kita seringkali reaktif dalam menanggapi berbagai persoalan bangsa dengan membentuk lembaga atau badan baru tanpa terlebih dahulu dilakukan audit terhadap fungsi-fungsi kelembagaan khususnya yang menangani peraturan perundang-undangan saat ini (existing), sehingga didapatkan permasalahan yang sesungguhnya. 

Selanjutnya tentu perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut : pertama, membangun sinergisitas terhadap lembaga internal pemerintah yang menangani regulasi, sehingga tidak ada lagi satu lembaga atau badan merasa lebih berperan dalam penataan regulasi. Kedua, memperkuat peran terhadap lembaga atau badan regulasi existing, dan ketiga, tentu perlu segera melakukan pengintegrasian database seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia yang dikoordinir oleh BPHN, sehingga memudahkan untuk mendeteksi pada tingkatan mana akar masalah regulasi terjadi dan tentunya memudahkan untuk mendeteksi apakah regulasi di Indonesia mengalami obesitas atau tidak. ***

*Penulis adalah Kandidat Doktor Ilmu Hukum USU dan Dosen Fak. Hukum UMSU Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi