Dubai, (Analisa). Ratusan ribu warga Iran turun ke jalan berskala nasional, Senin (11/2), untuk memperingati 40 tahun tumbangnya Shah dan kemenangan Ayatullah Ruhollah Khomeini, imam Syiah yang memimpin Revolusi Islam.
Revolusi yang terjadi di Iran tersebut hingga kini masih mengguncang negara-negara Barat.
Pada 11 Februari 1979, Angkatan Bersenjata Iran menyatakan netralitas mereka dan menetapkan jalan menuju runtuhnya monarki dukungan Amerika Serikat (AS). Monarki Iran sebelumnya merupakan sekutu terdekat AS di Timur Tengah.
Televisi pemerintah memperlihatkan massa yang membawa bendera Iran dan meneriakkan "Kematian untuk Israel, Kematian untuk Amerika." Yel-yel itu merupakan slogan khas perayaan revolusi tersebut.
Satu spanduk bertuliskan, "Amerika sangat kecewa karena revolusi telah merayakan hari jadi ke-40-nya."Presiden Hassan Rouhani mengatakan Iran berniat untuk memperluas kemampuan militer dan program rudal balistiknya meskipun didera banyak tekanan dari negara-negara jahat yang berniat membatasi upaya defensif Iran, lapor TV pemerintah.
"Kami tidak dan tidak akan pernah meminta izin untuk mengembangkan berbagai tipe...rudal dan akan melanjutkan jalan dan kekuatan militer kami," kata Rouhani di Alun-alun Azadi di Tehran. Di alun-alun itu, puluhan ribu warga berkumpul untuk merayakan hari jadi revolusi.
Kehadiran massa sebanyak itu dalam unjuk rasa yang disponsori pemerintah tersebut terjadi di saat Iran didera kenaikan harga, kelangkaan pangan, dan kenaikan inflasi yang memicu gelombang protes.
Presiden AS Donald Trump tahun lalu mundur dari kesepakatan nuklir Iran yang disahkan pada 2015 bersama negara-negara kuat dunia. Ia kembali menerapkan sanksi kepada Teheran yang berdampak terhadap perekonomian negara itu.
Para pejabat Iran mengatakan langkah AS tersebut sama saja dengan "peperangan ekonomi." Para tentara, pelajar, imam, dan perempuan berpakaian hitam yang menggandeng anak-anak memadati jalanan di sejumlah kota. Banyak di antara mereka yang membawa potret Khomeini dan Pemimpin Tertinggi Iran saat ini, Ayatullah Ali Khamenei.
Rival Iran, Arab Saudi, dan sejumlah negara Arab mencurigai Iran sejak Revolusi Islam mendepak Shah dari tampuk kekuasaan. Mereka khawatir Khomeini dapat menginspirasi para gerilyawan di penjuru kawasan.
Iran dan Arab Saudi terlibat dalam perang proksi Irak, Yaman, dan Suriah. (Ant/Rtr)