
Oleh: Juneidi D. Kamil,SE,ME,CRA
Dalam fasilitas kredit perbankan, bank umumnya mewajibkan nasabah peminjam (debitur) mengasuransikan barang agunan dengan pencantuman banker’s clause. Pencantuman banker’sclause menjadi penting. Dalam beberapa kasus, nasabah peminjam tidak menyadari fasilitas kredit yang diperolehnya sudah dipertanggungkan baik dalam asuransi jiwa maupun asuransi kerugian. Perbankan terkadang belum sempurna menerapkan banker’s clause untuk memitigasi risiko kredit yang disalurkannya.
Apakah manfaat dari banker’s clause dan bagaimanakah penerapannya di perbankan? Banker’s clause adalah klausula yang memberikan hak kepada Bank untuk menerima pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim asuransi. Bank berhak menerima hasil pencairan klaim asuransi karena klausula ini sudah dicantumkan secara tegas dalam polis asuransi dan perjanjian kredit. Di dalamnya disebutkan bank berhak menerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi pada objek yang dipertanggungan. Pengurusan klaim diajukan debitur, kuasa atau ahli waris kepada perusahaan asuransi.
Persyaratan agar barang jaminan diasuransikan dengan persyaratan banker’s clause dipersyaratkan dalam surat persetujuan kredit yang dituangkan dalam perjanjian kredit. Dalam Surat Persetujuan Pemberian Kredit dan Perjanjian Kredit disebutkan bahwa pada saat akad kredit debitur wajib mengasuransikan jaminannya terhadap risiko kebakaran dan risiko lain yang ditetapkan oleh kreditur. Kreditur mensyaratkan perusahaan asuransi yang dapat digunakan debitur, dengan jumlah dan syarat yang disetujui oleh Kreditur serta pencantuman Kreditur sebagai penerima hak atas klaim (Banker’s Clause) di dalam polis asuransi.
Banker’s clause menjadi klausula tambahan dalam standar perjanjian asuransi. Adanya klausula ini diharapkan dapat mengcover risiko kredit yaitu ketidakmampuan debitur dalam membayar kewajiban kreditnya kepada bank. Di dalam perjanjian kredit yang mengatur asuransi misalnya disebutkan 2 (dua) hal.
Pertama, selama kredit berjalan, jiwa pemohon dan agunan wajib diasuransikan atas beban debitur, pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh Bank. Kedua, dalam polis asuransi harus dicantumkan banker’s clause sehingga jika terjadi pembayaran klaim asuransi maka wajib disalurkan melalui bank.
Persyaratan banker’s clause ini merupakan salah satu bentuk pengendalian risiko kredit yang dilakukan bank dalam penerapan manajemen risiko perbankan. Potensi risiko kredit yang ada dipindahkan (risk transfer) kepada perusahaan asuransi dan biaya pemindahan risiko ditanggung debitur. Kewajiban pencantuman ini dapat diperhatikan dalam POJK No.14 /POJK.03/2018 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum untuk Mendorong Pertumbuhan Sektor Perumahan dan Peningkatan Devisa jo. PBI No.14/ 15 /PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dan POJK No.16/POJK.03/2014 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Disebutkan dalam regulasi ini agunan dapat menjadi pengurang Penyisihan Penghapusan Aset apabila dilengkapi dengan hukum hukum yang sah, diikat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga memberikan hak preferensi bagi Bank dan dilindungi asuransi banker’s clause yang memiliki jangka waktu paling sedikit sama dengan jangka waktupengikatan agunan.
Penerapan Banker’s Clause
Klausula ini sangat tepat dipergunakan untuk mengcover risiko kredit perorangan, misalnya banker’s clause untuk perjanjian asuransi jiwa debitur, asuransi kebakaran dan asuransi bencana gempa dalam fasilitas KPR. Bank tidak otomatis mendapatkan pembayaran asuransi dalam hal terjadi peristiwa tertentu yang menjadi alasan pengajuan klaim. Pengurusan klaim asuransi dilakukan oleh debitur atau kuasanya atau dalam hal debitur meninggal dunia diurus oleh ahli warisnya. Hasil pembayaran klaim asuransi nantinya diserahkan kepada bank untuk menyelesaikan kewajiban kredit debitur.
Dalam asuransi jiwa, apabila debitur meninggal dunia maka ahli waris dapat mengajukan klaim asuransi agar kewajiban debitur yang tersisa setelah debitur meninggal dunia dilunasi oleh pihak asuransi. Untuk pengajuan pengurusan klaim, maka ahli waris harus mempersiapkan berkas persyaratan antara lain surat keterangan kematian serta surat bukti keterangan ahli waris debitur.
Dalam asuransi kebakaran, apabila terjadi kebakaran bangunan rumah yang menjadi jaminan KPR maka debitur dapat mengajukan klaim agar pihak asuransi membayarkan kerugian debitur akibat terjadinya kebakaran bangunan rumahnya. Hak atas pembayaran klaim asuransi kebakaran ini digunakan untuk menyelesaikan kewajiban debitur dalam fasilitas KPR bank.
Dalam asuransi bencana gempa, debitur dapat mengajukan klaim agar pihak asuransi membayarkan kerugian debitur akibat bencana gempa yang mengakibatkan kerusakan bangunan rumahnya. Bilamana kerusakannya dianggap parah dan dapat memengaruhi kemampuan debitor mengembalikan utang kepada bank, dana hasil pencairan klaim bencana gempa yang sudah dipindahbukukan perusahaan asuransi ke rekening debitur pada bank. Bank dapat saja mendebet seluruhnya untuk pembayaran utang debitur kepada bank.
Dalam fasilitas kredit pemilikan mobil banker’s clause ini juga diterapkan bank atau lembaga pembiayaan (multifinance). Bank dan lembaga pembiayaan mensyaratkan agar hak atas klaim asuransi yang diajukan debitur kepada pihak asuransi dibayarkan untuk menyelesaikan kewajiban debitur.
Untuk debitur berupa korporasi yang mendapatkan kredit modal kerja dari bank, banker’s clause sebenarnya dapat juga diterapkan. Dalam hal memberikan dukungan kredit modal kerja untuk membangun apartemen kepada sebuah perusahaan maka bank mensyaratkan asuransi atas bangunan apartemen. Apabila terjadi kebakaran atas apartemen yang pembiayaannya didukung dengan modal kerja dari bank selaku kreditur maka pembayaran klaim asuransi kebakaran tersebut diajukan dibayarkan ke rekening debitur yang terdapat di bank.
Selanjutnya bank mendebet untuk pembayaran kewajiban kredit debitur. Untuk kepentingan bank selaku kreditor, debitor wajib menyerahkan kepada bank semua polis asuransi, bukti pembayaran premi dan biaya asuransi, surat perjanjian asuransi, serta kuasa pengurusan pencairan klaim serta standing instruction (SI) dari debitur kepada perusahaan asuransi. Langkah ini terkadang masih abai dilakukan bank sehingga manfaat banker’s clause belum dapat langsung diperoleh bank. Bisa jadi sudah dibuat dan dikuasai tetapi berkasnya tidak ditemukan di saat proses pengajuan klaim.
Surat Kuasa dari debitur kepada bank untuk mencairkan klaim diperlukan agar bank memiliki kapasitas untuk dan atas nama debitur mengurus proses pencairan klaim asuransi. Sehingga bank tidak perlu lagi memintakan kuasa kepada debitur saat mengajukan permohonan pencairan klaim.
Sedangkan Standing instruction (SI) dari debitur kepada perusahaan asuransi agar pembayaran klaim dipindahbukuan ke rekening debitur yang ada pada kreditor atau bank yang ditunjuk oleh kreditor. Dengan demikian, adanya surat kuasa dan standing instruction ini, bank tetap dapat mengontrol, memonitor dan menggunakan dana hasil pencairan hak atas klaim debitur untuk penyelesaian kewajiban kredit debitur pada kreditur.
Penutup
Nasabah peminjam (debitur) dan bank selaku kreditur harus memahami manfaat dari banker’s clause. Nasabah harus memastikan kembali apakah fasilitas kredit yang diterimanya sudah dipertanggungkan pada perusahaan asuransi atau justru belum dipertanggungkan.
Pemahaman ini penting agar nasabah tidak dirugikan dalam fasilitas kredit yang diterimanya dari perbankan. Bagi perbankan, pemahaman penerapan banker’s clause ini juga penting. Kekeliruan dalam penerapannya membuat maksud dan tujuan penggunaannya klasula ini untuk mitigasi risiko kredittidak tercapai. Semoga artikel ini bermanfaat.
Penulis adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan