Buruknya Etika Siswa

buruknya-etika-siswa
Oleh: Rismaini Keliat, S.Pd. Tidak bisa dimungkiri jika etika siswa semakin hari semakin memprihatinkan. Begitu banyak berita tentang kasus siswa yang melawan dan memperlakukan gurunya dengan semena-mena. Kasus konflik antara siswa dan guru yang berujung pada kriminalitas pun marak terjadi. 

Guru yang mestinya dihormati dan dihargai sekarang malah dilawan dan tidak lagi disegani. Begitulah etika siswa zaman now. Ironisnya, mereka begitu bangga memiliki perilaku yang tak terpuji itu. Namun demikian, sepertinya belum ada hal yang cukup berarti yang telah dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, termasuk orang tua dan guru, untuk mengatasi masalah ini padahal sebenarnya hal ini bukan lagi sesuatu yang baru.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu sangat lah sulit karena pandangan masing-masing orang tentang baik dan buruk mempunyai kriteria yang berbeda-beda. Dengan demikian, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk.

Etika berperan penting untuk semua orang termasuk bagi para pelajar. Ketika seseorang tidak memiliki etika yang baik, ia akan semena-mena kepada siapa saja, termasuk orang tua, guru, sahabat, dan orang-orang di sekitarnya. Ia akan memperlakuan setiap orang sesuka hatinya. Contoh kasus yang beberapa waktu lalu (2/2) terjadi pada salah satu guru di SMP PGRI Wringinanom, Gresik, Jawa Timur bernama Nur Kalim. Dalam video viral yang beredar, terlihat jelas siswanya menarik kerah baju Kalim. Tidak hanya itu, dia juga sempat memegang kepala guru tersebut. Lebih miris lagi saat tak satu pun siswa lain menghentikan kejadian itu, justru mereka menertawakannya.

Sebelumnya, kasus serupa juga pernah terjadi di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, madura, Jawa Timur (2/1) dimana guru kesenian di sekolah tersebut harus meregang nyawa karena dianiaya salah satu siswanya. Kejadian serupa juga pernah dialami Malayanti, seorang guru di SMA Negeri 3 Wajo, Sulawesi Selatan (6/11/2019). Guru yang sudah mengajar lebih dari 10 tahun tersebut dipolisikan siswanya hanya karena mencubit siswa tersebut yang tidak mengikuti kelas mata pelajaran kewirausahaan. 

Beberapa kejadian diatas hanya sedikit dari banyaknya kasus yang menimpa guru yang tak diekspos di media. Semua itu sudah lebih dari cukup  untuk menggambarkan betapa makin buruknya etika siswa saat ini.

Kecenderungan siswa beretika buruk saat ini bisa dikatakan darurat karena telah masuk pada kriminalitas yang melukai, menganiaya, bahkan berujung pada perenggutan nyawa. Guru ditekan berbagai pihak baik dari tuntutan sistem pendidikan yang mengharuskannya mengajar, memberi motivasi dan menjadi contoh, hingga tuntutan orang tua agar menjadikannya anaknya lebih pintar. Padahal, dalam berbagai kasus siswa dan guru, para orang tua justru selalu menyalahkan pihak guru hingga masuk ke jalur hukum.

Pada prinsipnya, nilai-nilai etika belajar pada siswa harus ditumbuhkan dan dibudayakan, begitu juga perlindungan anak harus terintegrasi dalam pendisiplinan siswa. Kebebasan guru dalam proses pendisiplinan siswa harus seiring dengan kaidah pendidikan dan perlindungan anak. Pendidikan etika pertama tentunya didapatkan oleh anak dari lingkungan keluarganya sendiri. 

Seperti yang diungkapkan oleh Ahmadi (2004:108), keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan kelompok, dan merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak-anak menjadi anggotanya. Dalam buku tersebut ditekankan berbagai tugas orang tua terhadap anak.

Pertama, menanamkan nilai etika kepada anak  agar anak mempunyai moral baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Kedua, orang tua harus memahami betul karakteristik jiwa anak serta memberikan nasihat kepada anak. Jika orang tua memberika perhatian intens, maka anak akan mudah menerima saran dan nasihat dari orang tua. 

Ketiga, menciptakan komunikasi dalam keluarga. Hal ini sangat krusial karena tanpa komunikasi yang baik antara anka dan orang tua, anak akan mudah terpapar etika buruk dari lingkungan lain. Hubungan dengan orang tua yang hangat, ramah, gembira, dan menunjukkan kasih sayang merupakan pupuk bagi perkembangan etika anak.

Persoalan etika tidak boleh dianggap sepele karena baik buruknya aksi seseorang sangat dipengaruhi oleh etika dia dalam berelasi dengan orang-orang di sekitarnya. Bagaimana pun, masa depan anak tidak akan cemerlang jika etikanya buruk. Kalau bukan orang tua yang mengubahkannya, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? ***

Penulis adalah Guru SMA Swasta Darma Yudha Pekanbaru, Riau.

()

Baca Juga

Rekomendasi