Suara ‘Keledai’ dalam Pemilu

suara-keledai-dalam-pemilu

Oleh: Hotmatua Paralihan Harahap, MA.

Secara literal suara merupakan bunyi yang muncul dari setiap mulut, benda cair gas dan benda padat. Dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan setiap bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia (se­perti waktu bercakap-cakap, me­nyanyi, tertawa, dan menangis): contoh lain penyanyi itu merdunya; bunyi binatang, alat perkakas.hanya saja, tidak ada buktinya.

Suara adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda atau getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinyu terhadap waktu, suara berhubungan erat dengan rasa ‘mendengar’. Suara atau bunyi biasanya merambat melalui udara. Suara atau bunyi tidak bisa merambat melalui ruang hampa.

Selain dari pengertian suara seba­gai bunyi, suara juga diartikan dalam menentukan arah dan tujuan suatau bangsa. Kenapa tidak, dalam Negara demokrasi yang kekuasa­nannya ditanga rakyat maka arah kebijakan suautu Negara ditentukan oleh pe­nentuan dan pengakatan seorang pemimpian yaitu kepala Negara dan anggota pareleman ber­da­sarkan jumlah suara. Pertanyaannya menga­pa disebutkan pemungutan suara dalam negara demokrasi.

Demokrasi di Yunani kuno mulai muncul dan berkembang sekitar 600 - 300 SM, tepatnya di kota Athena. Disebutkan bahwa sistem demokrasi tersebut merupakan yang terkuat dan stabil di zamannya. Demokrasi benar-benar dilakukan secara lang­sung, setiap orang tidak diperbo­lehkan memiliki perwakilan untuk memberikan hak bicaranya atas suatu pilihan.Pemberlakuan sistem demo­krasi di Yunani kuno memiliki ciri khas, yaitu dengan adanya suatu maje­lis yang dipimpin oleh 10 jendral dan memiliki kurang lebih 500 perwakilan yang bertugas sebagai pegawai negara. Melalui majelis tersebut, rakyat bebas menyam­pai­kan pendapatnya, termasuk 500 orang perwakilan untuk bertugas sebagai pegawai Negara bebas bebas berbicara untuk kepentingan rakyat.

Dalam perkembangan selanjut­nya hak suara atau kadang-kadang disebut juga hak pilih adalah hak penduduk untuk memilih. Dalam masyarakat yang demokratik, pendu­duk yang usianya di atas batas boleh memilih dalam pemilihan umum. Hak suara Universal merupakan istilah yang mendeskripsikan situasi di saat hak memilih tidak terhalang oleh ras, jenis kelamin, status sosial atau kepercayan.

Tentunya dalam pelaksanannya selanjutnya, memilih pemimpian baik presiden maupun sebagai DPR, selain tidak mungkin semua hadir dalam parlement, juga tidak me­mung­kinkan meungumpulkan suara sebagai bunyi, tapi suara diartikan hak untuk mengeluarkan, menen­tukan pilihan sesuai dengan hati dan pikirannya tanpa interpensi apa, dan siapapun. Termasuk uang, kekua­saan, majikan, karena ia adalah hak seluruh masya­rakat yang harus dilindugi.

Jadi yang membedakan suara binatang, tumbuhan alam (sebagai bunyi) dan manusia terletak pada kualitasnya. Jika binatang bersuara atas dasar kepentingan dirinya maka suara manusia dikeluarkan atas dasar pikiran, perasaan, pertimbangan etika sosial kemasyarakatan dan moral.

Karena diktum di atas hanya suara manusia yang dikeluar berdasarkan pertim bangan,memungkinkan suara manusia akan menghasilkan dan mendistribusikan keadilan bukan hanya untuk kejerhatraan mausia teta­pi juga membawa keteraturan ke­pada alam semesta, hewan, tumbu­han serta mahkluk lain. Yaitu kesejahteraan dan kemakmuran.

Dan sebaliknya manakala suara manusia tidak didasarkan pada per­tim­bangan pikiran rasa keadilan maka tidak ada bedanya dengan suara hewan bahkan memungkikan suara manusia tidak bahkan lebih mena­kutkan dan memiliki daya rusak yang sangat kuat. Hal itu terlihat dalam Alquran Surat Al-A’raaf: 179

“Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk mema­hami (ayat-ayat Allah), dan mereka memi­liki mata (tetapi) tidak dipergu­nakan­nya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mem­punyai telinga (tetapi) tidak dipergu­na­kannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

Maksud ayat ini lebih cendrung pada suara itu ditentukan oleh kualitasnya bukan tinggi rendahnya (volume). Jika suara baik atau buruk ditentukan berdasarkan kuat-lemah, tinggi rendahnya, maka suara manusia tidak memiliki arti apa-apa bila dibandingkan dengan suara ombak, bahkan suara harimau sekalipun. Tetapi karena suara manusia ditentukan oleh kualitas yang dikeluarkannya atas dasar pikiran keadilan, ketenteraman, keindahan, kesejahteraan bagi alam semesta maka manusia disebutkan sebaik-baik ciptaan.

Suara Keledai

Alquran juga banyak menye­but­kan suara seperti suara hewan, air, udara, manusia dan hewan. Lebih dari 200 ayat dalam Alquran yang ber­cerita tentang hewan dan enam surat diberi nama hewan, misalnya Al-Baqarah (Sapi Betina), Al-Anaam (Hewan Ternak), An-Nahl (Lebah), Al-Naml (Semut), Al-An­kabut (Laba-Laba), dan Al-Fil (Gajah).

Namun yang menggelitik dalam pikiran kita suara hewan yang dicamtumkan dalam Al-quran yaitu suara Keledai. Tentunya penyebutan suara keledai ini tidaklah tanpa mak­na, tentunya memiliki hikmah yang sangat bermanapaat bagi ma­nusia, bahkan perlu ditelusuri se­cara ilmiah mengapa demikian. Allah menyebut­kan suara Keledai seburuk buru suara sebagaimana tercamtun QS: Luq­man:19 sebagai berikut : “Dan seder­hanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesung­gu­hnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman: 19).

Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Katsir, maksud ayat ini, janganlah berbicara keras dalam hal yang tidak bermanfaat. Karena sejelek-jelek suara adalah suara keledai. Mujahid berkata, “Sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” Jadi siapa yang berbicara dengan suara keras, ia mirip dengan keledai dalam hal mengeraskan suara.

Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Seandainya mengeraskan suara dianggap ada faedah dan man­faat, tentu tidak dinyatakan secara khusus dengan suara keledai yang sudah diketahui jelek dan menun­jukkan kelakuan orang bodoh.”

Penjelasan tentang suara Keldai ini juga disebutkan dalam Hadis Rasulullah SAW yaitu : “Apabila ka­lian mendengar ayam jantan ber­kokok di waktu malam, maka min­talah anugrah kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Namun apabila engkau mendengar keledai meringkik di waktu malam, maka mintalah per­lindungan kepada Allah dari gang­guan syaithan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaithan” (HR. Mus­lim no. 3303 dan Muslim no. 2729).

Dalam sebuah situs https://masshar2000.com/2013/04/22/ se­buah tulisan dijelaskan “Keledai itu dapat melihat dengan sinar infra merah, sedangkan syaitan sendiri berasal dari jin yangdiciptakan dari api.Artinya, syaitan termasuk dalam lingkup infra merah. Karena itulah, keledai dapat melihat syaitan,tetapi tidak bisa melihat malaikat.Adapun ayam jantan, ia mampu melihat sinar ultraviolet, sedangkan malaikat diciptakan dari cahaya, artinya dari sinar ultraviolet.

Karena itulah, malaikat dapat dilihat oleh ayam jantan.Hal ini menjelaskan kepada kita mengapa syaitan melarikan diri saat disebutkan nama Allah. Penyebabnya adalah karena para malaikat datang ke tempat yang disebut nama Allah itu, sehingga syaitan melarikan diri. Me­ngapa syaitan menghindar bila ada malaikat? Jawabannya adalah karena syaitan terganggu bila melihat cahaya malaikat. Dengan kata lain, jika sinar ultraviolet bertemu dengan sinarin­framerah di satu tempat, maka sinar merah memudar.

Penafisran yang mendekti dengan temuan ilimiah di atas, memahami QS: Lukman: 9 diatas, salah satunya pendapat Jalaluddin Rahmat, “men­je­laskan bahwa keledai memiliki sifat buruk, berbeda dengan hewan dan bi­natang lain. Keledai memiliki sifat egois yang hanya bersuara jika ber­hubungan langsung dengan kepenti­ngan dirinya; seperti lapar, haus dan kawin. Artinya tidak begitu peduli de­­ngan kondisi sekelilingnya jika be­lum menyangkut dengan kebutu­hannya”.

Sifat ini juga sering dimiliki man­usia, subjektifitas dan egois tanpa memperhatikan orang lain. Dalam konteks pemilu misalnya, seorang ustad, warga masyarakat, pejabat, ha­nya berbicara jika berhu­bungan lang­sung dengan kepentingannya. Sese­orang mulai keritis berbicara lantang jika diberikan uang, atau sebaliknya yang biasanya lantang untuk melawan kejaliman tiba-tiba suara nya mengecil bahkan hilang karena telah diberikan uang untuk tidak bersipat keritis. Hal ini semua, hanya berbicara jika me­nyangkut dirinya, hal demikian termasuk suara keledai.

Begitu juga dengan pemberian suara, dia hanya memilih jika ada uang sogokan, pemberian hadiah tan­pa harus melihat memperhatikan itegritas, dan kualitas calon pemim­pin yang akan diakat. Padahal kua­litas dan itegritas calon itulah kemudian yang mem­berikan kemas­lahatan bagi orang banyak dan umat. Namun karena pemilih bersipat individualis, pendek dan berpikir “pulus” uang yang menjadi motif utama adalah kepentingan peribadi. Sipat keledai seperti ini juga terma­suk sipat seseorang yang perag­matis dan oportunis.

Kesimpulan

Alquran banyak menggambarkan sesuatau dengan menggunakan permi­salan (metafora) suara, dan sifat-sifat hewan dalam Alquran, agar dijauhi oleh manusia. Seperti sifat semut yang memiliki sifat Qarun dan Firaun. Se­mut yang memiliki badan sangat kecil tetapi punya kekuatan mengum­pul makanan untuk bertahun tahun, padahal umurnya pendek. Begitu juga dengan teguran dan kebencian Allah kepada suara keledai, suara yang me­ngandung sipat indivi­dualis, ego, pragmatis, oportunis mementingkan dirinya sendiri. Dia mau berbicara lantang jika berhubungan langsung dengan kepentingan dirinya.

Wallahu A’lam bissawab.

()

Baca Juga

Rekomendasi