Salah satu bukti sejarah bahwa di Sumatera Barat pernah berkuasa seorang raja bisa dilihat dengan masih berdirinya Istano Basa Pagaruyung yang lokasinya berada di Kecamatan Tanjung Emas, Kota Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istana Pagaruyung ini menjadi salah satu destinasi wisata yang tak pernah terlewatkan dari paket kunjungan wisata yang ditawarkan kepada wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Istana Pagaruyung tak pernah sepi dari pengunjung, di halaman gedung pengunjung disambut pasangan badut berpakaian adat Minang dan bisa diajak untuk foto bareng sebelum masuk ke dalam istana. Wisatawan domestik cukup membayar karcis masuk sebesar Rp 7.000 per orang. Namun untuk wisatawan mancanegara, dikenakan tarif Rp12.000 per orang. Pengunjung yang hendak masuk istana ini diwajibkan untuk melepas alas kaki (sepatu dan sandal).
Arsitektur bangunan istana ini sangat unik dan ketika kita memandangnya dengan serius, maka kita akan terkagum-kagum dan tersanjung. Dengan bentuk empat persegi panjang berkonsep rumah gadang, Istana Pagaruyung sangat memesona. Melihat lebih detail dari struktur bangunan Istana Pagaruyung, kita bisa mendapati pada bagian atas adanya gonjong yang merupakan atap lancip menonjol seperti tanduk kerbau. Bangunan istana ini juga dilengkapi dengan surau, rangkaian patah sembilan dan tabuah.
Menurut salah seorang pemandu yang menjelaskan sejarah Istana Pagaruyung, yang ada saat ini hanyalah sebuah replika dari istana yang asli. Bangunan yang asli dulu terletak di atas bukit Batu Patah. Tragisnya, Istana Pagaruyung yang asli ini terbakar habis pada sebuah kerusuhan berdarah pada tahun 1804 pada zaman Belanda. Istana tersebut kemudian didirikan lagi namun kembali terbakar pada tahun 1966.
Konstruksi Istano Basa Pagaruyung dilakukan dengan peletakan tunggak tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Harun Zain. Bangunan baru ini tidak didirikan di lokasi istana yang asli, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya.
Saat berada di dalam istana, ada beberapa ruangan yang dipergunakan untuk raja, permaisuri dan anak-anak raja. Tidak ketinggalan juga ada beberapa barang peninggalan kerajaan yang bisa kita saksikan di dalam istana ini. Istana ini terdiri dari 3 lantai, dimana saat kita berada di lantai satu akan menemukan beberapa ruangan yang berfungsi sebagai tempat pajangan, kamar dan juga singgasana. Sementara itu di lantai dua merupakan anjuang Paranginan yakni kamar anak perempuan yang belum menikah. Menuju lantai tiga kita akan mendapati ruangan rapat khusus raja 3 selo serta ruang penyimpanan harta pusaka raja.
Setelah menikmati wisata istana, kita bisa wisata belanja di areal parkir kendaraan persis di seberang istana Ada beberapa toko cinderamata yang menawarkan berbagi pernik-pernik khas Sumatera Barat.
Menurut sejarah yang mempercayai ketiga daerah pada masa lampau berjuluk ’luhak nan tigo’ ini merupakan pemukiman awal dari masyarakat Minangkabau atau disebut pula wilayah darek (daratan).
Pada wilayah ini pula, di masa lalu berdiri sebuah pemerintahan konfederasi yang disebut sebagai Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan yang terbentuk dari gabungan nagari-nagari ini runtuh setelah terjebak dalam siasat kolonial Belanda saat perang Padri bergejolak.
Sesuai dengan namanya, istana ini mengabadikan kemegahan arsitektur dari pusat pemerintahan kerajaan. Meskipun wujud yang berdiri megah sekarang ini bukanlah bangunan aslinya, namun berbagai detail ciri khas arsitektur yang dimilikinya masih sama seperti kondisinya di masa lampau. Istana ini selalu ramai pengunjung terutama pada hari libur dan hari-hari besar keagamaan. (James P. Pardede)