Hambat Penyebaran Hoaks di Indonesia

hambat-penyebaran-hoaks-di-indonesia

Oleh: Pretty Luci Lumbanraja.

Virus hoaks sudah menyebar di­mana-mana. Semakin mening­kat­nya perkembangan di era digital, maka semakin cepat pula kabar menyebar luas yang belum tentu benar kesahi­han­nya. Kabar hoaks dapat menyebar dari media apapun. Misalkan Face­book sebagai media jejaring sosial, WhatsApp sebagai media komunikasi online yang kita gunakan sehari-hari. Seperti pada bulan Oktober silam ka­bar hoaks penganiayaan Ratna Sa­rum­paet yang mulanya menyebar dari situs Facebook.

Kasus hoaks sudah lama terjadi. Tidak hanya di dunia nasional melain­kan di internasional juga. Mulai dari cerita Ballon Boy pada tahun 2009, Fiji Mermaid pada tahun 1842, Hoaks Mars pada tahun 2003, Hoaks Mi­crosoft pada tahun 1994, manusia Pilt­down pada tahun 1915, Otopsi alien pada tahun 1947, Nibiru, Amity­ville, dan lain seba­gainya. Sepanjang tahun 2018, banyak kabar hoaks yang sam­pai di telinga ma­sya­rakat. Mulai dari hoaks Ratna Sa­rumpaet, gempa su­sulan di Palu, rekaman Black Box Lion Air, kebangkitan PKI, BSSN dan WhatsApp, Makanan mengan­dung lilin dan plastik dan masih ba­nyak lain.

Tentu saja hal ini membuat ma­sya­rakat menjadi resah, khawatir, dan takut. Pemerintah seolah-olah diang­gap tidak mampu dalam menga­tur negeri karena munculnya keti­dak­per­cayaan. Mirisnya, selain media sosial, portal-portal berita yang kita kenal se­bagai sumber berita yang akurat juga ikut sebagai media penyebaran kabar hoaks dimana secara politik un­tuk mengkritik upaya kerja peme­rintah.

Ketertarikan dan keloyalan kita akan portal tersebut yang dapat di­manfaatkan untuk keuntungan ins­ti­tusi itu sendiri, yaitu dari segi ma­te­riil. Bisa bayangkan tidak sulitnya kita bisa menelaah kabar itu hoaks atau tidak. Krisis keper­cayaan dan men­talitas mewabah di negeri kita ibu pertiwi. Kecemasan antar masya­ra­kat menimbulkan perdebatan yang dituangkan dalam dunia maya. Motivasi oknum-oknum menyebar­kan hoaks dibungkus oleh beberapa ala­san. Dilansir dari timesindonesia, telah melakukan survei pada beberapa res­ponden, selain informasi berasal dari orang terpercaya, juga ingin men­jadi yang pertama dalam me­nyebarkan in­formasi. Ada perasaan bangga jika men­ja­di yang pertama dalam menye­bar­kan berita baik itu berita benar atau tidak. Tentu saja hal ini bisa mem­pengaruhi psikologi masyarakat In­donesia yang fatalnya bisa terbiasa menyebarkan, mudah percaya akan hoaks dalam hidupnya sehari-hari. Kita yang dengan mudah percaya dika­renakan berita hoax dibuat me­nye­rupai aslinya. Data-data direka­yasa seolah-olah fakta begitu juga gambaran-gambaran lain.

Dari CNN Indonesia, Kementerian Komunikasi dan In­formatika (Kom­info), hasil rekapitulasi mencatat ada 1440 laporan yang berkaitan dengan konten negatif dan 733 laporan di da­lamnya laporan konten hoaks yang di­sebarkan di salah satu media ko­munikasi online, WhatsApp di se­pan­jang tahun 2018.

Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menepis kabar hoaks ini. Teknologi kecerdasan buatan yang dinamakan Cyber Drone 9 untuk melacak dan menye­lidiki situs-situs yang menyebarkan kabar palsu. Badan Siber Sandi Negara (BSSN) bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan POLRI ikut bergabung memerangi penyebaran kabar hoaks. Setiap negara memiliki gaya dan cara sendiri untuk menepis kabar hoaks yang kian berekspansi. Konten-konten negatif seperti pornografi juga menjadi salah satu virus yang harus dibasmi. Sinergitas antara pemerintah Indone­sia dengan institusi bonafide swasta yaitu Google dan Facebook juga di­kerahkan demi mentalitas dan mo­ralitas masyarakat dunia khususnya di Indonesia.

Sebab banyak web dan blog pe­nye­bar hoaks memakai platform yang di­sediakan dari fitur Google itu sen­diri. Facebook sendiri pun dalam pro­gress mengungkap akun-akun palsu. Dilihat dari ciri-ciri pemilik akun yang ab­normal terlalu obsesif menam­bah­kan pertemanan hingga beribu-ribu, menyebarkan artikel-artikel yang tidak baik, dan mem­bagikannya ke banyak pengguna. Didukung Artifi­cial In­tellegence (AI), Facebook langsung cepat menghapus kabar hoaks yang menjadikan platform Facebook sebagai media dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dilihat dari kinerjanya yang sudah menghapus 753,7 juta akun palsu secara global di sepanjang kuartal ketiga 2018 sampai di kuartal pertama 2019 (CNN Indonesia).

Tidak hanya itu, berbagai upaya-upa­ya pemerintah telah dilakukan mu­lai dari berperan sebagai verifikator. Di­mana kabar hoaks yang menyerang dengan sigap ditangani tanpa memerlukan waktu yang lama dalam klarifikasinya. Pe­merintah melakukan pendekatan pada akun-akun berpe­ngaruh baik itu personal maupun kelompok. Juga komunitas-komunitas masyarakat yang didukung pemerintah dimana perannya tidak hanya menepis kabar hoaks saja melainkan melaporkan berita-berita hoaks yang menyebar.

Oleh karena itu, pemerintah dalam penyebaran kabar hoaksnya mulai membatasi penerusan pesan atau forward berita maksimal hanya lima pengguna baik itu pribadi ataupun grup pada aplikasi WhatsApp. Dimana hal ini telah diusulkan sejak 2018 lalu. Meniru cara India yang memi­nimalkan virus Hoaks yang berdampak negatif sampai-sampai memakan korban jiwa. Alangkah ironinya karena hoaks kita bisa menghakimi orang lain, melakukan tindakan kekerasan bahkan sampai membunuh. Mengingat WhatsApp masih sulit untuk diakses lebih jauh disebabkan sifatnya yang masih tertutup. Maka dengan itu mari kita mengambil peran dalam menghambat penyebaran hoaks.***

Penulis adalah warga biasa yang bergiat dalam Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen).

()

Baca Juga

Rekomendasi