Naik Pesawat (Bukan) Hanya Orang Kaya

naik-pesawat-bukan-hanya-orang-kaya

Oleh: Dra. Yusna Hilma Sinaga. Mobilitas penduduk semakin penting ketika populasi penduduk meningkat maka sarana transportasi menjadi penentu. Indonesia sampai akhir tahun 2018 berpenduduk 265 juta jiwa terdiri dari 133,17 juta jiwa laki-laki dan 131,88 juta jiwa perempuan (data dari Badan Perencanaan Pemba­ngunan Nasional) menjadikan sarana transportasi penentu kemajuan perekonomian bangsa.

Tidak heran ketika harga tiket pesawat penerbangan domestik mahal menjadi perhatian dan pembicaraan di masyarakat. Begitu juga dengan bagasi berbayar oleh sejum­lah maskapai penerbangan yang menambah beban bagi calon penumpang. (Red: tulisan opini berjudul, “Naik Pesa­wat, Bayar Bagasi” harian Analisa Halaman 24, Sabtu, 12 Januari 2019)

Menjadi perhatian semua pihak karena sesungguhnya naik pesawat itu bukan hanya orang kaya akan tetapi untuk semua orang yang membutuhkan mobilitas dari satu daerah ke daerah lain di Indonesia. Muncul keheranan sebab harga tiket pesawat mahal itu untuk penerbangan domestik, bukan penerbangan luar negeri. Contohnya, harga tiket Jakarta-Batam ter­nyata lebih mahal dari tiket pesawat Jakarta-Singapura. Begitu juga pener­bangan Aceh-Jakarta lebih mahal dari Aceh-Kuala Lumpur.

Berbagai dugaan, spekulasi muncul, apakah ada seke­lompok maskapai mengendalikan harga (kartel) tiket pe­sawat. Bila ada yang melakukan kartel tiket pesawat sangat membahayakan bagi perekonomian Indonesia. Harga tiket pesawat mahal akan berdampak kepada perekonomian nasional. Mahalnya tiket pesawat akan menyumbang ke­naikan inflasi per bulan dan bila terus berlanjut akan ber­dampak kepada inflasi tahunan.

Mengapa tiket pesawat mahal berdam­pak kepada inflasi? Jawabnya karena masyarakat jasa pesawat sudah menjadi kebutuhan semua orang. Sama halnya dengan harga bahan kebutuhan pokok se­­perti harga pangan akan berdampak ke­pada kenaikan inflasi. Semua produk barang dan jasa yang menjadi kebutuhan banyak orang akan menjadi pe­nyumbang naiknya inflasi.

Fakta membuktikan ketika pada wak­tu-waktu tertentu (hari raya dan masa liburan) harga tiket pesawat naik men­­jadi penyumbang meningkatnya inflasi. Untuk itu agar tiket pesawat tidak me­lam­bung tinggi pada waktu-waktu ter­tentu maka pemerintah member­lakukan regulasi atau melakukan kebijakan pem­batasan tarif atas dan tarif bawah. De­ngan demikian pada waktu-waktu tertentu kenaikan harga tiket pesawat maksimal pada tarif batas atas.

Harga tiket pesawat mempengaruhi angka inflasi maka akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi di Indonesia umumnya dan khususnya pada daerah-daerah tertentu seperti daerah industri, daerah pendidikan, daerah pariwisata yang berkaitan dengan transportasi udara. Selanjutnya, harga tiket pesawat akan mempengaruhi harga barang karena logistik perdagangan mempergunakan jasa angkutan udara.

Mensiasati Harga Tiket Pesawat

Satu negara yang memiliki jumlah penduduk besar dan wilayah yang dipisahkan oleh laut, selat membuat jasa angkutan udara menjadi penting dan menentukan. Peran jasa angkutan udara berkontribusi bagi kelancaran dunia pendidikan, dunia usaha kecil menengah, dunia industri dan lainnya.

Dampak kenaikan tiket pesawat dalam waktu singkat terhadap industri pari­wisata sebab ketika harga tiket pesawat mahal banyak orang menunda untuk berwisata. Akhirnya industri pariwisata sepi. Namun, berbeda dengan industri lainnya seperti aktivitas industri, aktivitas pendidikan, per­dagangan tidak bisa ditun­da harus dilakukan.

Fakta membuktikan ketika harga tiket pesawat mahal terjadi penurunan jumlah penumpang jasa angkutan udara. Diper­kirakan sedikitnya ada penurunan jumlah penumpang sebanyak lebih kurang pulu­han ribu orang per hari. Hal itu bisa dili­hat dari jumlah keterisian penumpang dalam pener­bangan yakni keterisian sekitar 75 sampai 89 persen.

Diperkirakan menurunnya jumlah pe­numpang pesawat itu kepada mereka yang menunda untuk berwisata dari satu daerah ke daerah lainnya. Hal ini menjadi tanta­ngan bagi industri pariwisata. Se­dangkan untuk aktivitas perdagangan, aktivitas lo­gistik, aktivitas industri dan akti­vitas pendidikan tidak bisa ditunda akan tetapi harus dilakukan tanpa ter­kecuali.

Tidak mungkin seorang pelajar atau se­orang mahasiswa atau seorang bisnis­men harus menunda keberangkatannya disebabkan tiket pesawat mahal. Begitu juga dengan aktivitas perdagangan, in­dustri dan logistik tidak bisa ditunda karena barang itu merupakan kebutuhan pokok bagi banyak orang maka harus dilaksanakan.

Tidak bisa ditunda, harus berangkat tepat waktu. Tidak bisa tidak naik pesawat bagi seorang mahasiswa yang ku­liah di Jakarta dan orangtuanya berada di Medan. Pada sisi lain bisa mencari alternatif ang­kutan selain angkutan udara. Misalnya men­cari jasa angkutan darat. Hal itu terbukti dengan meningkatnya jumlah penumpang bus Antar Kota Antar Pro­vinsi (AKAP) pada rute Padang-Jakarta, Medan-Pekanbaru, Medan-Banda Aceh yang bisa dilakukan dengan jasa angkutan darat.

Secara alami ketika satu jasa angkutan mahal maka orang akan mencari peng­ganti jasa angkutan. Bila mahal jasa ang­kutan udara maka orang akan mencari jasa angkutan darat atau jasa angkutan laut. Menunda keberangkatan tidak mung­kin akan tetapi yang memungkinkan mencari alternatif angkutan.

Fakta membuktikan bahwa jasa angkutan udara penting maka ketika harga tiket pesawat mahal dicari solusi atau melakukan siasat terhadap mahalnya tiket pesawat. Feno­mena menarik ketika warga Banda Aceh ramai-ramai me­ngurus paspor tetapi tujuannya bukan untuk keluar negeri akan tetapi tetap di dalam negeri karena melakukan pener­bangan domestik. Tujuannya penerbangan dalam negeri tetapi harus via luar negeri disebabkan adanya peluang harga tiket lebih murah.

Tiket pesawat penerbangan dalam negeri jauh lebih mahal dari tiket pesawat penerbangan luar negeri. Contoh, harga tiket pesawat Banda Aceh-Jakarta semula Rp1,5 juta, naik menjadi Rp3 juta. Bila penerbangan tidak langsung ke Jakarta meskipun tujuan ke Jakarta ternyata bisa lebih murah. Penerbangan Banda Aceh-Malaysia dan Malaysia-Jakarta dengan transit di Malaysia bisa Rp1,5 juta per kursi.

Akibat lebih murah maka banyak masyarakat Aceh terbang ke Jakarta terlebih dahulu dari Banda Aceh-Malay­sia, baru dari Malaysia-Jakarta. Fenomena baru ini muncul dengan ramainya ma­syarakat Banda Aceh mengurus paspor.

Akhirnya penumpang yang menyesuaikan antara keterse­diaan budget dengan pilihan perjalanannya .

Dampak dari bagasi berbayar ini masyarakat akan lebih memilih untuk bepergian ke luar negeri daripada berwisata dalam negeri. Mengingat harga tiket penerbangan ke luar negeri jauh lebih murah daripada penerbangan domestik. Misalnya harga tiket pesawat Batik Air atau Citilink ju­rusan Banda Aceh-Jakarta yang sebelumnya di kisaran 1,5 juta kini naik hingga menyentuh Rp. 3 juta. Sedangkan penerbangan ke Kuala Lumpur ongkosnya hanya Rp. 900.000 dengan Maskapai Lion Air dan Air Asia.

Selain itu, dampak lain dari dikenakannya tarif bagasi ter­sebut terhadap pelaku usaha makro, kecil dan menengah (UMKM), yakni para pengusaha tersebut akan menaikkan biaya produknya sehingga ujung-ujungnya konsumen (baca masyarakat lagi yang terbebani. Misalnya ketika me­reka mengurus bisnis ke luar pulau, para pengusaha harus menam­bah biaya. Tambahan biaya tersebut akan dibebankan kepada barang-barang akan yang akan dijual. Yang pada akhirnya masyarakat juga yang akan menang­gung beban biaya tersebut.

Dengan demikian, dikenakannya bagasi berbayar oleh maskapai penerbangan pengeluaran konsumen untuk bia­ya transportasi pesawat menjadi naik. Karena itu, seha­rusnya Kemenhub bukan hanya meminta pihak maskapai untuk menunda pemberlakuan bagasi berbayar, tetapi juga mengatur besaran dan mengawasi pelaksanaan bagasi berbayar tersebut. Jika tak diatur dan diawasi, pengenaan bagasi berbayar adalah tindakan semena-mena maskapai, karena hal tersebut bisa menyundul tarif batas atas bahkan menyundul tarif maskapai yang selama ini menerapkan full services policy, seperti Ga­ruda, dan Batik. Sementara service yang diberikan Lion Air, dan nantinya Citilink masih berbasis low cost.

Oleh karena itu, diberlakukannya sistem bagasi ber­bayar ini, dirasa cukup memberatkan masyarakat. Karena di­kala harga tiket tinggi, masyarakat harus mengeluarkan uang lagi untuk membayar barang yang masuk dalam ba­gasi. Inilah fenomena yang mau-tidak mau, suka tidak suka harus dihadapi masyarakat khususnya yang dalam kesehariannnya mengguna­kan moda transportasi udara ini. Kita berharap bahwa peme­rintah baca Kemenhub da­pat mengawasi aturan tarif bagasi berbayar tersebut. Ke­pada pihak maskapai juga hendaknya mengimbanginya de­ngan pelayanan yang baik khususnya menyangkut ba­rang-barang yang di bagasi tersebut. Tidak jarang penum­pang mengeluh bahwa barang yang ditaruh di ba­gasi itu hilang atau kopernya rusak. Semoga keluhan yang selama ini dialami oleh penumpang tidak kita temukan lagi sejak pemberlakuan tarif bagasi berbayar. Pelayanan yang baik, serta service yang memuaskan dari maskapai penerbangan ten­tu diharapkan oleh pengguna jasa angkutan udara terse­but. Sehingga penumpang merasa terlayani dan merasa nyaman ketika menggunakan jasa moda transportasi udara tersebut. Aamiin. ***

* Penulis Alumni PPS UISU Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi