
• Oleh: Agus Salim, S.Pd.I, M.Pd.I
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sejarah memiliki 3 arti: Pertama, asal-usul (keturunan) silsilah. Kedua, kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, riwayat, dan tambo. Ketiga, pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau, dan ilmu sejarah. Selain kata sejarah ada juga disebut dengan sirah dan kisah. Ketiga kata ini sama-sama tentang peristiwa masa lampau manusia.
Sejarah sangat penting diketahui terutama dalam beragama khususnya dalam suasana kehidupan modern sekarang. Mengabaikan sejarah sama saja artinya mengabaikan sebagian keyakinan dan ajaran dalam agama Islam. Jika tidak melek sejarah Islam maka yang terjadi adalah ketika muncul informasi hoax berkaitan tentang keyakinan dan ajaran dalam agama Islam maka dapat dipastikan tidak akan mampu memberikan verifikasi yang valid (sahih). Baik itu berkenaan dengan keotentikan Alquran sebagai kalam Allah SWT, pribadi Rasulullah SAW yang agung, ajaran agama Islam yang sah, ulama dan lainnya. Baik yang sengaja disebarluaskan untuk melemahkan keyakinan umat Islam maupun untuk memberikan kesan negatif terhadap kehidupan umat Islam.
Di sisi lain, Prof. Dr. Haidar Putra Daulay, MA menuliskan, “… sesungguhnya substansi dari mempelajari sejarah adalah untuk dapat menjadi i’tibar bagi yang mempelajarinya, sebab sejarah mengandung pengalaman masa lampau umat manusia. Karena sejarah mengungkapkan berbagai peristiwa yang telah terjadi yang kemungkinan ada yang mendatangkan kebahagian, ketentraman, kesejahteraan bagi umat manusia, dan juga tidak dimungkiri timbul sebaliknya.” (Daulay: cet. ke-4, 2014, h. 7) Dengan kata lain siapapun memiliki kesempatan yang sama untuk membuat sejarah kejayaan dan kebahagian dengan jalan mengambil iktibar dari perisitiwa masa lampau. Sebaliknya juga memiliki peluang untuk mengulang kerugian dan berbagai kerusakan dalam berbagai sisi kehidupan jika tidak mengambil pelajaran dari hidup orang terdahulu.
Dalam perkembangan kehidupan manusia di dunia, baik secara pribadi maupun kolektif telah mengalami pasang surut kehidupan. Berbagai fenomena dan huru-hara yang telah terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia. Sebagaimana yang diberitakan dalam Alquran, “Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang kafir.” (QS. Al-A’raf/7: 101). Hal ini seyogianya menjadi iktibar bagi manusia yang mau dan dapat mengambil hikmah dari perjalanan hidup manusia masa lalu.
Alquran mengisahkan seorang hamba Allah SWT yang pada awalnya taat berubah menjadi makhluk yang terlaknat. Iblis adalah golongan jin (QS. Al-Kahf/18: 50) yang dikenal sebagai salah satu makhluk yang pada awalnya paling taat beribadah kepada Allah SWT sampai-sampai derajatnya dinaikkan. Menurut M. Quraish Shihab, “… Iblis ini pada mulanya bernama Azazil dalam arti ketua para malaikat karena ia sangat taat beribadah, dan karena itu Allah SWT memerintahkan malaikat untuk sujud kepada Adam, tetapi perintahkan ini diarahkan juga padanya, tetapi karena ia enggan, ia mendapat murka Allah.” (Shihab: Vol. 1, h. 185) Karena kesombongannya akhirnya ia terusir dari surga dan dicap sebagai makhluk maksiat kepada Allah SWT. Dalam perjalanan hidup anak Adam AS, sifat sombong (merasa lebih dan pantas) ini kemudian diwarisi Firaun, Abu Jahal, dan lainnya. Konsekuensinya adalah akhir kehidupan mereka mendapatkan kehinaan.
Begitu juga sejarah kehidupan di dunia ini yang dimulai sejak manusia pertama, Adam AS, tepatnya dimulai dari huru-hara yang terjadi antara Adam AS dengan Iblis. Lantaran informasi hoax yang ditebar Iblis sehingga ia dan istrinya harus keluar dari surga lalu ditempatkan di bumi. Berlanjut kepada perjalanan hidup anak Adam AS diperintahkan untuk menikahkan anak-anaknya secara silang tetapi Kabil tidak menerima perintah tersebut. Persoalan iri hati menjadi pemicu utama membutakan hati, mata, dan kebenaran sehingga segalanya kelihatan gelap dan pada akhirnya mencelakakan saudaranya sendiri, Habil.
Fenomena ini tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam kehidupan modern. Berbagai tindakan kriminal dilakukan atas dasar iri hati, merasa diri lebih, dan pantas daripada orang lain. Lantas muncullah niat jahat untuk mencelakai atau membunuh dengan tujuan agar nikmat pada orang lain berpindah kepadanya. Sesuatu yang diperebutkan itu bisa berupa wanita atau pria, jabatan, pangkat, kekuasaan, warisan, dan lainnya. Membunuh tidak hanya dilakukan dengan menghilangkan nyawa orang lain tetapi kadang dilakukan dengan membunuh karakter pribadi orang yang bersangkutan. Bahkan hal ini lebih sadis daripada menghilangkan nyawa.
Kenapa hal ini terus terjadi? Oleh karena tidak konsisten menjadi pemeluk agama (Islam) yang memiliki keimanan baik serta mengindahkan membaca perjalanan hidup orang terdahulu yang ada dalam Alquran dan Hadis. Sebenarnya hal ini telah banyak terjadi tetapi sedikit yang mengambil suatu inti sari pelajaran untuk diterapkan dalam kehidupan. Sehingga berbagai keburukan, penyimpangan, dan kejahatan terus terjadi dari zaman berzaman.
Begita juga ketika Islam hadir di kota Mekah dalam kultur budaya dan sosial yang dinamakan dengan zaman jahiliah. Dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW pada awalnya ditolak. Bahkan ada yang mencaci maki, menfitnah, mencela, dilempari dengan batu, diludahi, dan adanya rencana untuk melakukan percobaan pembunuhan. Semua bentuk-bentuk kriminalisasi yang dilakukan kepada Nabi SAW dihadapinya dengan tekad kuat, sabar, rendah hati, dan kasih sayang. Bahkan suatu ketika Rasulullah SAW pernah mendapat tawaran dari Jibril untuk menghancurkan orang-orang musyrik ketika itu dengan menimpakan gunung kepada mereka tetapi Nabi SAW menolak tawaran tersebut dan mendoakan orang-orang yang ingkar atau orang-orang yang melakukan kriminalisasi kepadanya. Berkat kerja keras, doa, kesabaran, dan akhlak yang mulia Rasulullah SAW sukses dalam menyebarkan agama Islam.
Keberhasilan Rasulullah SAW dituliskan Syeikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri dengan bahasa yang indah, “Semua suku dan kabilah yang bertebaran bersatu dan manusia keluar dari penyembahan kepada manusia menuju kepada Allah. Tidak ada lagi perbedaan antara yang berkuasa dengan rakyat biasa, tidak ada tuan dan budak, pemimpin dan yang dipimpin, yang zhalim dan yang dianiaya; karena sesungguhnya semua manusia sama sebagai hamba Allah, bersaudara, saling mencintai dan melaksanakan hukum Allah. Akhirnya, Allah telah menghilangkan dari diri mereka fanatisme kesukuan dan berbangga diri dengan leluhur. Tidak ada keutamaan orang Arab dan non Arab, atau kulit putih atas kulit hitam kecuali karena ketakwaannya. Semua manusia adalah keturunan Adam sedangkan Adam berasal dari tanah.” (al-Mubarakfuri: 2001, h. 681)
Berkat perjuangan dan akhlak mulia yang beliau tonjolkan menjadi torehan tinta emas bahwa telah hadir sosok yang mulia sebelum kita, yang dikenal sebagai pribadi dan sosok ayah, kepala rumah tangga, nabi dan rasul, panglima perang, dan pemimpin yang mulia. Kemulian Rasulullah SAW bukan hanya diakui mereka yang beragama Islam tetapi juga mereka yang non-Muslim. Sebagai sampel Michael Hart yang memosisikan Nabi Muhammad SAW dalam urutan pertama orang yang paling berpengaruh di dunia.
Ini adalah adalah hidup. Sebaik apapun seseorang pasti ada yang tidak menyukainya. Begitu pula seburuk dan sejahat apapun dapat dipastikan ada yang menyenanginya. Orang yang mengharapkan dirinya dapat disenangi semua orang diumpakan mengharapkan air hujan di terik siang hari di padang pasir. Begitu jualah dengan Rasulullah SAW ada segelintir orang-orang yang tidak menyukainya dengan ucapan jelek dan atau menggambarkan Rasulullah SAW dalam karikatur yang tidak pantas.
Sedikit atau banyak kita telah membaca sejarah yang telah diukir orang-orang terdahulu. Jadi, kurang bijaksana mengabaikan sejarah kehidupan mereka. Mengetahui sejarah bukan hanya sekedar bacaan untuk bernostalgia apalagi mengkultuskan. Begitu juga suatu kesalahan mendasar hanya melihat akhir dari sejarah seseorang atau kelompok tertentu dengan tidak memperhatikan proses atau rentetan-rentetan bagaimana bisa hal itu terjadi. Bijaksana kiranya mengetahuinya untuk sampai kepada titik sukses memperoleh kebaikan dan tidak terjebak dalam kesalahan sama yang pernah dilakukan orang-orang terdahulu.
Saat ini kita, baik pribadi, kelompok masyarakat dan bernegara sedang menciptakan sejarah baru untuk generasi masa depan yang kelak dibaca, dipelajari, dan diingat. Oleh karena itu, ciptakanlah sejarah baru yang baik untuk menjadi kenangan, pelajaran, dan motivasi bagi mereka yang akan datang. Jadi, sejarah urgen untuk membentuk kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan bernegara yang baik. Semoga
* Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) al Ishlahiyah-Binjai dan Dosen Agama Islam Akper Kesdam BB/1 Medan