Oleh: Rhinto Sustono
KEKINIAN citra bangunan (gedung) publik, baik milik pemerintah/BUMN maupun swasta tidak hanya bertumpu pada fungsional dan kedayatahanan. Sisi artistik dan orientasi ke masa depan menjadi hal penting yang perlu disematkan dalam rancang bangunnya. Kajian arsitekturnya, gedung pemerintah harus bisa mengekspresikan perkembangan zaman.
Tak hanya gedung pemerintah/BUMN yang memang menjadi fasilitas publik, bandara dan pelabuhan laut juga dipersepsikan sama demi tujuan orientasi ke masa depan. Kekhasan arsitektur yang diterapkan kini, selalu mengadopsi gaya futuristik yang fleksibel.
Terpenting, orientasi bangunan futuristik harus mampu menjawab dinamisasi tuntutan kebutuhan yang terus berkembang. Sebab adakalanya, sesuai kebutuhan fungsional, sebuah bangunan sangat mungkin mengalami penambahan ataupun perubahan tanpa merubah bangunan utamanya.
Tidak ada pakem baku yang bisa mencirikan konsep futuristik antara satu bangunan dengan lainnya. Boleh dibilang, ketidakseragaman arsitektur futuristik memudahkan untuk beradaptasi. Sehingga gaya yang kini mendunia ini mampu menembus budaya, geografis, dan tatanan idealisme.
Secara fasad bangunan, konsep futuristik melabrak konsep tunggal arsitektur dan merubahnya menjadi penggabungan yang jamak. Tak ada ketentuan baku mengolaborasikan dua gaya arsitektur bahkan beberapa gaya sekaligus.
Konsep futuristik menitikberatkan soal ide, warna, gaya, dan susun atur yang menampakan gabungan ide menarik dan ada ciri reka bentuk masa depan. Ide pewarnaan tidak melulu pada cat dinding, namun dipadu dengan pemilihan lampu yang tidak bercahaya kontras.
Aplikasi terbarukan dalam konsep futuristik ini kadang memunculkan bentuk bangunan yang sama sekali berbeda. Ada banyak bangunan yang menerapkan konsep ini di dalam maupun luar negeri. Misalnya pada gedung Museum Daerah Deli Serdang.
Deli Serdang tidak hanya memiliki bangunan futuristik pada bandaranya. Sebuah bangunan lain yang diresmikan Kemendikbud awal September tahun lalu, yakni Museum Daerah Deli Serdang juga mengusung kekhasan desain futuristik.
Berada persis di jalur kiri lintasan Jalinsum (dari Medan) atau persisnya berada di seberang Kompleks Kantor Bupati Deli Serdang di Lubuk Pakam, bangunan ini terlihat menonjol. Fasad utamanya menjulang yang kedua sisi kanan-kirinya memiliki kekhasan tersendiri.
Secara utuh, bangunan museum ini terdiri dari penggabungan dua bangun bidang setengah lingkaran. Pada fasad kirinya, merupakan penampang (potongan) diameter lingkaran pertama yang berdinding vertikal dipenuhi material kaca dalam pola kotak-kotak kecil beraturan.
Pintu masuk utama dengan dominasi kuning kontras, ada pada lingkaran pertama bangunan. Agar lebih futuristi, teras lantai dasarnya berdesain modern sebagai akses tamu menuju pintu masuk.
Pada fasad kanan yang merupakan cembungan dari potongan setengah lingkaran kedua, sepertiga fasadnya menjulang dihiasi besi vertikal-simetris merata, sebagian lainnya tinggi puncaknya bergelombang teratur. Taman luas dan area publik yang dibatasi plank nama bangunan di bagian depan, menjadi ciri khas adaptasi desain modern-minimalis.
Pada sisi atas bangunan tersedia balkon berkanopi sebagai area ‘mencari angin’. Dari atas bangunan ini bisa memandang luas hamparan Jalinsum di bagian depan dan area kolam renang pada sisi belakangnya.
Tak hanya tampilan luar. Desain futuristik juga menyentuh pada interior museum tersebut. Tata letak ruang dan segala perabotan di dalamnya, tak selazim museum yang ada. Datagrafis ditampilkan secara futuristik yang menempelkan billboard di dinding dengan pencahayaan terbatas.
Etalase kaca yang menjadi pembatas ruang juga disertai datagrafis yang mudah diakses pengunjung. Tak hanya itu, data grafis juga menggantung pada kubus-kubus yang tersusun di langit-langitnya.
Bandara Futuristik
Sebagai kabupaten penyangga Ibukota Sumut, keberadaan Bandara Kualanamu (KNIA) di Deli Serdang pengganti Bandara Polonia Medan yang berdiri sejak 1928 – juga berdesain arsitektur yang dilengkapi infrastruktur pendukung canggih. Gaya futuristik KNIA idak hanya pada tampilan luar, tapi interiornya juga mencerminkan sebuah arsitektur yang mengadaptasi masa depan.
Termasuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang merupakan bandara terbesar pertama di Indonesia. Meski fasadnya mengusung desain pendopo khas arsitektur Jawa, namun kini juga dilengkapi taman-taman tropis kecil di sekitar ruang tunggu. Khusus di Terminal 3, tampilan desain futuristiknya syarat berkenaan dengan kebutuhan publik.
Tiga di antara sekian banyak bandara di luar negeri yang dibangun dengan konsep futuristik terbaik, misalnya Denver International Airport, Kansai International Airport, dan Adolfo Suarez Madrid-Barajas Airport.
Bandara Internasional Denver di jantung negara Amerika Serikat, tepatnya di Denver, Colorado memiliki desain unik dengan bentuk atapnya menyerupai Pegunungan Rocky yang tengah tertutup salju. Kemudian Bandara Internasional Kansai di Osaka, Jepang pertama kali dibuka pada 1994. Bandara yang dibangun di Teluk Osaka itu merupakan bandara samudera pertama (berada di atas lautan yang menjorok ke daratan) yang mampu menampung 100.000 penumpang.
Sedangkan Adolfo Suarez Madrid-Barajas Airport atau biasa dikenal sebagai Bandara Madrid-Barajas, terletak 12 kilometer dari pusat kota Madrid, Spanyol ini, memiliki desain bergelombang yang ditopang ‘pohon’ besar dan khas futuristik.