
Oleh: Feby Farayola
Berbicara mengenai banjir dan permasalahan lingkungan lainnya seperti tidak ada habisnya. Terlebih pada musim pancaroba seperti saat ini. Banjir seolah telah menjadi teman sehari-hari masyarakat, khususnya masyarakat kota Medan. Mengingat curah hujan yang tinggi dan mirisnya kondisi daerah serapan air di kota Medan.
Sebenarnya hal tersebut bukan satu-satunya faktor penyebab banjir. Tumpukan sampah di mana-mana dan selokan yang tersumbat juga menjadi penyebabnya. Hal ini terjadi karena minimnya keperdulian masyarakat untuk menjaga lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya. Terkesan sepele, namun jika terjadi dalam jangka waktu yang panjang dapat mengundang bencana.
Dikutip dari laman Tribun-Medan.com, Kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan, Muhammad Husni menyebutkan, setiap hari ada 2.000 ton sampah dari 21 kecamatan se-Kota Medan.
Sampah-sampah tersebut dibuang di satu Tempat Penampungan Akhir (TPA), yakni TPA Terjun di Kecamatan Medan Marelan. TPA Terjun yang memiliki luas 13,8 hektar diperkirakan tak lagi mampu menampung sampah Kota Medan dalam dua tahun mendatang.
Bagaimana jadinya jika tidak lagi tersisa ruang untuk menampung sampah tersebut? Kesadaran menjaga lingkungan perlu ditanamkan sejak dini.
Hal ini dapat dimulai dengan sesuatu yang sederhana seperti mengajarkan hukum sebab akibat. Maksudnya, setiap perbuatan yang kita lakukan pasti memiliki timbal balik pada diri kita sendiri.
Seperti jika kita membuang sampah sembarangan, maka esikonya akan terjadi banjir. Selain banjir, lingkungan juga akan menjadi kotor dan dapat mendatangkan berbagai macam penyakit.
Objek utama penanaman kesadaran menjaga lingkungan adalah anak-anak. Mengajak anak-anak untuk berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan sampah menjadi barang yang bermanfaat dan dapat digunakan merupakan satu langkah yang baik.
Penanaman kesadaran menjaga lingkungan sejak dini pada anak-anak juga dapat dilakukan dengan mengikut sertakan mereka dalam kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan. Misalnya gotong royong membersihkan lingkungan, mengajarkan mereka untuk menegur jika ada orang membuang sampah sembarangan. Semuanya dapat dimulai dengan hal-hal kecil.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedikit banyaknya mengikis pola pikir anak untuk lebih perduli pada gadget dan fitur-fitur di dalamnya ketimbang hal-hal yang dapat menjadikan pembelajaran bermanfaat bagi kehidupan mereka kelak.
Kini gadget bukan merupakan sesuatu yang sulit dimiliki. Banyak pula orangtua membiarkan anak-anak mereka dekat dengan barang tersebut.
Padahal banyak manfaat yang dapat dipetik dari menanamkan kesadaran menjaga lingkungan pada anak sejak dini dibanding bermain gadget. Mereka dapat tumbuh menjadi sosok yang peduli lingkungan.
Dengan demikian pencemaran terhadap lingkungan dapat diminimalisir. Sebab yang dapat mengatasi masalah ini adalah diri kita sendiri sebagai individu yang menjadi penghuni di lingkungan tersebut.
Pencemaran lingkungan yang terjadi terus menerus tanpa bisa dicegah menimbulkan keresahan. Jika tingkat pencemaran lingkungan semakin tinggi dan berujung pada kerusakan, dimanakah kita akan tinggal?
Untuk itu kesadaran menjaga lingkungan tidak hanya sekedar perlu ditanam, namun juga harus dirawat, terlebih dalam diri anak-anak. Mereka adalah generasi penerus yang kelak menentukan nasib bumi ditentukan.
Semoga dengan ditanamkannya kesadaran menjaga lingkungan sejak dini dapat mencegah, atau setidaknya mengurangi bencana alam.
(Penulis adalah mahasiswi FKIP UMSU dan Anggota FOKUS UMSU)