
ALIEN atau alien bukan semata sosok makhluk berkepala dan bermata besar, berlengan panjang, berjari ganjil seperti di film Hollywood, kecuali seseorang itu penyuka nonton film atau jarang sekali mencari tahu apalagi membuka kamus.
Seperti artinya, “Extra-Terrestrial” (E.T.) berarti makhluk yang memiliki kehidupan di luar Bumi, walau itu sangat kecil, atau sekecil virus atau bakteria, bahkan bersel satu pun, dan tak selalu makhluk abu-abu berbentuk manusia atau humanoid.
Begitu pula arti “Alien” yang berarti “makhluk belum dikenal”, atau belum diketahui atau belum tercatat secara ilmiah, baik itu yang ada di palung laut, di permukaan Bumi atau di ketinggian atmosfir atau luar angkasa.
Misalnya saja “Okapi” (Okapia johnstoni) yang baru ditemukan pada tahun 1901, adalah mamalia dari Hutan Hujan Ituri di timur laut Republik Demokratik Kongo, Afrika Tengah.
“Okapi” (Okapia johnstoni) yang sempat dikategorikan sebagai “alien” karena belum dikenal.
Dulu hewan ini adalah “alien” karena belum dikenal alias belum ada seorang pun yang dapat menelitinya dan masih misterius.
Hewan ini aneh karena unik, walaupun hewan ini memiliki kesamaan belang kulit dengan zebra, okapi memiliki perkerabatan lebih dekat dengan jerapah.
Kemiripannya dengan zebra dan jerapah menimbulkan dugaan adanya persilangan antara keduanya, tetapi walaupun adanya kesamaan ciri tertentu, hewan ini sebenarnya tidak secara dekat berkerabat dengan zebra. Hewan yang sempat dikategorikan sebagai alien ini baru diketahui oleh penduduk setempat pada tahun 1901.
Sensor Gerak pendeteksi alien yang “Super Kecil”.
Memamg, menemukan kehidupan extraterrestrial di luar Bumi adalah ambisi setiap astronom. Namun yang dicari bukan kehidupan extraterrestrial cerdas layaknya makhluk besar atau seperti manusia (humanoid), melainkan pada level bakteri atau sejenisnya.
Akhirnya, sebuah terobosan membuka prespektif baru dalam mencari kehidupan di luar angkasa. Sekelompok ilmuwan Eropa terutama dari Belgia dan Swiss di Institut Teknologi Federal Swiss Lausanne (Ecole polytechnique federale de Lausanne / EPFL) mengembangkan piranti yang mampu mendeteksi gerakan makhluk asing atau extraterrestrial, atau yang secara umum oleh masyarakat awam disebut sebagai alien, di planet lain.
Memindai
Selama ini ilmuwan baru memindai langit dengan teleskop dan mengirimkan wahana robot dan rover atau mendengarkan suara saja yang datang dari kejauhan. untuk mendetaksi kehidupan di luar Bumi.
Kini peneliti Eropa tersebut mengklaim berhasil memproduksi sensor gerakan (motion sensor) berukuran super kecil yang bisa mendeteksi kehidupan mikroskopik di tempat asing bahkan di planet lain.
Selama ini ilmuwan berupaya menemukan kehidupan ekstraterrestrial hanya dengan cara mendengarkan suara saja yang datang dari kejauhan.
Mereka juga memindai langit dengan teleskop dan mengirimkan wahana robot dan rover yang bisa menganalisa jejak kimiawi dari planet atau benda langit lainnya.
Namun peneliti di Swiss dan Belgia mengembangkan metode baru yang disebut “jejak kehidupan universal,” dengan mendeteksi getaran pada level nano yang disebabkan oleh organisme kecil.
“Detektor gerakan nano membuka prespektif baru dalam mencari kehidupan lain. Hidup adalah gerakan,” kata Giovanni Longo, ketua tim peneliti.
“Artinya detektor ini bisa menangkap gerakan kecil dari sebuah kehidupan atau setidaknya berkontribusi dalam mencari kehidupan lain,” kata ilmuwan asal Swiss itu.
Sensor EPFL mampu mendeteksi gerakan yang dibuat oleh makhluk hidup mikroskopis, seperti bakteri.
“Sensor Kehidupan”
Detektor yang dikembangkan Longo dan ilmuwan lain berukuran sangat kecil, bahkan lebih kecil dari satu milimeter. Mereka mengujicoba piranti baru tersebut antara lain pada bakteri E. Coli, atau buat menangkap gerakan sel manusia dan juga sel tikus.
Ketika organisme hidup berada di dekat sensor, mereka “memproduksi kenaikan amplitudo”.
Lungo dan timnya juga mengklaim berhasil memanipulasi gerakan organisme dengan menyuntikkan nutrisi yang lantas dikonsumsi oleh sel, atau menambah zat kimia untuk membunuh mereka dan akan menghentikan getaran amplitudo.
“Detektor ini bisa digunakan sebagai sensor kehidupan yang sederhana, sangat sensitif dan ringan,” tulis Longo dalam laporannya.
Sensor gerak pendeteksi alien yang super kecil ini diharapkan dapat diikutsertakan dalam sistim pada wahana tanpa awak yang akan diturunkan ke sebuah planet, misalnya Mars, untuk dapat mendeteksi ada atau tidaknya “mikro alien” di sekitar wahana pada misi penelitiannya yang sejauh ini tidak begitu sensitif terhadap ada atau tidaknya bakteri, virus, amuba, mikroba atau sejenisnya di permukaan suatu planet.
Menurut para ilmuwan, prototipe detektor pertama yang mereka kembangkan berbiaya kurang dari US$ 10.000 US Dollar. Selain itu detektor tersebut juga sangat hemat energi dan dapat dimasukkan ke dalam kotak seukuran 20×20 sentimeter.
Longo dan timnya berniat menawarkan detektor tersebut kepada Badan Antariksa AS NASA, atau Badan Antariksa Eropa, ESA. Menurutnya, jika piranti ini sudah tersedia ketika misi Rosetta baru dalam tahap pengembangan, maka saat ini wahana pendarat Philae bisa mencari jejak kehidupan berbasis karbon.
Jika hasilnya memuaskan, maka alat deteksi ini dapat diturutsertakan sebagai bagian dari wahana-wahana tak berawak lain yang diturunkan ke planet-planet lainnya guna mendetaksi ada atau tidaknya kehidupan mikroba atau bakteria di planet-palet alien tersebut. (icc/ar)