Oleh: Atas Siregar
MALAM terus merambat di langit Kota Medan, tapi pria separuh baya ini tidak pernah merasa jera untuk mengajak para pengunjung Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) yang melintas dari samping kanan pelataran Paviliun Pemkab Tapanuliselatan (Tapsel), untuk singgah di stand kopi miliknya.
“Kopi pak, bang kopi silahkan singgah bang minum kopi,” ajak Riki Hasibuan sambil tersenyum. Tak terkecuali saat Analisa melintas juga mendapat ajakan yang sama dari Riki Hasibuan. Riki adalah barista atau biasa disebut sebagai tukang seduh coffee milik Pesantren Darul Mursyid (PDM) Kecamatan Saipar Dolok Hole, yang ikut ambil bagian dalam kegiatan PRSU di Paviliun Pemkab Tapanuli Selatan tahun ini.
Kopi milik PDM Simanosor ini perdana melakukan demo kopi dalam PRSU, dengan memberikan minum kopi secara gratis. Kopi PDM adalah asli kopi Arabika Sipirok yang memiliki cita rasa tersendiri dan telah mampu menembus pasar kota - kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan. "Silahkan pak, ada macam-macam aroma dan cita rasa kopinya, ini asli kopi Arabika produksi PDM sendiri pak," kata Riki Hasibuan.
Dengan sigap Riki pun langsung meracik kopi PDM dengan tiga macam rasa. Ada kopi dengan aroma buah anggur, kopi rasa pahit asam kelat diujung lidah usai diminum dan kopi rasa pahit aroma buah nangka. "Bahan bakunya sama pak, saat permentasinya yang membuat aroma dan cita rasanya yang berbeda," ujar Mulyadi Wakil Direktur Pengembangan Usaha Coffee PDM Simanosor minggu lalu.
Biar lebih terasa aroma kopinya, minum kopi itu kata Mulyadi tidak usah pakai gula. "Kalau sudah diaduk pakai gula sulit membedakan aroma dan cita rasanya, tidak terasa lagi keaslian dan aroma kopinya," jelas Mulyadi.
Mulyadi menjelaskan, saat ini kopi PDM Simanosor telah mampu membuka lahan kurang lebih 70 hektare tidak jauh dari kawasan Pesanteren Darul Mursyid. Dari 70 hektare itu sudah produksi 20 hektare lebih dan 30 hektare baru siap tanam. Dan sisanya lagi persiapan penanaman. Tidak terkecuali para guru-guru yang mengajar di PDM pun ikut menanam kopi untuk tambahan penghasilan.
Pabrik kopi PDM ini lanjut Mulyadi, baru diresmikan pada 6 Oktober 2018. Namun sudah mulai dikenal dengan khas cita rasanya meskipun belum genap satu tahun beroperasi. Untuk bisa dipanen kata Mulyadi minimal 24 bulan atau dua tahun.
Mulyadi menjelaskan, kopi sudah menjadi minuman primadona, termasuk juga makanan olahan yang mengandung rasa kopi. Selain memiliki banyak manfaat, minum kopi sudah menjadi gaya hidup tersendiri bagi banyak orang. Mulai dari musim penjajahan Belanda dan Romusa saat penjajahan Jepang.
Sayangnya, tidak semua orang benar-benar memahami tentang kopi itu sendiri. Padahal, potensi kopi di Indonesia telah mendunia. Ada beberapa nama kopi nusantara yang sudah dikenal di kancah internasional. Pada umumnya, kopi Indonesia yang mendunia tersebut berasal dari jenis arabika seperti kopi Mandailing dari Sumatera Utara, kopi Jawa dari Jawa Timur dan masih banyak lainnya.
Masing-masing varietas kopi tersebut memiliki aroma dan cita rasa yang berbeda. Perbedaan rasa ini, menurut Mulyadi disamping saat permentase juga tergantung pada ketinggian, kondisi kesuburan, ketersediaan unsur hara, serta kandungan kimia dari lahan yang menjadi media tanam kopi.
Hal itu juga diamini oleh Antoni Batubara pemilik sekaligus owner Kenjo Coffee Arabika di Sipirok yang malam itu duduk satu meja menikmati kopi Arabika di stand kopi PDM. Antoni menerangkan, bahwa, ada 4 jenis varietas kopi yang sudah dikenal secara umum, yaitu arabika, robusta, exelsa dan liberika.
Ia menceritakan bahwa kopi arabika menduduki peringkat satu sebagai kopi terbaik dalam segi ekspor karena memiliki harga jual yang tinggi. "Arabika itu meduduki peringkat satu dari segi ekspor karena harga jual yang tinggi. Untuk robusta itu menduduki peringkat kedua. Sementara exelsa yang rasanya unik seperti nangka, itu menduduki peringkat ketiga. Baru yang terakhir ini liberika," paparnya.
Antoni mengilustrasikan, bagi penikmat kopi cita rasa itu tergantung selera. Namun, dari setiap jenis varietas kopi memiliki cita rasa khas yang menjadi karakter tersendiri bagi jenis kopi tersebut. "Robusta rasanya pahit seperti rasa kakao yang pahit. Kalau yang arabika itu, dominan rasa asam karena tumbuhnya itu berada di ketinggian. Kalau exelsa rasanya unik seperti nangka, sama seperti liberika," ujarnya.
Antoni juga mejelaskan, meskipun sama-sama beraroma seperti nangka, kopi liberika dan exelsa memiliki perbedaan yang mencolok. Menurutnya, aroma nangka pada kopi exelsa lebih tajam daripada kopi liberika. Sementara itu, aroma nangka pada kopi liberika ketika diseduh tidak setajam saat biji kopi jenis tersebut digoreng.
"Jadi, waktu biji kopi liberika digoreng itu aroma nangkanya keluar. Tapi, waktu diseduh aroma nangkanya berkurang. Nah, beda sama biji kopi exelsa yang waktu digoreng atau diseduh aromanya sama-sama kuat dan tajam," paparnya.
Antoni juga membenarkan, ketinggian penanaman juga turut memengaruhi kenikmatan cita rasa kopi. Semakin tinggi daerah tempat kopi ditanam, maka rasanya pun semakin nikmat. Menurutnya, ini disebabkan karena semakin tinggi pohon kopi, maka risiko biji kopi terserang hama semakin kecil. Selain itu, cara menyimpan biji kopi juga turut memengaruhi cita rasa yang akan dihasilkan oleh biji kopi itu sendiri.
Antoni menyarankan agar dalam menyimpan biji kopi dalam suhu ruang dan jangan langsung meletakkan biji kopi di atas lantai. "Suhu yang terlalu kering juga bisa membuat biji kopi mudah lapuk. Selain itu, menyimpan kopi juga harus dialasi agar biji kopi tidak mudah lembab dan jangan menyimpan biji kopi bersama dengan barang-barang lainnya," ujarnya.