SECARA sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Perang yang mematikan di Yaman, penindasan brutal rezim Suriah, perang ekonomi pemerintah Venezuela melawan rakyatnya sendiri, dan pembungkaman perbedaan pendapat di Turki, Mesir, dan di tempat lain, hanyalah beberapa contoh konflik yang memanas di 2018, dan kemungkinan akan berlanjut hingga 2019.
Seiring era kehebatan Amerika Serikat (AS) yang sebagian besar tak terbantahkan memudar, tatanan internasional telah berubah menjadi kekacauan.
Semakin banyak pemimpin yang lebih sering tergoda untuk menguji batasan, berebut kekuasaan, dan berusaha untuk meningkatkan pengaruh mereka atau mengurangi pengaruh saingan mereka dengan ikut campur dalam konflik luar negeri.
Kehidupan anak-anak di wilayah konflik memaksa mereka bertahan dalam genosida, kelaparan hingga pemboman. Sebanyak 1,2 juta anak tinggal di daerah konflik di Yaman, negara yang diguncang konflik, kata Dana Anak PBB (UNICEF) pada Senin (25/2).
Anak-anak "terus hidup di 31 zona konflik aktif termasuk Al-Hudaydah, Taiz, Hajjah dan Saada, di daerah yang menyaksikan kerusuhan besar berkaitan dengan perang," ujar Geert Cappelaere, Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, dalam dalam satu pernyataan.
"Tidak cukup perubahan buat anak-anak di Yaman, sejak Kesepakatan Stockholm pada 13 Desember 2018," jelas pejabat itu, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu.
"Setiap hari sejak itu, delapan anak tewas atau cedera. Kebanyakan anak yang meninggal tersebut sedang bermain di luar rumah bersama teman mereka atau dalam perjalanan ke atau dari sekolah," terang Cappelaere.
"Sekali lagi, UNICEF menyeru semua pihak yang berperang agar mengakhiri kekerasan di tempat bergolak dan di seluruh wilayah Yaman, melindungi warga sipil, menjaga anak-anak dari bahaya dan mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan buat anak-anak dan keluarga mereka di mana pun mereka berada di negeri itu," lanjutnya.
Yaman telah dirongrong kerusuhan sejak 2014, ketika kelompok Syiah Al-Houthi menguasai sebagian besar wilayah negeri tersebut. Krisis itu meningkat pada 2015, ketika koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan udara dahsyat dengan tujuan menjatuhkan gerilyawan Al-Houthi. (ant/anadolu-oana/wkp/es)