
• Oleh: Datuk Imam Marzuki
Salah satu cara menutup kepala yang sering ditawarkan bagi kaum lelakiadalah dengan memakai sorban/peciyang juga merupakan pakaian sunnah yang kerap diperdebatkan. Bagi yang fanatik janganlah sampai menghukum saudarasendiri berdosa, seolah-olah pemakaian sorban/peci tersebut suatu yang dimestikandan wajib disisi Allah SWT, padahal hukum pemakaiannya hanyalah dikirasebagai sunnah fi’liy (perbuatan) Nabi SAW. Sorban/peci menjadi istimewa karena mewakilisebuah simbol. Di kalangan masyarakat kita, kain sorban/peci tidak bisa dipakaisembarang orang. Meski bukan hal yang haram dipakai orang biasa, cobalah Anda yang (mungkin) tidak memenuhi kualifikasi tertentu, memakai sorban/peci ditempat-tempat umum. Pastilah Anda akan disindir orang-orang di sekitar Anda.
Sorban/peci adalah simbol kearifan, penguasaan ilmu agama, ketaatan menjalankanperintah agama, kesalehan, dan simbol orang yang sudah menjalankan rukun Islam yang paling mahal yaitu ibadah haji. Orang-orang yang memakai sorban/pecitentulah orang yang memenuhi kualifikasi sebagai ulama, kiai. Diantara pria-pria bersorban/peci itu banyak yang memimpinpesantren, simbol pendidikan Islam di Indonesia. Zaman dulu, orang-orang bersorban/peci ini menempati posisi istimewa. Bukanhanya karena keluasannya dalam penguasaan ilmu agama, ulama dan kiai menjadi panutan umat. Pendapat-pendapatnyaselalu didengar umat. Perilakunya, dalam segala hal, menjadi pusat identifikasisosial bagi masyarakat. Ketika umat atau individu tengah menghadapi masalah,masalah pribadi atau masalah lain, mereka selalu lari ke ulama, kiai.Umumnya mereka pun merasa tentram, masalahnya terpecahkan ketika bertemu ”orang-orang suci” itu. Prinsipnya, para pemakai sorban/peci adalah orangyang punya keilmuwan yang lebih, yang tidak dimiliki orang kebanyakan. Bagaimana sekarang? Masihkah sorban/peci mewakili simbol-simbol kesucian? Para cerdik pandai yang memegang supremasi keilmuwan. Mereka orang yangpantas kita hormati. Di mata Allah pun mereka ”punya kelas” tersendiri.
Dan diantara kesempurnaan bagi seorang laki-laki muslim adalahmenggunakan tutup kepala yang mencirikan sebagai seorang muslim. Sebabpara salaf menganggap bukan dalam keadaan yang baik menurut kebiasaan jika seorang lelaki tidak menutup kepalanya. Sorban/peci termasuk dalam jenis pakaian. Oleh demikian pemakaian sorban/peci oleh Nabi SAW sudah tentunya termasuk dalam kategori perbuatan jibiliyyah (perbuatan kebiasaan Rasul sebagai seorang manusia).Sorban/peci atau serban atau turban adalah salah satu jenis pakaian yang dikenakan di kepala, biasanya berupa kain yang digelung atau diikat di kepala. Dalam bahasa arab disebut imamah. Yang sejenis dengan imamah juga ghuthrah dan syimagh. Ghuthrah biasanya berwarna putih, di pakai di atas peci. Sedangkan syimagh itu mirip seperti ghuthrah, namun ada corak-corak merah. Pada asalnya, hukum suatu model pakaian adalah mubah-mubah saja. Namun mengingat adanya beberapa hadits yang menyebutkan kebiasaan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memakai imamah, para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya apakah mubah saja ataukah sunnah. Sebagian ulama menyatakan hukumnya sunnah, dalam rangka meneladani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Namun yang rajih, hukum memakai imamah adalah mubah saja, tidak sampai sunnah dan tidak bernilai ibadah. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memakai imamah hanya sekedar kebiasaan atau adat orang setempat, bukan dalam rangka taqarrub atau ibadah. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyatakan, “Imamah, paling maksimal bisa jadi hukumnya mustahab (sunnah). Namun yang rajih, memakai imamah adalah termasuk sunnah ‘adah (adat kebiasaan), bukan sunnah ibadah (Silsilah Adh Dha’ifah, 1/253, dinukil dari Ikhtiyarat Imam Al Albani, 480)
Kesantunan Berbicara
Akhir-akhir ini kita selalu disuguhkan perdebatan politik di media televisi. Semua unjuk gigi untuk menyampaikan idenya. Bahkan terkadang menyalahi kesantunan berbicara di depan khalayak publik. Padahal masyarakat kita mendambakan itu karena kesopansantunan, atau etiket adalah tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. mengajak semua tokoh agama maupun politik memberikan pernyataan yang menyejukkan masyarakat. Kepada tokoh-tokoh agama, tokoh politik, tokoh adat, dan tokoh masyarakat, kami menyerukan agar dapat memberikan pernyataan yang menyejukkan kepada masyarakat. Karena kita di sini hidup dalam satu tanah yang sama.
Karena satu itulah kita ingin bergandeng tangan, Indonesia yang selalu mengedepankan harmoni. Kita mengharapkan semua media menyerukan perdamaian. Mengakhiri segala persoalan dengan prasangka buruk. Pernyataan politik sejumlah tokoh nasional yang dinilai tidak tepat mulai sering dipertontonkan ke publik menjelang kontestasi pemilu 2019. Harus dipahami bahwa umat yang baik merupakan cerminan karakter bangsa. Seharusnya dalam setiap orasi politik siapa pun tokohnya harus menunjukkan tata krama; kesantunan dan kesopanan. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Olehkarena itu, kesantunan ini biasa disebut tatakrama. Kesantunan merupakan fenomena kultural, sehinggaapa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin. Tujuan kesantunan, termasuk kesantunan berbahasa,adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak mengancam danefektif. Kesantunan berbahasa dapat dilakukan dengan cara pelaku tutur mematuhiprinsip sopan santun berbahasa yang berlaku di masyarakat pemakai bahasa itu.
Jadi, diharapkan pelaku tutur dalam bertutur dengan mitra tuturnya untuk tidakmengabaikan prinsip sopan santun. Hal ini untuk menjaga hubungan baik dengan mitra tuturnya.Gagasan dasar dalam maksimkebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri. Orangbertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dengan kemurahan hati. Para peserta pertuturan diharapkandapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadiapabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri danmemaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, danmeminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Menambahkan. Penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaankepada pihak lain. Pertuturantidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Bersikap rendah hatidengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri.
Dalam masyarakatbahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. mengatakan maksim kerendahan hati ini diungkapkan dengan kalimat ekspresifdan asertif. Bila maksim kemurahan atau penghargaan berpusat pada orang lain. Kerendahan hati berpusat pada diri sendiri, tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatanbertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur danmitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapatdikatakan bersikap santun. Maka Sikap simpati antara pihak yang satu denganpihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain,apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orangyang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.
Penulis: Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Fatah dan Dosen UMSU