Wacana Internasionalisasi Danau Toba dan Permasalahannya

wacana-internasionalisasi-danau-toba-dan-permasalahannya

Oleh: Ramlan Pane, S.Pd

Kita patut bersyukur Danau Toba ma­suk dalam 4 superprioritas desti­nasi pa­ri­wisata nasional. Mu­dah-mudahan kita se­­mua mulai dari pemerintah pusat, pro­vin­si serta daerah bisa menjaga ke­les­ta­rian destinasi ini. Untuk me­mak­simalkan pe­nerapan destinasi wisata su­per­­prioritas itu, Wapres Jusuf Kalla ber­sama ke­men­terian terkait (13/2/2019) telah mela­ku­kan rapat koordinasi pengembangan pariwi­sata.

Sayangnya Danau Toba kini dihadap­kan pada persoalan ling­kungan seperti penurunan permukaan airnya dimana menurut hasil penelitian BMKG stasiun Kli­ma­tologi Deli Serdang telah terjadi pe­nurunan tinggi muka air danau pada tahun 1987, 1998, dan 2016 mencapai 1,5 – 2,0 meter serta limbah domestik yang masuk ke perairan Danau Toba. Ke­rusakan lingkungan Danau Toba di­nilai sudah parah sehingga diperlukan upaya khusus untuk melakukan pembe­nah­an.

Sebagai destinasi wisata, perairan Da­nau Toba wajib memiliki kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan wisata. Oleh karena itu, sudah sepatutnya dila­kukan pengelolaan terpadu untuk mem­per­tahankan kualitas lingkungan perairan da­nau dan tinggi permukaan air Danau Toba.

Namun jika dilihat dari kenyataan yang ada sekarang justru sebaliknya. Ma­rak­nya keramba jaring apung (KJA) ma­kin memperparah pence­maran air danau Toba. Bahkan makin diperparah dengan ba­nyaknya penebangan liar di sekitar kawasan Danau Toba yang merupakan sumber utama penyedia air bagi danau Toba. Sangat menyedihkan!

Kondisi yang dihadapi Danau Toba terutama mulai terlihat dari kualitas air danau dan keane­karagaman hayati yang m­enunjukkan penurunan lantaran berba­gai faktor. Berdasarkan audit Bank Dunia (2018), kualitas air Danau Toba sangat ren­dah dengan minimnya kandungan ok­sigen. Adapun, menu­runnya kadar ok­sigen diakibatkan pembuangan limbah ke Danau Toba. Beberapa kegiatan yang menyum­bang dampak negatif terhadap salah satu destinasi parawisata itu adalah keberadaan KJA, limbah rumah tangga dan hotel di sekitar danau.

Kegiatan lain yang berpotensi besar memberi tekanan atau ancaman terhadap ke­lestarian Danau Toba adalah masalah ke­seimbangan hidrologis. Besar kecilnya vo­lume aliran air masuk Danau Toba akan mempengaruhi tinggi permukaan air. Termasuk faktor penentu tingginya muka air ini adalah volume air yang keluar melalui sungai Asahan dan proses evapotranspirasi pada wilayah daerah tangkapan air (DTA). Penebangan hutan akan mening­katkan erosi dan juga air larian masuk ke Danau Toba.

Kasus terakhir adalah penjarahan hutan Tele seluas 800 Ha yang belum dihentikan oleh berbagai kebijakan dan keputusan setingkat provinsi. Makin meningkatnya luasan tutupan Danau Toba oleh enceng gondok juga meru­pa­kan penyebab tingginya proses pe­nguap­an air dari permukaan Danau Toba. Ma­salah keseimbangan hidrologis ini belum da­pat dicarikan program penye­le­saian­nya, baik dari perubahan tinggi muka air danau maupun dari dampaknya terhadap kehidupan biota air.

Keramba Jaring Apung

Keramba jaring apung (KJA) merupa­kan duri dalam daging bagi upaya penge­lolaan Danau Toba. Di satu sisi ada yang meng­klaim bahwa KJA menghasilkan pen­dapatan asli daerah (PAD)) dan me­nye­rap tenaga kerja yang cukup signifi­kan.

Di sisi lain ternyata KJA telah men­datangkan masalah bagi ling­kungan baik es­tetika maupun fisika dan kimia. Ke­giat­an KJA telah merampas wilayah wi­sata seperti Haranggaol dan juga berbagai tem­pat lain yang berubah menjadi kon­sen­trasi usaha KJA. Sampai saat ini belum ada upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kehadiran KJA yang menutup permukaan air Danau Toba serta menurunkan kualitas airnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan BOD (Biochemical Oxigen De­mand, baca : Kebutuhan Oksigen Bio­logis) , COD (Chemical Oxigen Demand, baca : jumlah oksigen yang diperlukan un­tuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air) dan Phospor pada sebagian besar lokasi sudah me­lewati baku mutu. Penataan kehadiran KJA ini baik dari segi distribusi, beban bagi ling­kungan yang dapat memini­ma­lisir dampak negatifnya terhadap ling­kungan belum dapat dilakukan. Belum ada keputusan dan bahkan kebijakan yang menentukan posisi keberadaan KJA di Danau Toba.

Seharusnya data dan informasi yang di­peroleh sudah dapat dijadikan masukan bagi penyusun kebijakan serta pengambil ke­putusan bagi pelaksana pencegahan ke­rusakan maupun pemulihan untuk ke­lestarian Danau Toba. Berdasarkan data di lapangan, diperlukan perbenahan yang cu­kup mendasar terutama bila melihat pen­capaian target yang sudah dipatok pada pedoman pengelolaan ekosistem Danau Toba.

Ada beberapa respon dan pan­dangan pe­nulis terhadap pengelolaan kawasan Da­nau Toba. Pertama, Pemerintah Daerah Sumatera Utara bersama dengan pihak swasta harus melakukan  berbagai upaya untuk mengendalikan kerusakan dan pemulihan kualitas serta  pelestarian Danau Toba. Menyadari bahwa pengelo­laan Danau Toba harus dilakukan secara ber­sama dan terpadu pada arah yang te­pat, maka pemerintah perlu merangkul se­mua  pihak yang berkepentingan dan ter­kait dengan pelestarian Danau Toba dalam  upaya kolaboratif untuk mengem­bang­kan pendekatan penge­lolaan ekosis­tem kawasan Danau Toba secara berke­lanjutan dan komprehensif.

Kedua, pertimbangan matang dalam pe­­nentuan Danau Toba sebagai pusat tu­juan wisata dan warisan kekayaan du­nia de­ngan kegiatan usaha ekonomi yang berasal dari pemeliharaan ikan dengan dam­pak negatif penurunan kualitas air Da­nau Toba. Berbagai per­tim­­bangan su­dah ter­identifikasi sebagai ma­sukan bagi pe­ngambilan keputusan se­perti pemb­a­tas­an jumlah dan zona dis­tribusi, per­timbangan ekonomi dan eko­logi, pelet dan obat-obatan yang akrab ling­kungan dan juga alternatif murni men­jadi objek wisata alam.

Perlu keberanian pemerintah dalam me­ne­tapkan pilihan apakah akan m­e­ngem­­bangkan KJA atau menjadikan danau kembali sebagai kawasan konser­vasi atau wisata alam.

Ketiga, isu terakhir upaya pengelolaan Da­nau Toba adalah dengan menem­pat­kan sebagai Taman Dunia. Bila konsep ini diterima, maka semua kegiatan di se­­luruh kawasan DTA Danau Toba harus me­ngacu pada kegiatan yang akrab ling­kungan. Diperlukan komitmen peme­rintah dan juga partisipasi masyarakat untuk menwujudkannya.

Pemerintah dan masyarakat dalam ka­wasan danau harus bersatu tekad dan usaha menjadikan Danau Toba sebagai dae­rah tujuan wisata yang bersih, nyaman di­mata, nyaman di hati nyaman di pera­saan baik bagi masyarakat lokal, terutama bagi  pengunjung regional dan global. Fak­ta menunjukkan bahwa dengan ke­bi­jakan dan sistem pengelolaan yang di­berl­akukan sekarang, ternyata Danau Toba tidak mampu mem­berikan manfaat ba­nyak bagi masyarakatnya, sementara kuali­tasnya terus menurun tanpa berdaya untuk dihentikan.

Keempat, faktor budaya yang dikenal de­ngan Poda Na Lima (bahasa: lima pe­san/nasihat) menca­kup bersihkan hatimu, bersihkan badanmu, bersihkan pa­kaianmu, bersihkan rumahmu dan ber­sih­kan lingkunganmu ternyata ha­nya men­jadi kata tanpa makna di berbagai dinding tanpa merubah perilaku.

Pemahamannya perlu disosia­lisaikan hingga efektif mendukung program menjadikan Danau Toba sebagai Taman Dunia yang menarik kunjungan wisata­wan karena lingkungan fisik-kimia yang baik dan lingkungan biologi yang kaya spesies endemik yang lestari, serta budaya masyarakat yang kaya dan bermartabat.****

Penulis, Guru Biologi SMA Negeri 1 Borbor Kab. Toba Samosir/Alumnus S1 Pendidikan Biologi Universitas Negeri Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi